RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015
66
dan kesadaran yang harus ditingkatkan agar pola gizi seimbang dapat dipahami dan dilaksanakan masyarakat secara luas.
Harapan pencapaian sasaran balita dengan Berat Badan Rendah sebesar 11,0 serta Balita Stunting sebesar 27,5 pada
tahun 2015 merupakan tantangan besar dalam rangka percepatan pencapaian perbaikan gizi masyarakat. Target tersebut diharapkan
semakin dapat meningkatkan sinergi berbagai program terkait.
2.3.2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan Beragam
Terkait dengan ketersediaan pangan di Jawa Tengah, tantangan yang harus dihadapi kedepan adalah jumlah kebutuhan
pangan yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri,
dan penggunaan pangan. Di sisi lain, peningkatan produksi pangan menghadapi ancaman serius, yaitu: 1 alih fungsi lahan pertanian
ke penggunaan non pertanian; 2 menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan; 3 semakin
terbatasnya ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan; dan 4 tingginya kerusakan lingkungan akibat
perubahan iklim dan bencana alam. Disamping itu, pemberdayaan penyuluh swadayaswasta perlu ditingkatkan untuk mencukupi
kebutuhan tenaga
penyuluh sehingga
dapat menunjang
peningkatan produksi pangan. Tantangan yang harus dihadapi pada sistem distribusi
pangan adalah bagaimana menciptakan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga
dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya
kemampuan produksi pangan antar daerah dan antar waktu menjadi tantangan dalam menjamin distribusi pangan agar tetap
lancar sampai ke seluruh kabupatenkota sepanjang waktu.
RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015
67
Pemenuhan akses
pangan masyarakat
menghadapi tantangan rendahnya daya beli masyarakat terhadap komoditas
pangan. Rendahnya daya beli masyarakat tidak hanya terjadi di wilayah perdesaan, tetapi juga terjadi di wilayah perkotaan.
Tantangan ekonomi lainnya adalah rendahnya sumberdaya yang tersedia di daerah untuk mendorong terciptanya multiplier effect
yang dapat menciptakan sumber-sumber pendapatan dan mata pencaharian bagi masyarakat. Tantangan lainnya adalah tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah sehingga membatasi ruang gerak dalam memperoleh sumber-sumber pendapatan mata
pencaharian. Berkaitan dengan konsumsi pangan, tantangan yang
dihadapi adalah menurunkan populasi penduduk dengan asupan kalori 2.000 Kkalkapitahari dari 66,8 menjadi 35,32 pada
Tahun 2015 atau menurunkan populasi penduduk dengan asupan
kalori 1400 kkalkaphari dari 15,22 menjadi 8,5 di Tahun 2015 sesuai dengan target MDGs Jawa Tengah 2010-2015.
Tantangan lain yang masih dihadapi adalah rendahnya kualitas konsumsi pangan sebagaimana dapat diketahui dari skor
PPH. Dilihat perbandingan antara capaian PPH dengan PPH ideal, dapat disimpulkan bahwa kecukupan kalori masyarakat Jawa
Tengah masih bertumpu pada padi-padian. Jika dilihat dari keragaman jenis konsumsinya, terlihat bahwa konsumsi pangan
hewani masih sangat rendah. Hal ini ironis jika dibandingkan dengan ketersediaan daging, telur dan susu di Jawa Tengah yang
telah melebihi jumlah kebutuhan. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak mengonsumsi bahan pangan hewani tersebut
karena faktor ketidakmampuan dari segi ekonomi karena pendapatan yang rendah. Begitu pula konsumsi sayur-sayuran,
umbi-umbian dan kacang-kacangan yang masih kurang ideal. Perlu dipikirkan bagaimana mengedukasi masyarakat secara terus
menerus agar memahami pentingnya keragaman konsumsi pangan