28
BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dan difokuskan kepada masyarakat etnik Mandailing di Kota Medan, untuk itu penjelasan akan dimulai dari deskripsi
mengenai Kota Medan secara umum untuk dapat mendapatkan gambaran yang utuh mengenai letak dan lokasi penelitian ini dilakukan.
2.1 Sejarah Kota Medan
Kehadiran Kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks, hal ini dibuktikan dengan
berkembangnya daerah yang dinamakan “Medan”, bermula dari wilayah kecil dan dijadikan pusat perkebunan tembakau menuju pada bentuk kota metropolitan.
Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri oleh Guru Patimpus.
dalam bahasa Karo, kata Guru berarti Tabib ataupun Orang Pintar, kemudian kata Pa merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat
atau keadaan seseorang, sedangkan kata Timpus berarti bungkusan, atau balutan pembungkus. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai
seorang tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat
dilihat pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan, tepatnya di Jalan Kapten Maulana Lubis persimpangan Jalan Letjen. S.
Universitas Sumatera Utara
29 Parman
http:id.wikipedia.orgwikiMedan diakses pada 27-Agustus-2013.
Gambar 2 Monumen Guru Pattimpus, Tokoh yang Dianggap Sebagai Penemu Kota Medan
Sumber : Matondang 2013:43
Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan
Sungai Deli dan Babura, serta adanya kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah
mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan ekspor- impor sejak masa lalu.
Pada perkembangan lanjutan, cikal-bakal Kota Medan ditentukan oleh pemberian konsesi tanah oleh Sultan Mahmud kepada Nienhuys yang turut
menyeret pengakuan atas hak tanah-tanah rakyat yang termasuk dalam konsesi tanah tersebut Said, 1977:36-37. Konsesi tanah tersebut yang meliputi Kampung
Universitas Sumatera Utara
30 Baru dan Deli menjadi lahan bagi tanaman tembakau dan pala pada masa itu,
menurut Said 1977:37-38 pada tahun 1870 kegiatan perkebunan atas konsesi tanah tersebut atau disebut juga perkebunan Deli Mij telah menjadi luas. Nienhuys
yang menjadi pelopor atas konsesi tanah Sultan Mahmud kembali ke Belanda dan untuk kemudian digantikan posisinya oleh J.T. Cremer, usaha perkebunan yang
semakin pesat ditunjukkan dengan dibukanya kebun-kebun baru dengan beragam nama, dan hal ini berdampak pada pembangunan kantor perkebunan Deli Mij di
Medan Putri, suatu wilayah yang berada di pertemuan dua sungai, yaitu sungai Deli dan sungai Babura. Kelak wilayah yang menjadi pertemuan kedua sungai
tersebut menjadi asal penamaan Kota Medan. Keberadaan Kota Medan tidak lepas dari peranan para pendatang asing
yang datang ke Medan sebagai pedagang maupun lainnya, peranan Nienhuys sebagai pemilik modal perkebunan tembakau telah menjadi cikal-bakal
pertumbuhan Medan. Nienhuys pada proses perkembangan perkebunan tembakau telah memindahkan pusat perdagangan tembakau miliknya ke Medan Putri, yang
pada saat sekarang ini dikenal dengan kawasan Gaharu. Proses perpindahan ini telah dapat menciptakan perkembangan cikal-bakal Kota Medan seperti sekarang
ini, sedang dijadikannya Medan menjadi ibukota dari Deli juga telah mendorong Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, disamping
merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus ibukota Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
31
2.2 Gambaran Umum Kota Medan