Sistem Ekonomi Tradisional Pelaku Ekonomi dan Perpajakan dalam Sistem Perekonomian Indonesia

197

Bab XI Pelaku Ekonomi dan Perpajakan dalam Sistem Perekonomian Indonesia

b kebebasan bagi individu untuk berusaha tetap ada sehingga setiap individu memiliki hak untuk mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya; c kepentingan umum lebih diutamakan; d campur tangan pemerintah dalam perekonomian hanya menyangkut faktor-faktor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam kenyataan dewasa ini, dua kubu sistem ekonomi, yaitu kapitalis, liberalis, dan sosialislah yang banyak berkembang. Bahkan yang menganut sistem campuran pun pada kenyataannya lebih condong ke salah satunya. Seiring dengan globalisasi dunia yang semakin gencar, sistem kapitalis-liberalis cenderung lebih banyak dipraktikan. Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Konferensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Februari 1946 mengungkapkan bahwa dasar politik perekonomian Republik Indonesia terpancang dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam bab “Kesejahteraan Sosial” Pasal 33. Dalam pidatonya, Mohammad Hatta menegaskan bahwa dasar perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong ialah koperasi. Seluruh perekonomian rakyat harus berdasarkan koperasi, tetapi tidak segala usaha harus dilakukan secara koperasi. Dikatakan selanjutnya bahwa usaha-usaha yang dapat dikerjakan oleh orang seorang dengan tidak menguasai hidup orang banyak boleh terus dikerjakan oleh orang seorang itu. Bahkan juga dikatakan oleh Hatta waktu itu, “Paksaan berkoperasi kepada perusahaan-perusahaan kecil yang tersebar letaknya tidak pada tempatnya, malahan melanggar dasar koperasi. Adapun Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan “School of Advanced International Studies” Washington, D.C. tanggal 22 Februari 1949 juga menegaskan bahwa yang dicita-citakan ialah suatu macam ekonomi campuran: lapangan- lapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha partikelir. Yang terakhir ini harus tunduk kepada politik pemerintah mengenai syarat kerja, upah gaji, dan politik pegawai. Walaupun sistem perekonomian Indonesia itu sudah cukup jelas dirumuskan oleh tokoh-tokoh ekonomi Indonesia yang sekaligus juga menjadi tokoh-tokoh pemerintahan pada awal Republik Indonesia berdiri, dalam perkembangannya pembicaraan tentang sistem perekonomian Indonesia tidak hanya berkisar pada sistem ekonomi campuran. Akan tetapi, sistem itu mengarah pada suatu bentuk baru yang disebut sebagai Sistem Ekonomi Pancasila. Diskusi tentang Sistem Ekonomi Pancasila itu masih terus berlangsung dan menjadi tugas bangsa Indonesia untuk ikut memikirkannya. Diskusi itu kemudian dipertegas oleh rumusan yang dicantumkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang merupakan pedoman bagi kebijaksanaan pembangunan di

B. SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA DAN CIRI-CIRINYA