Teori Kesalahan Kerangkan Teori Dan Landasan Konsepsi 1. Kerangka Teori

KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang.

b. Teori Kesalahan

Salah satu pokok persoalan yang sangat penting tetapi sangat rumit dalam mempelajari hukum pidana adalah tentang pengertian kesalahan. 91 Penting karena menjadi penentu dapat tidaknya seseorang dipidana dan bila dapat dipidana menjadi penentu pula dalam masalah berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan. 92 Demikian eratnya kaitan antara kesalahan dengan pemidanaan terwujud dalam satu asas yang sangat “suci” yaitu tidak ada pemidanaan tanpa kesalahan Belanda: geen straf zonder schuld Jerman: keine strafe ohne schuld Latin: actus non facit reum, nisi mens sit rea Inggris: an act does’t make a person guilty, unless the mind is guilty, sehingga sangat tepat apa yang ditulis Jan Remmelink, 93 “kita tidak rela membebankan derita pada orang lain, sekedar karena orang itu melakukan tindak pidana, kecuali jika kita yakin bahwa ia memang dapat dipersalahkan karena tindakannya itu”. Laksana sebuah gedung, tulis D. Schaffmeister dkk, 94 Simon berpendapat bahwa untuk mengatakan adanya kesalahan pada pelaku harus tercapai beberapa hal yaitu: ada kemampuan bertanggungjawab, ada hubungan bertumpu pada fundamennya, demikian pula pidana bertumpu pada kesalahan, karena kesalahan, pidana menjadi sah. 91 E.Y. Kanter S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 160. 92 Ibid. 93 Jan Remmelink, Op.Cit, hlm. 142. 94 D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, diedit oleh J.E. Sahetapy dan Agustinus Pohan, Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011, hlm. 79. Universitas Sumatera utara kejiwaan antara pelaku, kelakuannya dan akibat yang ditimbulkan serta ada kesengajaan atau kelalaian. 95 Pompe baru menganggap sesorang mempunyai kesalahan jika terpenuhi tiga syarat yaitu: perbuatan itu bersifat melawan hukum, ada kesengajaan atau kelalaian serta ada kemampuan bertanggungjawab. 96 Kesalahan, tulis Jan Remmelink, 97 adalah pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat-yang menerapkan standar etis yang berlaku pada waktu tertentu-terhadap manusia yang melakukan perilaku menyimpang yang sebenarnya dapat dihindarinya. Sudarto menyatakan sebagaimana dikutip oleh Muladi dan Dwidja Priyatno 98 1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat. , untuk adanya kesalahan maka harus ada pencelaan ethics, betapapun kecilnya. Kesalahan dianggap ada jika terpenuhi beberapa unsur yaitu: 2. Hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya yang berupa kesengajaan dolus atau kelapaan culpa. 3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. 99 Moeljatno secara lebih jelas mencontohkan bahwa, kesalahan tidak ada pada anak kecil yang belum mengerti dan menginsyafi arti perbuatannya yang telah membakar sebuah rumah, atau orang gila yang menyerang dan memukuli seseorang lain tidak juga ada kesalahan pada dirinya karena jiwanya sakit, dan kesalahan juga tidak ada pada seseorang yang berada dibawah ancaman telah dipaksa melakukan 95 E.Y. Kanter S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 162. 96 Roni Wiyanto, Op.Cit, hlm. 183. 97 Jan Remmelink, Op.Cit, hlm. 142. 98 Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm. 74. 99 Ibid, hlm. 76. Universitas Sumatera utara tindakan pidana diluar kendalinya sehingga bathinnya tertekan oleh keadaan dari luar dirinya. Intinya adalah dikatakan ada kesalahan jika waktu berbuat pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa berbuat demikian padahal mampu menilai makna jelek perbuatan itu, dan ada kemampuan untuk menghindarinya. 100 Kesalahan ada jika pelaku kejahatan dapat mengetahui nilai buruknya suatu perbuatan dan ada kemampuan bathin secara bebas untuk berbuat atau tidak berbuat tindakan pidana itu, tetapi tetap dilakukannya perbuatan pidana itu. Inti kesalahan jika dihubungkan dengan pelaku tulis D. Schaffmeister dkk 101 Roeslan Saleh menyatakan untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah: a melakukan perbuatan pidana; b mampu bertanggung jawab; c dengan sengaja atau kealpaan; dan d tidak adanya alasan pemaaf. adalah pelakunya berbuat yang tidak patut secara objektif dan dapat dicelakan kepadanya. 102 Adanya kemampuan bertanggung jawab jika: 1 ada kemampuan untuk membedakan antara perbuatan baik dan buruk faktor akal intelektual faktor ; dan 2 ada kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan itu faktor kehendak volitional factor. 103 100 Moeljatno, Op.Cit, hlm. 156-157. 101 D. Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, Loc.Cit. 102 Ibid, hlm. 77. 103 Moeljatno, Op.Cit, hlm. 165-166. Universitas Sumatera utara E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menulis bahwa: 104 a. Keadaan jiwanya: Dikatakan seseorang mampu bertanggung jawab toerekeningsvatbaar, bila mana pada umumnya: 1 Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara temporair; 2 Tidak cacat dalam pertumbuhan gagu, idiot, imbecile dan sebagainya ; 3 Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadarreflece beweging, melindur slap wandel, mengigau kerena demam koorts dan sebagainya; b. Kemampuan jiwanya: 1 Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya; 2 Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; 3 Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dari hukum pidana adalah: 1 perbuatan pidana; dan 2 pertanggungjawaban pidana. Unsur perbuatan pidana adalah: 1 formil yaitu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana; dan 2 materil yaitu bersifat melawan hukum. Unsur pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan, sedangkan unsur-unsur kesalahan adalah: mampu bertanggungjawab, sengaja atau alpa, dan tidak ada alasan pemaaf. 105 Keseluruhan pendapat-pendapat para ahli di atas menggambarkan satu hal yang sangat terang bahwa wujud kesalahan selalu terikat dengan sikap bathin pelaku dalam hubungannya dengan perbuatannya beserta akibat perbuatannya itu, kondisi 104 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 249. 105 Ibid, hlm. 166. Universitas Sumatera utara mana oleh pandangan-pandangan dan harapan-harapan masyarakat terhadap pelaku masih dapat berbuat lain. Jika dilihat rumusan Pasal 183 KUHAP dan Pasal 6 ayat 2 UU Kekuasaan Kehakiman di atas secara terang dinyatakan bahwa hakim baru dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang jika ditemukan minimal dua alat bukti disertai keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Itu artinya bahwa jika benar sekalipun berdasarkan minimal 2 dua alat bukti dan didukung keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah sebagai pelakunya, tetapi untuk sampai kepada penjatuhan pidana masih diperlukan syarat penting yaitu apakah terdakwa memiliki kesalahan.

c. Teori Kesalahan Korban

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)

2 82 81

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA - Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 46

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 17