BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya
1
Anak dan dewasa adalah dua kondisi manusia yang saling membutuhkan. Sebuah siklus kehidupan yang tetap berlangsung dan bergerak, saling menopang dan
berkontribusi sesuai kodrati masing-masing. Peran strategis anak dapat menyentuh sisi-sisi kehidupan berbangsa dan bernegara dan lebih jauh dari itu ialah dimensi
ukhrawi bagi yang mempercayainya sesuai agamanya yaitu keberlangsungan kita setelah mati.
dengan sedikit perbedaan kondisi khusus yang secara manusiawi mesti ada condisio sine qua non. Perbedaan
itu sesungguhnya hanyalah sebatas beban kewajiban, tetapi prinsip-prinsip kemanusian lainnya tetap sama, anak sama manusiawinya dengan dewasa. All men
are created equal, semua orang tercipta secara sama.
2
Secara lebih tegas Hadi Supeno
3
1
Lihat bagian menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2
Pemilihan kata “mati” dalam tulisan ini sengaja dibuat untuk menghilangkan persepsi masyarakat luas akan makna yang kasar dari kata “mati” tersebut. Kata “mati” adalah kata yang
mengandung makna terhormat terbukti kata “mati” tersebut dipergunakan didalam kalimat-kalimat kitab suci Al-Qur’an dan didalam do’a-do’a yang sering dipanjatkan umat Muslim kepada Allah
menandakan bahwa kata “mati” tersebut adalah sebuah kata terhormat kalau tidak tentu kata “mati” tidak pantas tertulis di dalam sebuah kitab suci dan tidak pantas diucapkan kepada Tuhan di dalam
berdo’a.
3
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak: Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 19-22.
menyebutkan bahwa nilai anak sangat baragam yang dapat dilihat dari sisi anak sebagai nilai sejarah, anak sebagai nilai
Universitas Sumatera utara
ekonomi dan anak sebagai nilai transenden. Perspektif anak sebagai nilai sejarah berarti anak harus meneruskan sejarah dinasti atau sejarah garis keturunan sedangkan
sebagai nilai ekonomi yaitu kerena anak dipandang sebagai pembantu dalam menopang menyangga kehidupan ekonomi keluarga.
Teori Charles Darwin
4
tentang species manusia merupakan evolusi dari hewan kera purba menjadi manusia hewan homoerectus kemudian menjadi manusia
ternyata sebatas mitos berdasarkan realitas. Kontinuitas manusia akan terjamin hanya dengan kehadiran anak, tanpanya berarti kepunahan. Pelestarian kontinuitas itu
karenanya syarat mutlak yang sangat diperlukan sine qua non, patutlah kemudian jika Hadi Supeno
5
Upaya yang dilakukan oleh negara dalam melindungi anak diantaranya adalah dengan membuat berbagai peraturan perundang-undangan. Anak dengan demikian
yang dimaksud disini adalah bukan dalam pengertian anak keturunan berdasarkan hubungan anak dengan orang tuanya karena jika itu yang dimaksud maka setiap
orang dapat disebut sebagai anak berapapun usianya bagi ayahnya tetapi anak dalam menyatakan bahwa “berbicara soal perlindungan anak bukan
sekedar bicara anak dalam kajian psikologis, pedagogis atau sosiologis, lebih dari itu semua, bicara soal perlindungan anak berarti bicara soal kelangsungan hidup sebuah
komunitas, berbicara tentang rancang bangun sosial masa depan”.
4
Teori ini tertuang dalam buku karangan Charles Darwin berjudul The Origin of Species terbit tahun 1859 dan The Origin of Men terbit tahun 1871. Lihat Muhammad Qutub, Evolusi Moral,
Surabaya: Al-Ikhlas, 1995, hlm. 26.
5
Hadi Supeno, Op.Cit, hlm. 31.
Universitas Sumatera utara
artian yuridis secara umum yaitu seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun termasuk anak dalam kandungan.
6
Sebagai puncak upaya perlindungan anak, secara responsif dan progressif pemerintah menetapkan pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak untuk selanjutnya dalam penelitian ini akan disingkat Undang- Undang Perlindungan Anak ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 22
Oktober 2002 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 109 sebagai payung hukum yang secara positif berlaku sejak tahun 2003 yang pada
pokoknya juga bertujuan untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak Mewujudkan upaya negara dalam melindungi anak sesungguhnya telah
dimulai sejak tahun 1979 bertepatan sebagai tahun yang ditetapkan sebagai ”Tahun Anak Internasional” dimana pemerintah telah menetapkan sebuah peraturan untuk
meletakkan anak-anak dalam sebuah lembaga proteksi yang cukup aman, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang pada
pokoknya bertujuan menjamin kesejahteraan anak. Langkah pemerintah selanjutnya adalah menetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
yang diharapkan dapat membantu anak yang berada dalam proses hukum tetap terjamin dan terlindungi untuk mendapatkan hak-haknya.
6
Setiap negara memiliki definisi berbeda tentang anak. Batas umur di bawah 18 tahun dianut dalam Convention on the Right of The Child CRC atau Konvensi Hak Anak menetapkan
definisi anak berarti manusia di bawah umur 18 tahun, UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak juga menetapkan batas umur dibawah 18 tahun dan belum pernah kawin, UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menetapkan hal yang sama, kecuali UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang menentukan umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
Universitas Sumatera utara
sebagai penerus generasi bangsa yang harus dijamin hak-haknya dan perlindungannya dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Merujuk kepada kata-kata “perlindungan” berdasarkan adagium titulus est lex judul perundang-undanganlah yang menentukan maka kebijakan aplikasi dan
eksekusi undang-undangnya haruslah dibaca, dimaknai dan dipahami sebagai sebuah undang-undang yang berpihak pada semangat perlindungan anak.
7
Melindungi anak dalam segala bentuknya pada hakikatnya berarti melindungi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara bahkan manusia secara universal.
Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Perlindungan Anak bagian Umum alinea kedua sampai keenam dinyatakan bahwa pembentukan undang-undang ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara bertanggung jawab untuk menjaga dan memeliharanya sebagai sebuah rangkaian
Instrumen regulasi di atas tidak saja berhenti ditingkat undang-undang tetapi komitmen perlindungan anak yang lebih tegas bahkan diletakkan setingkat konstitusi
yaitu tepatnya Amandemen UUD RI 1945 pada Pasal 28B ayat 2 yang berbunyi: ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
7
Asas-asas penting dalam upaya perlindungan anak adalah: a non diskriminasi; b kepentingan terbaik bagi anak; c hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; d
penghargaan terhadap pendapat anak. Lihat Penjesalan UU Perlindungan Anak alinea keenam.
Universitas Sumatera utara
kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus yang dimulai sedini mungkin sejak dari janin.
Sejak lahirnya Undang-Undang Perlindungan Anak maka sejak saat itu segala bentuk perlindungan terhadap anak dan pelanggaran terhadapnya telah
terformulasikan secara baik dalam undang-undang tersebut dan karenanya menjadi domain
8
hukum yang pengaturannya dan penerapannya harus berdasarkan undang- undang tersebut. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
9
Perlindungan anak yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dapat dikatakan sebagai
perlindungan yang diberikan dan dijamin oleh hukum sehingga dapat dikatakan juga sebagai perlindungan hukum terhadap anak. Maidin Gultom
10
menyatakan, perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk mencipakan kondisi
agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Arif Gosita
11
8
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia Inggris, Semarang: Aneka Ilmu, 1977, hlm. 324. Domain bermakna wilayah.
9
Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
10
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2010, hlm. 33.
11
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo, 1989, hlm. 53.
mengatakan bahwa hukum perlindungan anak adalah hukum tertulis maupun tidak
Universitas Sumatera utara
tertulis yang menjamin anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
12
Perlindungan kearah yang konstruktif semakna dengan perlindungan tunas, potensi dan upaya perwujudan
cita-cita generasi muda untuk perjuangan bangsa dan negara tetapi sebaliknya “pemanfaatan” secara menyimpang terhadap anak apapun itu termasuk eksploitasi
seksual adalah semakna dengan destruksi terhadap tunas, tindakan impotensi, mematikan cita-cita perjuangan generasi muda dan ancaman kontinuitas eksistensi
13
Meskipun perlindungan anak telah diletakkan dalam sebuah tataran yuridis normatif positif fakta yuridis, tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan-tindakan
negatif terhadap anak masih saja marak terjadi jika tidak dapat dikatakan makin memanas fakta empiris. Tindakan-tindakan negatif dimaksud seperti penelantaran,
penyiksaan, diskriminasi, pencabulan, persetubuhan hingga pemerkosaan terhadap anak setiap hari menempati arus utama berita disamping tindakan korupsi dan
penyalahgunaan psikotropika dan narkotika. Statistik secara realistik menunjukkan masa depan bangsa dan negara.
12
Lihat bagian menimbang huruf c Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
13
Kata eksistensi dapat digunakan dalam arti umum untuk menandakan “apa yang ada”, misalnya dikatakan: eksistensi negara Indonesia. Akan tetapi dalam kalangan sarjana-sarjana filsafat
kata eksistensi lazim digunakan untuk menandakan keberadaan manusia saja, yakni cara manusia berada di dunia sebagai subjek yang konkrit. Lihat Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta:
Kanisius, 1995, hlm. 51.
Universitas Sumatera utara
fakta itu. Penjatuhan hukuman bagi pelaku tindakan-tindakan dimaksud bahkan telah menyesakkan lembaga pemasyarakatan namun tindakan-tindakan negatif serupa
selalu terulang kembali. Efektifitas hukum kembali dipertanyakan, teori-teori penjatuhan hukuman-pun kembali terkoreksi. Regulasi yang ada dengan berbagai
harapannya ibarat panggang jauh dari api, persetubuhan terhadap anak tidak tereliminasi bahkan meminimalisasinya seperti terlalu utopis untuk jadi realis.
Intensitasnya semakin tinggi. Anak terkesan barang produksi layak konsumsi. Eskalasi tindakan persetubuhan terhadap anak disinyalir karena pengaruh
jejaring sosial, situs-situs porno lewat internet, pornografi, pornoaksi dan gaya hidup hippis dan serba permisif, tetapi ada satu pendapat yang paling tidak terbantahkan
tingkat kebenarannya adalah bahwa korban sendirilah yang merupakan faktor kriminogen turut menjadi penyebab terjadinya kejahatan berupa persetubuhan atau
dalam perspektif viktimologi
14
sering disebut victim precipitation. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Cianjur, Jakarta Barat, telah
merekam kasus kekerasan terhadap anak meningkat bahkan tendensius dari tahun ke tahun dan sepanjang tahun 2012 tercatat kasus pencabulan dan persetubuhan terhadap
anak sebanyak 52 kasus.
15
14
Viktimologi dari kata victim korban dan logi ilmu pengetahuan, bahasa Latin victim korban dan logos ilmu pengetahuan. secara sederhana viktimologi victimology artinya ilmu
pengetahuan tentang korban kejahatan. Lihat Bambang Walyuo, Viktimologi: Perlindungan Korban Saksi, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 9.
Statistik yang sama juga terjadi di Bali yang bahkan salah
15
http:www.aktual.cososial171353kasus-kekerasan-terhadap-anak-di-cianjur-meningkat, diakses tanggal 15-02-2013.
Universitas Sumatera utara
satu pelakunya anggota Polri,
16
di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur juga tidak berbeda yang justeru salah satu pelakunya adalah ayah kandung,
17
di Samarinda berdasarkan rekapitulasi data Unit Pelayanan Perempuan dan Anak PPA Polresta
Samarinda, pada periode Januari hingga November 2012 kekerasan terhadap anak tercatat 78 kasus dan terbanyak adalah kasus persetubuhan, yakni 21 kasus yang salah
satu kasusnya adalah persetubuhan oleh ayah tiri terhadap anak tirinya 13 tahun dengan repetisi 3 tiga kali perminggu selama 5 bulan,
18
di Kabupaten Tuban ditemukan data bahwa sejak awal tahun 2012 kasus persetubuhan di kalangan remaja
jumlahnya terus mengalami peningkatan
,
19
di Depok menurut data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak PPA Polres Depok, rata-rata terdapat 10 kasus persetubuhan
remaja di bawah umur setiap bulan bahkan jumlah itu terus meningkat, dimana pihak perempuan masih berusia 12 hingga 17 tahun, sementara pihak pria berumur sama
atau bahkan sudah usia dewasa
.
Uniknya perbuatan itu rata-rata karena pergaulan bebas, usianya SMP bahkan ada yang SD, umumnya suka sama suka tanpa kekerasan
hanya bermodus bujuk rayu dan janji rasa sayang.
20
Provinsi Sumatera Utara sendiri lewat Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menyatakan bahwa
16
http:www.republika.co.idberitanasionalumum130201mhhj4r-hatihati-kasus pencabulan-anak-marak-di-kota-ini, diakses tanggal 15-02-2013.
17
http:banjarmasin.tribunnews.com20130208ketua-dewan-kutuk-pencabulan-anak- kandung, diakses tanggal 15-02-2013.
18
http:www.kaltimpost.co.idberitadetail4510kasus-persetubuhan-tertinggi.html, diakses tanggal 15-02-2013.
19
http:www.beritajatim.comdetailnews.php2Gaya_Hidup2012- 0424133411Di_Tuban,_Kasus_Persetubuhan_Pelajar_Kian_Meningkat, diakses tanggal 15-02-2013.
20
http:jakarta.okezone.comread20120524501635127seks-bebas-remaja-di-depok- meningkat, diakses tanggal 15-02-2013.
Universitas Sumatera utara
di Indonesia selama 10 tahun hingga 2010, tercatat ada 295.836 total kasus kekerasan terhadap perempuan dan dari jumlah itu, sebanyak 91.311 kasus kekerasan seksual
terhadap perempuan, dan “Sumatera Utara merupakan daerah 10 besar yang kasus kekerasan terhadap perempuannya tertinggi,” ucapnya.
21
Secara umum Provinsi Sumatera Utara sebagai peringkat pertama dalam kasus kekerasan terhadap anak
sepanjang 2012 karena tercatat 38 kekerasan anak di Indonesia terjadi di Sumut menyusul di bawahnya Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menyumbang 28
kemudian provinsi lain termasuk Jabodetabek.
22
Indonesia sendiri menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan banyak aduan kekerasan pada anak pada
tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8 persen terkait dengan kasus kekerasan diantaranya adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar
45,7 persen 53 kasus.
23
Gejala tindakan-tindakan negatif di atas tidak saja regional tetapi juga universal. Afrika Selatan misalnya adalah tempat kasus pemerkosaan terbesar di
dunia, pelecehan seksual terhadap anak di Amerika Serikat diperkirakan menembus angka 8 hingga 71 dan menurut Departemen Pendikan Amerika Serikat hampir
9,6 dari siswa menjadi target tindak kejahatan seksual oleh pendidik kadang selama masa sekolah mereka, di Inggris pelecehan seksual terhadap anak mencapai
21
http:www.mandailingonline.com201211kekerasan-seksual-terhadap-perempuan-di- sumut-tinggi, diakses tanggal 15-02-2013.
22
http:www.klikheadline.cominberitakomnas-kasus-kekerasan-anak-terbanyak-di- sumut.html, diakses tanggal 15-02-2013.
23
Ibid.
Universitas Sumatera utara
12 , Finlandia berdasarkan survey tahun 1992 mengungkap kasus insestual
24
yang sangat menyolok, di Taiwan berdasarkan satu survei, 2,5 dari remaja Taiwan
melaporkan telah mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-kanak, di India pelecehan seksual terhadap anak mencapai 53,22 .
25
Keseluruhan data di atas diasumsikan lebih kecil dari fakta yang sebenarnya yang diduga mancapai 10 kali lipat karena tidak semua kasus dapat diketahui atau
dilaporkan sehingga data yang sebenarnya tetap menjadi terra incognita wilayah gelap yang tidak diketahui pastinya. Artinya angka-angka di atas adalah kalkulasi
batas prediksi bukan presisi sehingga masih merupakan posisi dark number crime.
26
Persetubuhan merupakan istilah yuridis yang dalam ilmu biologi lebih umum dikenal dengan istilah senggama. Persetubuhan adalah peraduan antara anggota
kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk kedalam anggota kemaluan
Merujuk angka di atas tidaklah berlebihan jika sementara pemerhati menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak dalam segala bentuknya benar-benar berada pada
level kode merah code red termasuk diantaranya persetubuhan terhadap anak.
24
Insestual berasal dari kata inses yang berarti hubungan seksual atau perkawinan antara dua orang yang bersaudara kandung yang dianggap melanggar adat, hukum atau agama. Lihat
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 539. Kata inses sehari-hari lebih dikenal dengan sebutan
sumbang.
25
http:id.wikipedia.orgwikiPelecehan_seksual_terhadap_anak, diakses tanggal 15-01- 2013.
26
Dark number crime dimaknai sebagai angka kajahatan yang belum diketahui jumlah pastinya.
Universitas Sumatera utara
perempuan, sehingga mengeluarkan air mani sesuai dengan Arrest Hooge Raad 5 Pebruari 1912 W.9292.
27
Persetubuhan yang dimaksud dalam penelitian ini umumnya dimaknai sebagai perbuatan suka sama suka dan tanpa paksaan kekerasan sebagai lawan dari
persetubuhan dengan paksaan ancaman dan tanpa kerelaan yang lebih dikenal sebagai pemerkosaan. Adanya unsur suka-sama suka, tanpa paksaan dan kekerasan
sebagai dasar persetubuhan, jika merujuk pendapat Haskel dan Yablonsky
28
itu tidak termasuk kategori kejahatan kekerasan, sebab yang menjadi dasar kategori kejahatan
kekerasan menurut keduanya adalah pembunuhan murder, perkosaan dengan penganiayaan forcible rape, perampokan robbery dan penganiayaan berat
aggravated assault. Hal senada juga dianut oleh Clinard dan Quinney
29
Salah satu isu paling destruktif diantara isu-isu lainnya yang terkait dengan anak adalah perbuatan persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh pelaku yang
umumnya telah berumur dewasa ataupun dalam kasus-kasus tertentu juga dilakukan oleh sesama anak. Ajaran agama Islam memandang persetubuhan atas dasar suka
yang menyatakan bahwa kejahatan kekerasan meliputi perbuatan yang berakibat luka-luka
secara fisik seperti pembunuhan homicide, penganiayaan berat aggravated assault, perkosaan dengan kekerasan forcible rape.
27
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1994, hlm. 209.
28
Martin R. Haskel Lewis Yablonsky, dalam Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan
Kekerasan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm. 34.
29
Marshall B. Clinard Richard Quinney, dalam Ibid, hlm. 34-35.
Universitas Sumatera utara
sama suka diluar pernikahan adalah perzinahan terlepas apakah salah satu pelakunya atau keduanya terikat perkawinan atau tidak dengan orang lain.
30
Persetubuhan pada dasarnya bukanlah perbuatan yang berkonotasi negatif tetapi perbuatan yang produktif positif bagi manusia bahkan hewan untuk
kelangsungan eksistensi hidup. Persetubuhan adalah perbuatan biologis yang dapat bernilai positif dan juga negatif. Positifnya adalah ketika perbuatan itu dilakukan
sesuai dengan ketentuan hukum, budaya ataupun agama tetapi negatifnya adalah ketika perbuatan itu terjadi secara menyimpang dari koridor hukum, budaya dan
agama. Persetubuhan dengan demikian menjadi tindakan yang tergolong profan
31
Terminologi persetubuhan adalah terminologi yang secara tegas dipakai dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pada Pasal 81 sehingga persetubuhan
adalah telah menjadi terminologi hukum dalam Undang-Undang dimaksud. Persetubuhan adalah delik tindak pidana yang tergolong kedalam delik kesusilaan.
Delik kesusilaan adalah delik yang berhubungan dengan masalah kesusilaan. dan
ilegal ketika di dalamnya ada motivasi dan deviasi yang kontra dengan hukum, budaya dan agama.
32
30
Neng Djubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm. 119.
31
Profan berarti tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan ; lawan sakral, tidak kudus karena tercemar, kotor atau tidak suci. Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit,
hlm. 1104.
32
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 265.
Persetubuhan dengan demikian dapat dikatakan sebagai pelanggaran atas nilai-nilai kesusilaan dan karenanya juga dikatakan sebagai pelanggaran hukum, sebab
Universitas Sumatera utara
dikatakan, tulis Barda Nawasi Arief
33
bahwa hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal das recht ist das ethische minimum
sedangkan hukum pidana beranjak dari suatu “batas etik minimum”.
34
Persetubuhan terhadap anak potensial mengancam hak-hak anak secara keseluruhan yang pada akhirnya mengancam kepentingan psycologis, ekonomis,
sosial, moralitas, agama dan kultur budaya tidak saja anak an sich tetapi dalam skala yang lebih massif yaitu bangsa dan negara bahkan lintas negara internasional.
Mengingat alasan inilah kemudian dalam Undang-Undang Perlindungan Anak persetubuhan terhadap anak diancam dengan sanksi berat yaitu diancam dengan
hukuman
35
penjara minimal 3 tiga tahun, maksimal 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000,- enam puluh juta rupiah dan paling banyak Rp.
300.000.000,- tiga ratus juta rupiah. Persetubuhan terhadap anak dengan demikian telah menjadi perbuatan yang dapat dipidana tindak pidana. Tindak pidana adalah
perilaku yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolelir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan
oleh hukum pidana. Perilaku atau perbuatan tersebut dapat berupa gangguan atau menimbulkan bahaya terhadap kepentingan atau objek hukum tertentu.
36
33
Ibid.
34
Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasa-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Penerapannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 25.
35
Hukuman adalah penamaan umum bagi semua akibat hukum karena melanggar suatu norma hukum. Lihat E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hlm. 12.
36
Jan Remmelink, Op.Cit, hlm. 61.
Universitas Sumatera utara
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1202 KPID.SUS2009 tanggal 22 Juni 2009 adalah sebuah perkara yang berkaitan dengan perbuatan persetubuhan yang
dilakukan seorang laki-laki bernama BHZ berumur 21 dua puluh satu tahun terhadap anak perempuan bernama VP yang telah berusia 17 tujuh belas tahun, atas
dasar hubungan pacaran, suka-sama suka tanpa paksaan. Pengadilan Negeri Medan menyatakan perbuatan BHZ terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan sehingga menjatuhkan pidana penjara selama 12 dua belas tahun dan
denda Rp. 60.000.000,- enam puluh juta rupiah subsider 6 enam bulan kurungan sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor: 2417Pid.B2008PN-Mdn tanggal 18
Desember 2008, hukuman mana kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan dalam Putusan Nomor: 38Pid2009PT.MDN tanggal 5 Pebruari 2009 dan ditingkat
kasasi hukuman itu dikurangi menjadi pidana pejara selama 4 empat tahun dan denda Rp. 60.000.000,- enam puluh juta rupiah subsider 6 enam bulan kurungan.
Sewaktu pemeriksaan ditingkat Pengadilan Negeri Medan BHZ tidak didampingi penasihat hukum padahal ancaman hukuman atas perbuatan yang
didakwakan yaitu Pasal 81 ayat 2 dan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman penjara minimal 3 tiga tahun maksimal 15 lima belas tahun dan
denda paling sedikit Rp. 60.000.000,- enam puluh juga rupiah dan paling banyak Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah serta Pasal 293 ayat 1 KUHP ancaman
pidana penjara maksimal 5 lima tahun.
Universitas Sumatera utara
Level ancaman hukuman yang didakwakan telah memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat 1 KUHAP yang menegaskan :
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
Merujuk ketentuan Pasal 56 ayat 1 KUHAP di atas, Pengadilan Negeri
Medan yang memeriksa dan mengadili perkara dimaksud tanpa penasihat hukum adalah melanggar ketentuan hukum acara undue process yang terklasifikasi sebagai
pelanggaran hak asasi terdakwa untuk diperiksa secara adil dan simbang di depan pengadilan disamping pembelaan diri secara maksimal sulit untuk terwujud.
Penjatuhan pidana penjara selama 12 tahun dalam penilaian terdakwa tidak mencerminkan keadilan sehingga kemudian menjadi alasan tersendiri bagi
keluarganya mendatangi kantor advokat dan meminta agar perkara tersebut dilakukan pembelaan melalui upaya hukum yang tersisa.
37
Penasehat hukum terdakwa kemudian melakukan upaya hukum banding dan kasasi.
38
37
Kantor dimaksud adalah Lembaga Bantuan Hukum dan Perlindungan Konsumen LBH- PK “PERSADA”, tempat peneliti waktu itu bekerja sebagai advokat yang beralamat di Jalan Mesjid
Raya Baru No. 5 Medan.
38
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang dapat berupa banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam hal-hal serta menurut cara-cara yang diatur dalam undang-undang. Lihat Redaksi Asa Mandiri, Pedoman Pelaksanaan KUHAP, Jakarta: Penerbit
Asa Mandiri, 2007, hlm. 17. Bandingkan dengan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana KUHAP.
Keberatan penasehat hukum dalam upaya hukum dimaksud adalah seputar pelanggaran proses hukum acara karena tidak didampingi penasehat hukum dan berat
Universitas Sumatera utara
ringannya penjatuhan hukuman
strafmaat yang
dianggap kurang
mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan diantaranya fakta seputar kematangan kognitif berfikir korban untuk dibujuk melakukan
persetubuhan tanpa paksaan, berkali-kali dan atas dasar hubungan asmara serta adanya upaya damai dari pihak keluarga terdakwa. Terdakwa menilai bahwa
sesungguhnya korban merupakan faktor kriminogen, berkontribusi dan memprovokasi sehingga turut menimbulkan tindakan persetubuhan yang seharusnya
dinilai sama salahnya dengan terdakwa. Keberatan ini pada akhirnya mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung sehingga pada akhirnya terdakwa dijatuhi
pidana penjara selama 4 empat tahun. Putusan Mahkamah Agung ini menarik karena terkandung di dalamnya
pertimbangan hukum motivering yang mengandung ekstra juridis karena mempertimbangkan fakta-fakta sebagai alasan yang kemudian memperingan
hukuman terdakwa, yang lazimnya pertimbangan fakta-fakta itu adalah domain judex factie.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik dan terdorong untuk membahas persoalan ini menjadi sebuah penelitian tesis dengan judul “Penegakan
Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan Pada Anak Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1202 KPID.SUS2009”.
Universitas Sumatera utara
B. Perumusan Masalah