Mahkamah Agung Memperhatikan Keberadaan Umur Korban yang Sudah 17 Tahun Mahkamah Agung Mempertimbangkan Fakta-Fakta Seputar Kausalitas Persetubuhan.

ayat 1 KUHAP tidak mengikat secara wajib jika terdakwa secara nyata tidak menginginkan didampingi penasehat hukum. Pertimbangan Hakim Agung seputar pembenaran pertimbangan judex factie ini yang tertuang dalam putusannya sangat singkat sehingga untuk mengetahui kenapa pertimbangannya sampai kepada pembenaran pertimbangan judex factie dan menolak keberatan-keberatan terdakwa dimaksud tidak ditemukan dalam putusan ini secara memuaskan.

2. Mahkamah Agung Memperhatikan Keberadaan Umur Korban yang Sudah 17 Tahun

Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya membenarkan umur saksi korban yang masih berusia 17 tahun sebagai anak berdasarkan ketentuan Undang- Undang Perlindungan Anak dan bukan berumur 15 tahun. Pertimbangan ini mengindikasikan bahwa Mahkamah Agung secara tidak langsung mengakui kematangan kognitif dan kecerdasan saksi korban dalam menilai tentang baik buruknya suatu perbuatan dan memutuskan suatu hal. Pertimbangan tentang umur saksi korban ini memang sangat singkat, tetapi dengan menghubungkannya dengan pertimbangan selanjutnya dimana dinyatakan “bahwa sekalipun unsur-unsur Pasal 81 ayat 2 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terpenuhi tetapi ada alasan bahwa saksi korban dan terdakwa melakukan hubungan suami isteri atas dasar suka sama suka”, dapat diambil sebuah dasar berfikir bahwa mahkamah agung telah menganggap saksi korban yang telah Universitas Sumatera utara berumur 17 tahun sebagai seorang yang telah dapat menentukan kehendaknya berupa menyetujui perbuatan persetubuhan dengan terdakwa. Dasar berfikir di atas mendapat dukungan ahli psikologi Elizabeth B. Hurlock 278 dengan menulis “Pada akhir masa remaja sebagian besar remaja laki-laki dan perempuan sudah mempunyai cukup informasai tentang seks guna memuaskan keingintahuan mereka”. Selanjutnya Elizabeth B. Hurlock menulis bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. 279 Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif dimana remaja telah mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan hipotesis atau proposisi. 280

3. Mahkamah Agung Mempertimbangkan Fakta-Fakta Seputar Kausalitas Persetubuhan.

Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan 278 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012, hlm. 226. 279 Ibid, hlm. 206. 280 Ibid, hlm. 225. Universitas Sumatera utara undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. 281 Tetapi jika memperhatikan putusan Mahkamah Agung secara satu kesatuan dengan Putusan Pengadian Tinggi Medan dan Pengadilan Negeri Medan in casu akan tampak bahwa sesungguhnya Mahkamah Agung telah mempertimbangkan hal-hal yang tidak dipertimbangkan oleh judex factie yang seharusnya mempertimbangkan itu. Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan “ Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Ketiadaan pertimbangan perihal kausalitas ini telah menjadikan putusan judex factie sebagai putusan yang tidak cukup pertimbangan onvoldoende gemotiveerd Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan tertinggi yang hanya bertugas dan berwenang untuk menguji tentang substansi peraturan hukumnya sehingga disebut sebagai judex juris dan tidak boleh memberikan penilaian terhadap fakta- fakta yang menjadi kewenangan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding sebagai judex juris. Jika berpedoman kepada pendapat ini, maka pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara ini tampak seperti melanggar kewenangan itu karena secara nyata mempertimbangkan perihal kausalitas persetubuhan itu yang di dalamnya terkandung perihal fakta-fakta sehingga akhirnya meringankan hukuman terdakwa. 281 http:www.mahkamahagung.go.idpr2news.asp?bid=7, diakses tanggal 25 April 2013. Universitas Sumatera utara insufficient judgement yang tergolong kedalam ruang lingkup yang dalam prakteknya dapat menjadi alasan kasasi yang termasuk kedalam kesalahan penerapan hukum. 282 M. Yahya Harahap menulis: 283 Ketentuan tersebut dimaksudkan agar hakim tidak hanya sekedar menerapkan bunyi undang-undang sebagaimana adanya tanpa mempertimbangkan hal-hal yang Putusan yang demikian tidak sesuai karena berada di bawah standar sehingga putusan itu tidak memuaskan. pada umumnya suatu putusan yang diketegorikan onvoldoende gemotiveerd, sering bertitik singgung dengan kesalahan penerapan hukum pembuktian. Fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan tidak dipertimbangkan secara menyeluruh dan komprehensif. Pertimbangan yang cukup dan lengkap perihal segala sesuatu yang terungkap dipersidangan adalah suatu hal yang mesti ada dalam setiap putusan pengadilan. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 03 Tahun 1974 tanggal 5 Nopember 1974 yang menyatakan bahwa: Dengan tidakkurang memberikan pertimbanganalasan, bahkan alasan-alasan itu kurang jelas, sukar dapat dimengerti ataupun bertentangan satu sama lain, maka hal demikian dapat dipandang sebagai suatu kelalaian dalam acara, yang dapat mengakibatkan batalnya putusan pengadilan yang bersangkutan dalam pemeriksaan tingkat kasasi. 282 Dalam prakteknya, pemohon kasasi baik itu Penuntut Umum dan Advokat yang mewakili Terdakwa kerap mempergunakan alasan kurang cukup pertimbangan onvoldoende gemotiveerd hakim judec factie sebagai alasan kasasi karena demikian luasnya pengertian dari kurang cukup pertimbangan itu sendiri yang lebih kepada penilaian yang subjektif. Alasan yang sama juga ditempuh dalam upaya hukum peninjauan kembali yang hampir selalu merupakan pilihan yang pavorit berupa alasan adanya suatu kekhilapan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP karena demikian luasnya pengertian suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata yang lebih kepada penilaian subjektif. Pilihan-pilihan ini juga ditempuh para pemohon kasasi dan pemohon peninjauan kembali baik dalam perkara perdata, perkara tata usaha negara dan perkara di pengadilan agama. 283 M. Yahya Harahap III, Op.Cit, hlm. 343. Universitas Sumatera utara barangkali dapat memperberat atau memperingan hukuman atau bahkan menghapuskan pidana bagi pelaku tindak pidana. Faktor-faktor kausalitas yang di dalamnya mungkin terkandung anasir-anasir motivasi, intensi atau sikap bathin serta kondisi yang ada sebelum dan sesudah terjadinya suatu tindak pidana adalah variabel-variabel yang seharusnya mendapat tempat yang penting dalam pertimbangan hakim yang harus diperhitungkan guna mengukur tingkat kesalahan seseorang sebelum sampai kepada penjatuhan hukuman yang diharapkan sebagai manifestasi keadilan. Hal ini tercermin dari Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1401Pid2007 tanggal 27 Nopember 2007 yang pada pokoknya mempertimbangkan kausalitas pemukulan yang termasuk di dalamnya pertimbangan terhadap fakta-fakta, sehingga MA membatalkan putusan judex factie yang menjatuhkan pidana penjara 4 empat bulan menjadi pidana penjara 4 empat bulan percobaan, dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa terlepas dari alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi Terdakwa yang tidak mengacu pada Pasal 253 ayat 1 KUHAP, alasan pemukulan yang dilakukan Terdakwa pada saksi korban perlu pula dipertimbangkan. Saksi korban yang pernah memasuki kamar tidur Terdakwa yang didalam kamar itu hanya ada istri dan anak Terdakwa yang sedang tidur, yang kemudian saksi korban sempat meraba wajah istri Terdakwa adalah perbuatan yang sangat tercela di mata masyarakat. Perbuatan memukul yang dilakukan Terdakwa pada saksi korban adalah salah, akan tetapi perbuatan saksi korban yang masuk kamar Terdakwa, meraba muka istri Terdakwa adalah perbuatan yang tercela yang kurang dipertimbangkan judex factie. Pertimbangan Mahkamah Agung terhadap fakta-fakta berupa adanya hubungan istimewa saksi korban dengan terdakwa sejak April 2007 yang telah melakukan hubungan persetubuhan secara berulang kali dengan disertai fakta bahwa Universitas Sumatera utara saksi korban sendiri datang berkali-kali ke rumah terdakwa dan bahkan ke tempat kerja terdakwa di Hotel Sanggam Ambarita Samosir yang kesemua peristiwa ini tanpa paksaan terdakwa adalah pertimbangan yang harus ada dalam menjatuhkan hukuman, dan atas motivasi keadilan Mahkamah Agung telah bertindak untuk itu.

4. Mahkamah Agung Menghargai I’tikad Baik Terdakwa Untuk Bertanggungjawab.

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)

2 82 81

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA - Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 46

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 17