Latar Belakang dan Sejarah Konvensi Hak Anak

2 Konvensi Nomor 79 dan Nomor 90 tentang kerja malam hari bagi pekerja usia muda 3 Konvensi Nomor 138 tentang batas minimum bagi anak-anak bekerja. g. The Tourism Bill of Rights and the Tourist Code 1985 yang telah disahkan WTO World Tourism Organization Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa negara-negara peserta mencegah kemungkinan pariwisata untuk eksploitasi pelacuran dalam segala maksudnya. h. Refugee and Humanitarian Law 60

B. Convention on the Right of Child Sebagai Acuan Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak

Convention on the Right of Child atau dalam bahasa Indonesia disebut Konvensi Hak Anak, merupakan perjanjian Internasional yang memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak. Dalam Konvensi ini diatur tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak. Konvensi ini merupakan perjanjian yang mengikat di berbagai negara. Konvensi ini juga menegaskan berlakunya hak asasi manusia bagi semua usia, meningkatkan standar sesuai hak asasi manusia dengan anak-anak.

1. Latar Belakang dan Sejarah Konvensi Hak Anak

Gagasan mengenai Konvensi Hak Anak bermula setelah berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan 60 Ibid hal 101 Universitas Sumatera Utara terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktifis perempuan dalam pawai protes mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang diantaranya adalah aktifis perempuan bernama Eglantyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak-hak anak yang pada tahun 1923 diadopsi oleh Save The Children Fund International Union. Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara Internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga dengan “ Deklarasi Jenewa ”. setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun 1948, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia 10 Desember. Peristiwa yang setiap tahun diperingati sebagai “ Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ” yang menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM. Pada tahun 1959, Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai Hak Anak, merupakan deklarasi Internasional kedua. Tahun 1979, saat dicanangkannya “ Tahun Anak Internasional”, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar Internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak Anak. Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 Nopember. Rancangan inilah yang menjadi Konvensi Hak Anak Convention on The Right of Child. Tanggal 2 September 1990, Konvensi Hak Anak mulai diberlakukan sebagai Hukum Internasional, sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat 1, “ Konvensi Hak Anak ini akan diberlakukan pada hari ketigapuluh Universitas Sumatera Utara setelah tanggal diterimanya oleh Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa instrumen ratifikasi atau keikutsertaan yang keduapuluh.” 61 a. Prinsip Non-Diskriminasi Ada 4empat prinsip hukum Internasional yang terdapat dalam Konvensi Hak Abak ini, yaitu : Prinsip ini dimuat dalam Pasal 2, yang intinya menyatakan “Negara-Negara Peserta harus memastikan bahwa semua anak dalam wilayahnya menikmati hak mereka. Tidak seorang anakpun akan menderita mengalami diskriminasi. Hal ini beraku untuk semua anak, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, dan asal-usul kebangsaan, sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran, atau status lain dari orang tua atau wali yang sah dari anak tersebut.” Pesan penting dalam Pasal ini adalah persamaan kesempatan antara semua anak. Anak-anak perempuan harus diberikan kesempatan yang sama seperti halnya anak laki-laki. 62 b. Prinsip Kepentingan yang Terbaik bagi Anak Prinsip ini dirumuskan dalam Pasal 3, yaitu jika penguasa suatu negara mengambil keputusan yang mempengaruhi anak-anak, perimbangan pertama haruslah didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak. Prinsip ini berkenaan dengan keputusan pengadilan, pejabat, pejabat administratif, badan-badan legislatif, dan juga lembaga-lembaga kesehjahteraan sosial pemerintah maupun swasta. Hal ini tentu merupakan pesan mendasar dari 61 Ima Susilowati. Op.Cit hal. 13 62 Achmad Romsan. Op.Cit. hal 150 Universitas Sumatera Utara Konvensi ini, dan penerapan prinsip ini merupakan suatu tantangan yang besar. Prinsip Kepentingan terbaik untuk anak, menjadi prinsip tatkala sejumlah kepentingan lainnya melingkupi kepentingan anak. Sehingga dalam hal ini, kepentingan terbaik untuk anak harus diutamakan dari kepentingan lainnya. Kepentingan terbaik bagi anak bukan dipahami sebagai memberikan kebebasan anak menentukan pandangan dan pendapatnya secara liberal. Peran orang dewasa justru untuk menghindari anak memilih suatu keadaan yang justru tidak adil dan tidak eksploitatif, walaupun hal itu tidak dirasakan lagi oleh anak. 63 c. Prinsip Hak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup dan Mengembangkan diri Prinsip ini diatur dalam Pasal 6 Konvensi Hak Anak. Pasal mengenai hak untuk hidup ini mencakup rumusan mengenai hak untuk bertahan dan hak untuk mengembangkan diri, yang harus dijamin semaksimal mungkin. Istilah mengembangkan diri dalam hal ini harus ditafsirkan secara luas, dengan menambahkan tidak hanya dimaksud untuk jasmani saja tetapi juga perkembangan mental, emosional kognitif, sosial dan budaya. d. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak Mengenai pandangan anak, dirumuskan dalam Pasal 12. Dalam Pasal 12 ini menekankan terhadap anak-anak yang mampu untuk mengeluarkan dan mampu untuk menyampaikan pendapat tersebut secara bebas, dan pendapat yang diberikan harus sesuai dengan umur, kemampuan, dan tingkat 63 Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas. Op.Cit. Hal 105 Universitas Sumatera Utara kedewasaan anak tersebut. Termasuk juga dalam hak itu adalah hak untuk didengar dalam prosedur hukum dan administratif. 64

2. Konvensi Hak Anak Sebagai Sumber Hukum

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

7 112 91

Upaya United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013

1 29 111

PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI VIETNAM DI PULAU GALANG KEPULAUAN RIAU PADA TAHUN 1979-1996 OLEH UNHCR (UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES) DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1951 DAN UNDANG-UNDANG N.

0 0 1

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 10

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 1

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 15

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 27

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

0 0 18