Bentuk Perlindungan Pengungsi Anak dalam Konvensi Hak Anak

pengungsi, atau yang dianggap sebagai pengungsi sesuai dengan prosedur dan hukum Internasional atau nasional yang berlaku, baik didampingi maupun tidak didampingi oleh orang tuanya atau orang lain, akan memperoleh perlindungan atau bantuan kemanusiaan yang layak untuk menikmati hak berlaku yang dinyatakan dalam Konvensi ini, dalam instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia atau humaniter lainnya dimana Negara tersebut menjadi peserta. Untuk tujuan ini, Negara-Negara Peserta, bila mereka menganggap layak, harus bekerjasama dalam setiap upaya yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga antar pemerintah yang berwenang atau organisasi-organisasi non pemerintah yang bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk melindungi dan membantu anak seperti itu dan melacak orangtuanya atau anggota keluarga lain dari pengungsi anak tersebut untuk memperoleh informasi yang diperlukan bagi menyatukan kembali dengan keluarganya. 87

C. Bentuk-Bentuk Perlindungan dalam Konvensi Hak Anak Terhadap Pengungsi Anak oleh UNHCR

1. Bentuk Perlindungan Pengungsi Anak dalam Konvensi Hak Anak

Konvensi Hak Anak merupakan Perjanjian Internasional yang memberikan perlindungan terhadap anak diseluruh dunia termasuk pengungsi anak. Dalam Pasal 22 Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa seorang anak yang sedang mengusahakan status pengungsi atau yang dianggap sebagai pengungsi, yang 87 Ibid hal 154 Universitas Sumatera Utara didampingi atau yang tidak didampingi oleh orang tuanya, memperoleh perlindungan yang layak dan bantuan kemanusiaan dalam menikmati hak-hak yang berlaku dalam Konvensi. Selain Pasal 22 ini, masih ada Pasal yang berhubungan dengan pengungsi anak, yaitu : a. Pasal 7 dan Pasal 8 Dalam Pasal tersebut, seorang anak berhak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan, serta kewajiban negara untuk melindungi dan bilamana perlu, memulihkan kembali aspek dasar jati diri seorang anak nama, kewarganegaraan dan ikatan keluarga. Anak yang berada di pengungsian, anak tersebut bisa jadi tidak memiliki kewarganegaraan yang sah. Hal ini karena pengungsi belum memiliki kewarganegaraan yang jelas dan belum berada di tempat yang sesuai bagi mereka. b. Pasal 9 dan Pasal 10 Dalam Pasal 9 menerangkan bahwa negara akan menjamin agar seorang anak tidak terpisah dengan orang tuanya, kecuali pemisahan itu dilakukan untuk kepentingan anak yang lebih baik. Hak anak untuk mempertahankan hubungan dengan kedua orang tuanya jika terpisah dari salah satu atau keduanya. Pasal 10 ini bersesuaian dengan Pasal 9, seorang anak berhak untuk bersatu kembali dengan orang tuanya dalam kesatuan sebuah keluarga. Terpisahnya anak-anak dari orang tua ataupun keluarganya merupakan hal yang sulit. Hal ini karena anak-anak akan menyesuaikan diri lagi terhadap orang-orang baru dan orang-orang yang Universitas Sumatera Utara berada di lingkungan barunya. Selain itu, anak-anak juga mempunyai kemungkinan untuk dimanfaatkan demi kepentingan orang-orang tertentu. c. Pasal 20 Pasal ini tentang kewajiban negara untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak yang kehilangan keluarga mereka serta untuk menjamin tersedianya alternatif pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai bagi mereka dengan mempertimbangkan budaya anakSeorang anak yang kehilangan lingkungan keluarganya berhak memperoleh perlindungan khusus dari negara. Negara akan menjamin adanya perawatan alternatif untuk anak yang kehilangan anggota keluarganya. Perawatan tersebut antara lain: 1 Penempatan pada pengasuh pengganti 2 Kafalah dari hukum Islam 3 Adopsi 4 Anak asuh ditempatkan di lembaga yang sesuai dengan perawatan anak Anak yang kehilangan lingkungannya, apabila mendapat kesempatan untuk diadopsi haruslah disesuaikan dengan agama dan budaya anak tersebut. Hal ini agar anak yang hendak diadopsi tidak secara terpaksa untuk mengikuti hal-hal baru di tempat yang baru, karena seorang anak masih perlu proses penyesuaian. Universitas Sumatera Utara d. Pasal 25 Pasal 25 berisikan tentang peninjauan secara periodik terhadap anak-anak yang ditempatkan dalam pengasuhan oleh negara karena alasan perawatan, perlindungan, atau penyembuhan. “negara-negara peserta mengakui hak anak yang ditempatkan oleh penguasa-penguasa yang berwenang untuk tujuan perawatan, perlindungan atau pengobatan kesehatan fisik atau mentalnya, atas tinjauan berkala dari perawatan yang diberikan kepada anak dan semua keadaan yang relevan dengan penempatan itu.” e. Pasal 35 dan Pasal 36 Pasal 35 merupakan tentang kewajiban negara untuk mecegah penjualan, penyeludupan, dan penculikan anak. Pasal 36 tentang hak anak atas perlindungan dari semua bentuk eksploitasi. Negara akan berusaha mengambil langkah-langkah untuk mencegah penculikan, penjualan, ataupun perdagangan anak untuk tujuan atau dalam betuk apapun. Negara juga akan melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi yang merugikan segala aspek kesehjahteraan anak. Perdagangan anak dewasa ini sangat memprihatinkan, anak-anak diculik dari orang tuanya dan dijual ke orang- orang yang baru yang hendak memiliki anak. Perdagangan anak juga dalam beberapa kasus ada berupa penjualan organ. Hal ini juga merampas hak hidup serta kebebasan anak dalam menjalani dan menikmati hidupnya. Universitas Sumatera Utara f. Pasal 37 Dalam Pasal 37 tentang larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup, dan penahanan semena-mena atau perampasan kebebasan terhadap anak. Negara akan memastikan: 1 Tidak seorangpun anak akan mengalami siksaan, kekejaman, perlakuan yang tidak manusiawi atau yang menurunkan harkat dan martabat. 2 Tidak seorag anak pun akan kehilangan kebebasannya secara tidak sah dan sewenang-wenang. Setiap anak yang dirampas kebebasannya akan diperlakukan secara manusiawi dan menghargai martabat seorang manusia. Anak tersebut juga akan segera mendapatkan haknya untuk mendapat bantuan hukum. Penyiksaan yang didapat seorang anak dapat menjadi trauma bagi anak tersebut. Trauma yang dialami anak, dapat menjadi dampak buruk bagi masa depannya. Anak dapat berperilaku lebih buruk dari penyiksaan yang didapat sebelumnya. Begitu pula pembatasan kebebasan anak, anak yang kebebasannya dibatasi akan menjadi anak yang anti-sosial sehingga anak sulit untuk berinteraksi orang-orang yang berada dilingkungannya dan cenderung menutup diri dari orang-orang yang baru. Hal ini tentu dapat menjadi dampak buruk di masa depan, dimana anak berinteraksi dan bekerja dalam kelompok masyarakat. Universitas Sumatera Utara g. Pasal 39 Pasal 39 merupakan tentang kewajiban negara untuk menjamin agar anak yang menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan, penelantaran, salah perlakuan, atau eksploitasi, memperoleh perawatan yang layak demi penyembuhan dan re-integrasi sosial mereka. “Negara akan mengambil langkah yang tepat untuk pemulihan fisik maupun psikologis dan reintegrasi dalam masyarakat terhadap anak yang menjadi korban : 1 Penelantaran 2 Eksploitasi 3 Penyalahgunaan 4 Penyiksaan 5 Setiap bentuk kekejaman, tidak manusiawi, atau yang merendahkan martabat seorang manusia” Bagi negara-negara yang meratifikasi Konvensi Status Pengungsi tahun 1951 dan Konvensi Hak Anak tahun 1989, maka bentuk perlakukan yang layak diberikan kepada pengungsi anak berpa kebutuhan dasar anak tersebut, seperti halnya sandang, pangan, papan, kesehatan serta pendidikan. Semua kebutuhan dasar anak ini menjadi kebutuhan dasar untuk tumbuh dan berkembang anak, sehingga perlu dipenuhi. Berbeda halnya dengan Negara-Negara yang hanya menjadi bagian dari salah satu Konvensi saja, atau dengan kata lain, negara tersebut meratifikasi Konvensi Hak Anak tetapi tidak meratifikasi Konvensi Status Pengungsi, negara tersebut hanya menjalankan Pasal 22 Konvensi Hak Anak yang berhubungan dengan pengungsi anak. Negara yang hanya meratifikasi Konvensi Hak Anak dan Universitas Sumatera Utara tidak meratifikasi Konvensi Status Pengungsi tidak berkewajiban untuk memenuhi hak pengungsi anak sebagaimana yang ana dalam Pasal 22 Konvensi Hak Anak. Selain itu, penerapan Pasal 22 Konvensi Hak Anak dipandang masih belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan hukum pengungsi anak dan pencari suaka anak. Hal ini karena masih banyak permasalahan yang muncul yang dihadapi pengungsi anak. Bukan hanya banyak permasalahan yang muncul saja, tetapi juga belum ada upaya penyelesaian dan perlindungan hukum yang pasti bagi pengungsi anak dan pencari suaka anak.

2. Bantuk Perlindungan Pengungsi Anak berdasarkan Konvensi Hak Anak oleh UNHCR

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

7 112 91

Upaya United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013

1 29 111

PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI VIETNAM DI PULAU GALANG KEPULAUAN RIAU PADA TAHUN 1979-1996 OLEH UNHCR (UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES) DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1951 DAN UNDANG-UNDANG N.

0 0 1

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 10

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 1

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 15

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 27

Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Pengungsi Anak Menurut Konvensi Hak-Hak Anak 20 Nopember 1989 Oleh UNHCR (United Nations High Commisioner For Refugees)

0 0 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

0 0 18