terganggu. Secara lengkap rekomendasi itu dituangkan dalam poin berikut :
“To reiterate that, in view of the experience gained from the massive flows of the refugees on the Central American area, it is necessary to
consider enlarging the concept of the refugee, bearing in mind, as far as appropriate and in the light of the situation prevaling in the religion, the
precedent of the OAU Convention article 1, paragraph 2 and the doctrine employed in the reports of the Inter-American Commission on
Human Right. Hence the definition or concept of a refugee to be recommended for use in the region is one which, in addition to containing
the elements of the 1951 Convention and the 1967 Protocol, includes among refugees person who have fled their country because their lives,
safety or freedom have been threatened by generalized violence, foreign aggresion, internal conflicts, massive violation of Human Right or other
circumstances which have seriously disturbed public order”
38
B. Syarat Pengungsi
1. Pengaturan tentang Pengungsi
Ada beberapa Insrumen Internasional yang mengatur standar baku terhadap perlakuan untuk para pengungsi. Pengaturan tersebut antara lain:
a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967 tentang
Status Pengungsi
39
38
Ibid hal 46
39
Ibid hal 87
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar, Konvensi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967 mengandung 3tiga ketentuan, yaitu:
1 Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan definisi, siapa saja yang
tidak termasuk dalam pengertian pengungsi 2
Ketentuan yang mengatr tentang status hukum pengungsi termasuk hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengungsi di Negara mereka
menetap 3
Ketentuan lain yang berkaitan dengan penerapan instrumen pengungsi baik dari sudut prosedur administratif maupun diplomatik
b. Konvensi tahun 1954 Convention Relating to the Status of stateless
Person
40
Konvensi ini mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraaan. Konvensi ini hanya berlaku terhadap orang-orang
yang pada saat itu belum menerima bantuan perlindungan dari lembaga- lembaga atau badan-badan dan PBB. Konvensi ini tidak berlaku terhdap
orang-orang yang telah diakui sebagai warga negara oleh sebuah badan yang berwenang dalam negara itu, sehingga orang itu memiliki hak-hak
dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan warga negara di negara itu. c.
The Convention on the Reduction of Statelessness
41
Konvensi ini secara garis besar mengatur tentang pengurangan terhadap jumlah orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Konvensi ini
juga mengatur tentang hilangnya status kewarganegaraan dari orang-
40
Ibid hal 90
41
Ibid hal 92
Universitas Sumatera Utara
orang yang tidak memiliki warga negara melalui perkawinan, berakhirnya perkawinan, atau karena mendapatkan status kewarganegaraan lainnya.
d. The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian
Persons in Time of War 1949
42
Konvensi ini merupakan Konvensi keempat dari 3tiga Konvensi Jenewa lainnya yang mengatur tentang perlindungan korban perang. Di dalam
Konvensi ini yang berkaitan dengan pengungsi diatur dalam Bagian II, berjudul “Aliens in the Territory of a Part to the Conflict”. Dalam Pasal
44 disebutkan bahwa negara yang bertikai tidak boleh memperlakukan para pengungsi yang tidak mendapatkan perlindungan dari suatu negara
seperti musuh dari negara mana ia bermusuhan. e.
The United Nations Declaration on Teritorial Asylum 1967
43
Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan di negara lain karena adanya persekusi dan juga merupakan hak setiap orang untuk
kembali dan pergi meninggalkan negaranya, maka disahkanlah Deklarasi Suaka Teritorial. Deklarasi Suaka Teritorial ini sangat penting bagi
pengungsi mengingat diantara mereka itu mungkin saja terdapat orang- orang yang mencari suaka Asylum Seekers
2. Status dan Syarat Pengungsi