39 Sedangkan yang termasuk akhlak Mazmumah, antara lain :
1 Ananiah egois 2 Al-Bagyu lacur
3 Al-Gasysyu curang dan culas 4 Al-Guyur menipu, memperdaya
5 An-Namumah adu domba 6 As- Sum’ah ingin didengar kelebihannya.
7 At-Tabzir boros 8 Al-Israf berlebih-lebihan
9 Al-Hiqdu dendam 10
Al-Gina merasa tidak perlu pada yang lain 11
Dan lain sebagainya yang menunjukkan pada sifat-sifat yang tercela.
48
Akhlak merupakan keadaan rohaniah yang tercermin dalam tingkah laku atau dengan perkataan lain yaitu sikap lahir yang
merupakan perwujudan dari sikap batin, baik sikap itu diarahkan terhadap khaliq, terhadap manusia ataupun terhadap lingkungan.
Akhlak yang dituntun dan dipelihara adalah akhlak yang merupakan sendi agama di sisi Tuhan. Bukanlah sekedar mengerti bahwa
kebenaran itu adalah mulia dan dusta adalah hina, dan bukan pula sekedar mengetahui ikhlas itu suatu yang agung, sedang tipu daya
adalah suatu kehancuran. Akan tetapi akhlak yang dituntut yakni reaksi jiwa dan segala sesuatu yang mempengaruhinya untuk melakukan apa
yang patut dilakukan dan meninggalkan apa yang harus ditinggalkan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
a Faktor Pembawaan Naluriah Gharizah atau Instink
Ahmad Amin mengatakan, Gharizah ialah suatu pembawaan yang menyebabkan dapat berbuat apa yang akan dikehendakinya. Dan
48
A. Mustofa, “Akhlak Tasawuf”, Bandung, CV. Pustaka Setia : 1997, Cet ke-1, h. 199- 200
40 tidak pernah mengalami latihan sebelumnya untuk mengerjakan
perbuatan itu. Kecenderungan naluriah dapat dikendalikan oleh akal atau tuntutan agama, sehingga manusia dapat mempertimbangkan
kecenderungannya, apakah itu baik atau buruk. Gharizah atau naluri tidak pernah berubah sejak manusia itu lahir, tetapi pengaruh
negatifnya yang bisa dikendalikan oleh faktor pendidikan atau latihan. Karena faktor naluri ini sangat terkait dengan nafsu amarah dan
mutmainah, maka sering ia dapat membawa manusia kepada kehancuran moral, dan sering pula menyebabkan manusia mencapai
tingkat yang lebih tinggi dengan kemampuan naluriah. Maka disinilah perlunya manusia memiliki agama sebagai pengendali dan menuntun
dalam hidupnya.
b Faktor sifat-sifat Keturunan Al-Warasah
Warisan sifat-sifat orang tua kepada keturunannya, ada yang bersifat langsung mubasyarah dari orang tua kepada anaknya. Dan
ada juga yang tidak langsung ghairu mubasyarah, misalnya sifat- sifat itu tidak langsung turun kepada anaknya, tetapi bisa menurun
kepada cucunya atau anak cucunya. Sifat-sifat ini juga kadang dari ayah atau dari ibu. Dan kadang anak mewarisi kecerdasan sifat al-
aqliyah dari ayahnya, lalu mewarisi sifat baik al-khuluqiyah dari ibunya, atau sebaliknya.
c Faktor Lingkungan
Pembentukan akhlak manusia, sangat ditentukan oleh lingkungan alam dan lingkungan sosial. Yang dalam ilmu pendidikan
disebut dengan faktor empiris pengalaman hidup manusia, terutama sekali dipelopori oleh John Lock.
Faham empirisme ini, berkembang luas di dunia Barat, terutama di Amerika Serikat, yang menjelma menjadi aliran
Behaviorisme dalam ilmu pendidikan. Sedangkan dalam ilmu akhlak,
41 Mansur Ali Rajab mengemukakan pendapat J.J. Rosseau yang
mengatakan, bahwa faktor dari dalam diri manusia, termasuk pembawaan yang selalu membentuk akhlak baik manusia, sedangkan
faktor dari luar, termasuk lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, ada kalanya berpengaruh baik, dan ada kalanya berpengaruh buruk.
Ketika manusia lahir dilingkungan baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaknya juga baik, maka begitu juga sebaliknya.
Maka disinilah pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan untuk membentuk dan mengambangkan akhlak manusia.
d Faktor Agama Kepercayaan
Agama bukan saja kepercayaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ia harus berfungsi dalam dirinya untuk menuntun
segala aspek kehidupannya, misalnya berfungsi sebagai suatu sistem kepercayaan, sistem ibadah dan sistem kemasyarakatan yang terkait
dengan nilai akhlak.
49
e Faktor Kebiasaan
Ada pemahaman singkat, bahwa kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang.
Seperti kebiasaan berjalan, berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar, dan lain sebagainya.
Orang berbuat baik atau buruk karena dua faktor dari kebiasaan, yaitu :
a. Kesukaan hati terhadap suatu pekerjaan
b. Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampikkan
perbuatan dan diulang-ulang terus. Orang yang hanya melakukan tindakan dengan cara berulang-
ulang tidak ada manfaatnya dalam pembentukan kebiasaan. Tetapi hal ini harus dibarengi dengan perasaan suka di dalam hati. Dan
49
Mahjuddin, “Konsep Dasar Pendidikan Akhlak Dalam Al-Quran dan Petunjuk Penerapannya dalam Hadis
”, Jakarta, Kalam Mulia : 2000, cet ke-1, h. 25-28
42 sebaliknya tidak hanya senangsuka hati saja tanpa diulang-ulang tidak
akan menjadi “kebiasaan”. Maka “kebiasaan” dapat tercapai karena keinginan hati kesukaan hati dan dilakukan berulang-ulang.
50
f Faktor Kehendak
Kehendak adalah suatu kekuatan dari beberapa kekuatan. Seperti uap dan listrik, kehendak ialah pergerakan manusia dan dari
padanya timbul segala perbuatan yang hasil dari kehendak , dan segala sifat manusia dan kekuatannya seolah-olah tidur nyenyak sehingga
dibangunkan oleh kehendak. Maka kemahiran pengguna, kekuatan akal ahli pikir, kepandaian pekerja, kekuatan urat, tahu akan wajib dan
mengetahui apa yang seharusnya dan tidak seharusnya, kesemuanya ini tidak mempengaruhi dalam hidup, bila tidak didorong oleh
kekuatan kehendak, dan semua tidak ada harganya bila tidak diubah oleh kehendak menjadi perbuatan.
Ada 2 macam perbuatan atas kehendak yaitu : kadang menjadi pendorong dan kadang menjadi penolak. Yakni kadang mendorong
kekuatan manusia supaya berbuat, seperti mendorong membaca, mengarang, atau pidato, kadang mencegah kekuatan tersebut, seperti
melarang berkata atau berbuat. Kekuatan kehendak merupakan rahasia kemenangan dalam
hidup dan tanda bukti bagi orang-orang besar. Mereka apabila telah berniat pada sesuatu hal, tidak ada yang dapat mematahkan niatnya,
mereka menuju maksudnya dari segala jalan walaupun menghadapi segala kesulitan. Salah seorang ahli pikir berkata kepada orang yang
gagal dalam pekerjaannya : “Sungguh engkau tidak mempunyai kehendak yang sempurna”. Kata yang memberatkan pendengaran
Napolen ialah “saya tidak tahu”,”saya tidak dapat”,”mustahil”, bila mendengar kata-kata itu lalu berteriak “belajarlah”,”berbuatlah”,
50
A. Mustofa, “Akhlak Tasawuf”, Bandung, CV. Pustaka Mulia : 1997, h. 96
43 “bersungguh-sungguhlah” dan hidupnya menampakkan kebenaran
kehendaknya.
51
g Faktor Pendidikan
Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku, akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan,
agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Semula anak belum tahu perhitungan, setelah memasuki dunia
pendidikan sedikit banyak mengetahui. Kemudian dengan bekal ilmu tersebut, mereka memiliki wawasan luas dan diterapkan ke hal
tingkah laku ekonomi. Begitu pula apabila, siswa diberi pelajaran akhlak, maka memberitahu bagaimana seharusnya manusia itu
bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya dan penciptanya Tuhan.
Dengan demikian, strategis sekali, dikalangan pendidikan dijadikan pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan
menuju ke perilaku yang baik. maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa dijadikan agent perubahan sikap dan perilaku
manusia. 1.
Tenaga Pendidik pengajar yang professional. Dia harus mampu memberi wawasan, materi, mengarahkan dan
membimbing anak didiknya ke hal yang baik. Dengan penuh perhatian, sabar, ulet, tekun, dan berusaha secara terus
menerus, dan pengajar hendaknya melakukan pendekatan psikologis.
2. Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah materi pengajaran.
Apabila materi pengajaran menyimpang dan mengarah ke perubahan perilaku yang menyimpang, inilah suatu keburukan
dalam pendidikan. Tetapi sebaliknya, apabila materinya baik dan benar setidaknya siswa akan terkesan dalam sanubari
51
A. Mustofa, “Akhlak Tasawuf”, Bandung, CV. Pustaka Mulia : 1997, h. 103-106
44 pribadinya, maka materi tersebut akan memotivasi bagaimana
harus bertindak yang baik dan benar. 3.
Masalah metodologis pengajaran juga perlu diperhatikan pada setiap proses pengajaran. Maka penguasaan metodologis
sebagai pendidik
yang akan
berperan aktif
dalam mempengaruhi siswa penting menjadi keahliannya.
4. Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan
tempat bertemunya semua watak. Perilaku dari masing-masing anak yang berlainan.. Kondisi pribadi anak yang sedemikian
rupa, dalam interaksi antara anak satu dengan anak lainnya akan saling mempengaruhi juga pada kepribadian anak.
Dengan demikian
lingkungan pendidikan
sangat mempengaruhi jiwa anak didik.
52
Senada dengan 7 faktor di atas Prof. Dr. H. Abuddin Nata pun menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
pada khusunya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat popular. Yaitu : Pertama aliran Nativisme faktor dari
dalam yaitu faktor pembawaan. Kedua, aliran Empirisme faktor dari luar yaitu faktor lingkungan sosial. Ketiga, aliran Konvergensi faktor
luar dan dalam yaitu faktor pembawaan dan lingkungan sosial. Aliran yang ketiga, yakni aliran Konvergensi itu tampak sesuai
dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadis di bawah ini
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatuapapun, dan Dia memberi kemu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur ”. QS. Al-
Nahl, 16:78.
52
A. Mustofa, “Akhlak Tasawuf”, Bandung, CV. Pustaka Mulia : 1997, h. 109-110
45 Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki
potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya
dengan ajaran dan pendidikan.
53
Dari beberapa faktor di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu
faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati rohaniah yang dibawa si anak dari sejak lahir, dan faktor dari luar yang dalam
hal ini adalah kedua orang tua dirumah, guru disekolah, dan tokoh- tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melalui kerja sama yang baik
antara ketiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif pengetahuan, afektif penghayatan dan psikomotorik pengalaman
ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah selanjutnya yang dikenal dengan istilah manusia yang seutuhnya.
C. Kerangka Berfikir