54
6. Hasil Analisis Data Observasi a. Data Observasi Aktivitas Guru
Observasi dilakukan untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar selama pembelajaran telah sesuai dengan tahapan pada pembelajaran dengan pendekatan
problem posing. Guru bidang studi Biologi berperan sebagai observer atau pengamat selama proses pembelajaran berlangsung.
Pada umumnya, tahapan-tahapan pada pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat terlaksana dengan baik, persentase keterlaksanaannya
mencapai 100. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil observasi yang dilakukan observer dengan memberikan tanda centang
√ pada setiap pernyataan. Hanya
saja pada pertemuan pertama, masih terdapat kendala dalam memulai mengajukan pertanyaan dikarenakan kurang jelasnya pengarahan guru terhadap siswa,
sehingga siswa kurang memahami. Tetapi pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, terlihat adanya perubahan positif yang sangat baik. Terjadi situasi yang sangat
baik antara siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Pengelolaan kelas pada pertemuan selanjutnya juga baik, terjadi peningkatan dari pertemuan pertama
sampai pertemuan terakhir.
b. Data Observasi Aktivitas Siswa
Hasil observasi aktivitas siswa setiap pertemuan dapat dilihat pada grafik berikut:
81
81
Perhitungan dan hasil lebih lengkap terdapat pada lampiran 18, hal. 168
Grafik 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa
55 Dari grafik 4.1 dapat diketahui bahwa aspek yang mengalami peningkatan
tiap pertemuannya adalah aspek merespon. Sedangkan aspek yang lainnya, terdapat kesamaan hasil yang sama pada beberapa pertemuan.
Berdasarkan perhitungan hasil observasi aktivitas siswa secara menyeluruh, juga didapatkan persentase tiap aspeknya yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.12 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Aspek yang diukur
Persentase Kategori
Aspek menerima atau memperhatikan
65 Sedang
Aspek merespon 68,3
Sedang Aspek menghargai
65 Sedang
Aspek mengorganisasikan nilai 55
Sedang Aspek mewatak
77,5 Tinggi
Berdasarkan tabel 4.12 di atas, dapat diketahui bahwa empat aspek aktivitas siswa termasuk dalam kategori sedang, dan satu aspek yaitu aspek
mewatak termasuk dalam kategori tinggi. Pada pertemuan pertama siswa masih bingung ketika menjalankan
pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Hal ini dikarenakan siswa tidak terbiasa dengan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa untuk memahami
suatu konsep dengan memberikan pertanyaan sebanyak-banyaknya yang mengacu pada tujuan pembelajaran tanpa banyak mendapatkan intervensi dari guru.
Pada pembelajaran yang biasa siswa hadapi, siswa hanya diberikan materi atau konsep baru kemudian diberikan pertanyaan serta contoh-contoh yang
relevan dengan konsep yang telah diajarkan. Siswa juga tidak terbiasa dengan belajar dalam kelompok, berdiskusi, bertukar pikiran dengan teman-teman dalam
kelompoknya, serta mempresentasikan hasil diskusinya. Hal tersebut membuat siswa kurang berkoordinasi secara baik dengan kelompoknya, sehingga
pembelajaran pada pertemuan pertama pun berjalan kurang maksimal. Pada pertemuan kedua dan ketiga aktivitas siswa berangsur-angsur membaik, sudah
mulai terjadi interaksi sehingga tujuan pembelajaran pun dapat tercapai. Puncak
56 dari antusiasme siswa terjadi pada pertemuan keempat, siswa sudah benar-benar
memahami aturan main dari pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
B. Pembahasan
Berdasarkan pengujian hipotesis terhadap data pretes kelas eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji-t menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
awal siswa pada kedua kelas tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan awal kedua kelas adalah sama. Hal ini juga diperkuat
dengan persentase pengkategorian berpikir kreatif siswa yaitu kategori sedang, dan rendah yang hampir sama pada kedua kelas. Dari semua siswa di kelas kontrol
maupun eksperimen tidak terdapat siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif dengan kategori tinggi.
Dalam data hasil pretes baik kelas kontrol maupun eksperimen, banyak siswa yang termasuk dalam kategori berpikir kreatif sangat rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa sebelumnya kurang dilatih oleh guru. Kemampuan berpikir kreatif sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, misalnya dalam hal ini adalah sekolah. Menurut Munandar, pendidikan formal sampai saat ini terutama melatih proses berpikir konvergen,
sehingga kebanyakan siswa terhambat dan tidak berdaya menghadapi masalah- masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif.
82
Berdasarkan hasil pengolahan data postes, didapatkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif yang signifikan setelah penerapan
pembelajaran dengan pendekatan problem posing pada kelas eksperimen, dan pembelajaran dengan metode diskusi biasa pada kelas kontrol. Nilai rata-rata
postes kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa telah mencapai nilai KKM Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu
60, sebesar 61,11 atau 22 siswa, sedangkan pada kelas kontrol hanya 32,43 atau 12 siswa. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh penggunaan pendekatan
problem posing terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada konsep pewarisan sifat. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Suryosubroto
82
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua, Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2002, hal. 79