“Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko
seleksi awal tadi kemudi an kita data kita identifikasi…”
44
Registrasi sendiri merupakan proses pengesahan calon warga binaan sosial WBS menjadi WBS resmi di panti sosial bina karya bekasi. Pada proses ini
WBS mendapatkan nomor registrasi dan satu berkas file rahasia perkembangan. Setelah PSBK melakukan registrasi dalam tahap penerimaan kemudian
melakukan kegiatan penempatan dalam program rehabilitasi sosial, kegiatan ini adalah pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan dan rehabilitasi
sosial WBS dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah di programkan sesuai dengan inventarisasi
pasarankerja untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut. Sesuai dengan peranannya panti sosial bina karya
memberikan pelayanan dan rehabitasi sosial terrhadap warga binaanya, Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat kediaman yang diberlakukan untuk
kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan sosial.
45
3. Analisa Pengungkapan dan pemahaman masalah Assesment
Dari hasil penelitian, Pengungkapan dan pemahaman masalah Assesment adalah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi klien,
faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah
44
Wawancara pribadi dengan seksi PAS Program dan Advokasi Sosial Bpk. Susanto, Bekasi senin, 25 April 2011.
45
Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.
untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima rehabilitasi klien. Seperti di ketahui bahwa banyak permasalah yang dialami
oleh WBS dalam hal ini adalah gelandangan dan pengemis, permasalah yang mencangkup secara keseluruhan yang dapat mengakitbatkan permasalah sosial
terhadap masyarakat. Permasalah secara umum yang dialami seperti halnya, Masalah kemiskinan,
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mngemabngkan
kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak. Masalah Pendidikan, Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah sehingga
menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Masalah keterampilan kerja, Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan
yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Masalah sosial budaya, Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan
pengemis. Rendahnya harga diri, Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta. Sikap pasrah pada
nasib, Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakukan perubahan. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang, Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang hidup
menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan norma- norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah
satu mata pencahaian. Masalah Kesehatan, Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang
rendah akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.
46
Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain :
a. Masalah Lingkungan, Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang
dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran mereka dikota-kota besar sangat mengganggu
ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota. b. Masalah Kependudukan, Gelandangan dan pengemis yang hidupnya
berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu identitas KTPKK yang tercatat dikelurahan RTRW setempat dan sebagian
besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah. c. Masalah keamanan dan ketertiban, Maraknya gelandangan dan pengemis
disuatu wilayah dapat menimbulkan kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban didaerah tersebut.
Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional, khususnya stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga
diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran
46
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI 2007. Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.
gejala gepeng ini dipakai untuk menentukan kebijakan, strategi dan langkah- langkah penanggulangan gepeng.
47
Hal diatas tentu saja menjadi pusat perhatian panti sosial bina karya untuk mengungkapkan dan memahaminya, sesuai dangan peranannya panti sosial harus
mampu menjadi wadah dalam pemecahan permasalah sosial tersebut. Dalam pengungkapan dan pemahaman masalah yang ada pada WBS
dilakukan dengan cara memahami kebutuhan dan potensi WBS sebagai dasar penyusunan rencana intervensi serta mengadakan kajian terhadap berbagai
informasi yang diperoleh pada saat pendekatan awal untuk mengungkap itu semua. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Laila Kurniati Akbariah koordinator
peksos hasil wawancara pribadi. “Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga
case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita
angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case
conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.
”
48
Dalam pengungkapan permasalahan yang ada di dalam panti, PSBK telah
memiliki program yang di namakan case conference yang arti mengkaji membedah kasus yang terjadi di dalam panti apabila ketika pembimbing pondok
tidak sanggup menyelesaikan sendiri. Dalam kegiatan case conference menghadirkan beberapa pakar yang menguasai bidangnya seperti dokter,
psikolog, bintal dan termaksud pembimbing pondoknya. Hal itu untuk
47
Depertemen Sosial R.I 1992 dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan- Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2.
48
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi Kamis, 28 April 2011.
mengungkapkan dan memahami permasalahan yang ada pada diri WBS kepentingan untuk dimasa yang akan datang.
Secara menyeluru permasalahan yang ada pada gepeng tidaklah hal mudah untuk diungkap dan dipahami, semua ini adalah tugas pokok pemerintah dan
masyarakat, terutama panti sosial bina karya yang secara etomologi menjadi wadah dalam permasalah tersebut. Oleh karena itu PSBK harus memiliki prinsip
dalam penanganan gelandangan dan pengemis sebagai berikut: 1.
Prinsip-prinsip Umum, Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia, dimana gelandangan dan pengemis diterima dan dihargai sebagai pribadi yang
utuh dalam kehidupan masyarakat bersosialisasi kembali kemasyarakat. Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan nasipnya
sendiri melalui
pemberian kesempatan
turut dalam
merencanakan kehidupanpekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya. Pemberian
kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam mengembangkan diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan, tanpa membedakan
suku, agama, ras atau golongan. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat pada setiap gelandangan dan pengemis yang dilayani.
49
2. Prinsip-prinsip Khusus, Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara apa adanya. Prinsip tidak menghakimi non judgemental gelandangan dan
pengemis. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan
keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing. Prinsip kerahasiaan,
49
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI 2007. Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.
dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan dan pengemis dapat dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali digunakan untuk kepentingan
pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis itu sendiri. Prinsip partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan dirinya di
ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan rehabiltasinya kembali kemasyarakat. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan
intensitas komunikasi antara gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak
positif terhadap upaya rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Prinsip kesadaran diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan profesionalnya dengan gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam hubungan emosional yang
menyulitkan dan menghambat keberhasilan pelayanan.
50
Dalam pelaksaannya PSBK memandang bahwasannya warga binaanya memiliki potensi, baik di lihat kemampuan dan keinginan yang kuat untuk dapat
merubah dirinya, hal ini menjadi sumber kekuatan yang harus sepenuhnya digali dan disalurkan sehingga secara signifikan belum menjadi energi untuk mengatasi
masalah yang mereka alami.
4. Analisa Pembinaan Mental