Kehidupan Masyarakat Jelata dan Hubungannya dalam Masyarakat

Nobunaga mematahkan tenaga-tenaga militer kuil-kuil pusat dan menggempur kuil sekte Shinshu yang menyerupai benteng-benteng di Osaka. Tapi akhirnya benteng kuil itu menyerah juga pada tahun 1580. Dalam cuplikan di atas dapat dilihat adanya kontroversi di dalam diri para pendeta, di mana mereka menginginkan suatu yang tidak dapat dilakukan sekarang. Kontroversi di sini ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang dan perasaan tidak suka yang disembunyikann. Kebencian dan keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang atau diri sendiri.

3.6 Kehidupan Masyarakat Jelata dan Hubungannya dalam Masyarakat

Berikut adalah kehidupan masyarakat jelata yang meliputi pedagang chounin, petani, tukang, dan hubungannya dengan masyarakat lain, yang dapat dilihat melaui cuplikan berikur. Cuplikan 1 Di kiri-kanan jalan, bukit-bukit landai terselimut barisan semak teh yang rapi. Pohon-pohon ceri mulai berbunga, dan para petani sudah membajak gerst-sejenis gandum. Mereka pasti berharap agar tahun ini ladang terhindar dari pijakan para serdadu dan kuda. Perempuan- perempuan berlututdi pinggir kali, mencuci sayur-sayuran. Jalan raya Yamato terasa damai. Musashi :196 Analisis Dari cuplikan di atas dapat dilihat sedikit dari kehidupan para petani pada zaman Edo. telah diketahui bahwa setelah pertempuran Sekigahara dan masuknya zaman Edo keadaan negri Jepang perlahan-lahan semakin aman. Keadaan aman Universitas Sumatera Utara ini memberikan sedikit keuntungan bagi para petani yaitu tanamannya terhindar dari pijakan para serdadu dan kuda untuk berperang. Tapi kenyataannya, bagi petani penyewa tanah maupun pemilik tanah miskin, hal yang lebih memberatkan mereka adalah pajak berupa beras Nengumai yang merupakan sumber utama keuangan Bakufu, dimana jumlah petani yang kira-kira 80 dari seluruh penduduk sehinnga petani-petani miskin tidak dapat makan banyak nasi, kemudian menjadikan lobak dan gandum sebagai makanan tambahan. Mereka tidak boleh membeli dan meminum sake dan teh, pakaian yang dipakai hanya yang terbuat dari bahan jerami dan katun. Bahkan Ieyasu mengatakan, “Ambillah pajak dari petani, kemudian pikirkan agar mereka tidak hidup dan tidak mati”. Hal ini juga dapat dilihat dari cuplikan berikut. Cuplikan 2 Penguasa yang berbudi, menurut jalan pikiran Ieyasu, adalah orang yang tidak membiarkan para penggarap tanah mati kelaparan, sekaligus menjaga agar mereka tidak naik melebihi statusnya. Dengan kebijaksanaan inilah ia bermaksud mengabadikan kekuasaan Tokugawa. Baik orang kota, petani, maupun daimyo tidak sadar bahwa mereka dengan hati-hati sedang dijalinkan ke dalam sistem feodal yang akhirnya akan mengikat kaki dan tangan mereka. Tak seorang pun berpikir tentang apa yang bakal terjadi lima ratus tahun lagi. Tak seorang pun, kecuali Ieyasu. Musashi : 299 Analisis Cuplikan di atas menunjukkan betapa besar kekuasaan Tokugawa yang menguasai hampir seluruh lapisan masyarakat. Karena di dalam sosilogi Universitas Sumatera Utara kekuasaan mempunyai mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta- juta manusia, maka dengan kekuasaannya Tokugawa mengarahkan masyarakat Jepang ke satu titik yang diinginkannya, yaitu Feodalisme. Cuplikan 3 Seluruh peristiwa itu terjadi demikian cepat, hingga tak seorang pun dari beratus-ratus buruh yang ada di sekitar tempat itu, ataupun orang- orang yang mengawasi pekerjaan mereka, sempat melihatnya. Para pekerja melanjutkan kerja keras seperti lebah, sementara para pengawas yang bersenjatakan cambuk dan lembing kapak meneriakkan perintah-perintah ke punggung mereka yang berkeringat… Musashi : 305 Alasan sebenarnya kenapa kuil itu diperbaiki tidak diketahui oleh para pekerja rendahan, yang mengira Ieyasu akan tinggal di situ. Padahal perbaikan itu merupakan satu tahap saja dalam program pembangunan besar-besaran, suatu bagian penting dari rencana pemerintahan Tokugawa. Kerja pembangunan besar-besaran dilaksanakan juga di Edo, Nagoya, Suruga, Hikone, Otsu, dan selusin kota kuil yang lain lagi. Tujuannya sebagian basar bersifat politik. Salah satu cara Ieyasu untuk mengendalikan para daimyo adalah memerintahkan mereka menangani proyek bangunan. Karena tak ada yang cukup kuat untuk menolak, cara ini membuat tuan-tuan feodal yang bersahabat terlampau sibuk untuk malunak, sekaligus memaksa para daimyo yang melawan Ieyasu di Sekigahara berpisah dengan sebagian besar penghasilan mereka. Tujuan lain pemerintah adalah memperoleh dukungan rakyat banyak, yang secara Universitas Sumatera Utara langsung dan tidak mendapat keuntungan juga dari pekerjaan umum yang besar itu. Musashi : 298 Analisis Dari cuplikan di atas dapat diketahui kehidupan kerja para buruh. Hampir ribuan buruh yang bekerja dalam pembangunan sebuah kastil. Mereka tidak memikirkan hari esok, yang mereka inginkan hanyalah bagaimana melewati hari, semakin cepat semakin baik. Setelah menjadi shogun, Tokugawa melaksanakan pembangunan besar- besaran di seluruh negri. Ia memperbaiki kastil-kastil yang rusak karena perang. Istana-istana tersebut dikelilingi oleh parit-parit besar dan tembok-tembok batu yang kuat, yang sama sekali tidak mempan oleh tembakan meriam. Tanggung jawab dari pembangunan tersebut diserahkan pada daimyo masing-masing daerah. Ini adalah salah satu strategi politik Tokugawa untuk menguasai para daimyo sehingga mereka tidak mempunyai penghasilan untuk memikirkan tujuan-tujuan lain. Dalam sosiologi, apa yang dilakukan Ieyasu di sini merupakan suatu proses akomodasi. Sebagai suatu proses akomodasi, menunjuk pada usaha-usaha untuk mencapai kaestabilan atau keseimbangan. Akomodasi di sini merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya, dalam hal ini adalah daimyo. Bentuk akomodasi antara keshogunan dan daimyo dari cuplikan diatas adalah coercion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Hal ini dapat dilihat dari Tokugawa yang mengatur para daimyo untuk membangun benteng dan setelah Tokugawa menang di Sekigahara, ia Universitas Sumatera Utara membagi daimyo berdasarkan kedekatan hibungan dengannya dan ia menempatkan daimyo yang bertentangan dengannya di Sekigahara di daerah yang jauh dari Edo. Ini berarti Tokugawa masih tetap mengajak bekerja sama pihak yang kalah demi keutuhan dan integrasi bangsa. Cuplikan 4 Orang banyak melampiaskan kemarahan sepuas-puasnya, sikap mereka lebih kejam lagi, karena rasa benci yang dalam terhadap semua shugyosha. Seperti umumnya orang kebanyakan, kaum buruh ini menganggap samurai pengembara tak berguna, tidak produktif, dan sombong. Musashi : 306 Analisis Dari cuplikan di atas dapat diketahui betapa bencinya para buruh-buruh bangunan kepada shugyosha. Mereka menganggap shugyosha itu orang yang tidak berguna karena tidak dapat menghasilkan apapun. Mereka juga menganggap kalau shugyosha itu orang yang sombong yang pekerjaannya menantang samurai- samuarai lain yang mereka angap tangguh. Tapi sesungguhnya itulah jalan samurai. Mereka para shugyosha menempa dirinya dengan jalan pedang di alam bebas dengan disiplin diri yang tinggi sehingga mereka merasa bisa menyatu dengan alam. Diantara buruh dan shugyosha dari cuplikan di atas pada dasarnya mempunyai pertentangan. Masing-masing pihak atau salah satu pihak mengucapkan makian, penghinaan, dan seterusnya sampai akhirnya yimbul suatu perkelahian fisik. Universitas Sumatera Utara Cuplikan 5 …Terdapat juga sejumlah penumpang di kapal itu. Sebagian besar pedagang yang sedang pulang atau untuk berdagang akhir tahun di Osaka. “Bagaimana kabarnya? Saya berani bertaruh, banyak juga untungnya.” “Sama sekali tidak Tiap orang bilang semua sedang menanjak di Sakai, tapi saya tak melihat buktinya.” “Saya dengar kurang tenaga kerja di sana. Saya dengar mereka butuh pandai meriam.” Percakapan di tengah kelompok lain adalah tentang bidang serupa. “saya sendiri mensuplai perlengkapan perang, tiang bendera , pakaian zirah, macam itulah. Tapi jumlahnya tak seberapa sekarang.” “Begitu, ya?” “Ya, saya kira sekarang samurai-samurai itu tahu bagaimana berhitung.” “Ha, ha” “Dulu kalau penjarah pulang membawa rampasan, kita celup kembali atau cetak kembali barang-barang itu dan kita jual kembali kepada tentara. Kemudian, habis pertempuran berikutnya, barang itu akan kembali lagi, dan kita dapat mendandaninya dan menjualnya lagi.” Seorang lelaki memandang ke arah samudera dan memuji-muji kekayaan negeri-negeri seberang. “Tak dapat lagi kita mendapat uang di dalam negeri. Kalau ingin benar-benar untung, kita mesti melakukan apa yang dilakukan oleh Naya ‘Luzon’ sukezaemon atau Chaya Sukejiro. Universitas Sumatera Utara Masukilah perdagangan luar negri. Memang riskan, tapi kalau kita beruntung, betul-betul tidak percuma.” Musashi : 338 Analisis Cuplikan di atas adalah percakapan para pedagang di dalam kapal. Dari cuplikan itu dapat dilihat hehidupan para pedagang yang merupakan golongan keempat dalam strata sosial masyarakat Jepang pada waktu itu. Pada awal zaman Edo, banyak saudagar Jepang yang bersemangat untuk berdagang ke luar negri. Karena adanya perdagangan ini, orang-orang asing pun banyak yang datang ke Jepang, terutama orang Belanda. Seiring dengan banyaknya orang asing, maka penyebaran agama Kristen pun semakin meluas. Kemudian Tokugawa melihat adanya bahaya agama Kristen bagi pemerintahan bakufu, oleh karena ia melarang agama Kristen di Jepang dan melakukan penutupan negara Jepang sakoku dari orang-orang dan pengaruh asing kecuali di Pulau Deshima, Nagasaki. Kota Nagasaki menjadi satu-satunya yang terbuka untuk orang asing. Untuk mengangkut bahan material dalam jumlah besar dan beras, para pedagang menggunakan kapal, sehingga rute pelayaran pun semakin berkembang. Pajak berupa beras tahunan yang telah dikumpulkan bakufu dan daimyo dikirimkan ke Osaka untuk ditukarkan dengan uang tunai. Osaka pun menjadi kotanya pedagang, karena menjadi pusat ekonomi, maka Osaka disebut dengan dapur untuk seluruh negeri tenka no daidokoro, dan tempat-tempat distribusi barang-barang utama adalah Sakai, Fushimi, Shimoda, dan Niigata. Walaupun sudah banyak peran pedagang di dalam masyarakat, tapi ada juga orang-orang yang mengaggap remeh pekerjaan sebagai pedagang. Ini Universitas Sumatera Utara mungkin dikarenakan kelas pedagang termasuk ke dalam kelas masyararakat jelata. Pada saat itu ada juga pedagang kaya raya yang diizinkan memiliki nama keluarga dan mengenakan dua belah pedang, seperti seorang samurai, seperti dalam cuplikan berikut. Cuplikan 6 “Dia pedagang. Dia punya banyak kapal, dan kapal-kapal itu berlayar ke seluruh Jepang Barat.” “Oh, Cuma pedagang?” dengus Iori. “Cuma pedagang? Lho…” seru gadis itu. Sang ibu cenderung untuk mengabaikan saja kekasaran Iori, tapi anaknya naik darah. Tapi kemudian ia bimbang, dan katanya, “Saya rasa dia belum pernah melihat pedagang selain dari penjual gula-gula atau pedagang pakaian,” Maka kebanggaannya yang luar biasa sebagai salah seorang pedagang Kansai pun bangkit, dan gadis itu menerangkan pada Iori bahwa ayahnya memiliki tiga gudang besar-besar di Sakai, dan beberapa puluh kapal. Ia mencoba menerangkan pada Iori bahwa ada kantor-kantor cabang di Shimonoseki, Marukame, dan Shikama, dan bahkan palayanan yang mereka berikan pada keluarga Hosokawa di Kokura demikian penting, hingga kapal-kapal ayahnya memiliki status kapal negara. “dan,” lanjutnya,”beliau diizinkan memiliki nama keluarga dan mengenakan dua bilah pedang, seperti seorang samurai. Semua orang di Honshu barat dan Kyushu kenal dengan nama Kobayashi Tarozaemon dari Shimonoseki. Di waktu perang, daimyo seperti Shimazu dan Hosokawa Universitas Sumatera Utara tidak pernah cukup kapal, hingga ayahku sama pentingnya dengan Jenderal.” Musashi : 1135-1136 Analisis Dari cuplikan di atas, dikatakan bahwa seorang pedagang diizinkan memiliki nama keluarga dan mengenakan dua bilah pedang, seperti seorang samurai, bahkan pedagang itu sama pentingnya dengan jenderal. Walaupun begitu, status sosial pedagang tersebut tidak akan dapat berubah. Statusnya tetap sebagai pedagang. Pembagian empat kelas shinokosho pada zaman Tokugawa sangat ketat. Contohnya, dua orang yang statusnya berbeda dilarang melakukan hubungan pernikahan. Mereka hanya dapat menikah dengan orang yang statusnya sama. Cuplikan 7 “Ah,” kata orang yang lain, “biarpun keadaan kita tidak begitu baik hari-hari ini, dari pandangan samurai, kita masih beruntung. Kebanyakan mereka tidak kenal makanan yang baik. Kita bicara tentang kemewahanyang dapat dinikmati para daimyo, tapi cepat atau lambat mereka terpaksa mengenakan perlengkapan kulit dan bajanya, lalu terbunuh. Saya kasihan pada mereka. Begitu sibuk mereka memikirkan kehormatan dan tata krama prajurit, sampai tidak dapat lagi bersantai dan menikmati hidup.” “Apa benar begitu? Kita mengeluh tentang masa yang buruk dan semua yang lain, padahal satu-satunya kemungkinan sekarang ini adalah menjadi saudagar.” Universitas Sumatera Utara “Anda benar. Setidaknya kita masih dapat melakukan apa yang kita inginkan.” “Yang mesti kita lakukan cuma berpura-pura membungkuk kepada samurai, dan sedikit uang cukuplah buat sebagian besar mereka itu.” Musashi : 339 Analisis Dari cuplikan dialog antara pedagang di atas dapat dilihat bahwa mereka merasa kehidupan merekalah yang paling baik dibandingkan para samurai dan dan daimyo. Dalam stratifikasi empat kelas, golongan pedagang dianggap melaksanakan peranan yang lebih bersifat parasit dalam masyarakat ketimbang produktif. Walaupun demikian, kemajuan perekonomian bertumpu di tangan pedagang. Para pedagang-pedagang itu memberikan hutang kepada samurai sampai daimyo. Bahkan banyak samurai yang meminjam uang pada lintah darat. Karena kewajiban para daimyo dan sebahagian anak buahnya harus tinggal di Edo, para pedagang semakin kaya. Sedangkan shogun dapat meminta sebahagian harta yang dimiliki oleh para pedagang tersebut untuk anggaran bakufu. Dengan cara seperti inilah maka shogun dapat menguasai para daimyo dari segi ekonomi. Para prajurit yang bekerja di Han wilayah kedaimyoan maupun di bakufu keshogunan digaji dengan bayaran beras. Untuk mendapatkan uang, mereka harus menjual beras mereka sebagian. Walaupun kehidupan para prajurit susah dan kehidupan pedagang baik, tapi para prajurit tetap diakui sebagai golongan atas yang mempunyai prestise dan pedagang yang kaya tetap tidak mempunyai prestise. Universitas Sumatera Utara Diantara pedagang dengan samurai dan daimyo di atas terdapat pertentangan antara kelas-kelas sosial. Pada umumnya ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan.

3.7 Kehidupan dan Hubungan Sosial antar Masyarakat