Kehidupan Samurai dan Hubungannya dalam Masyarakat

desa memiliki pemimpin lokal yang kuat dan menganut banyak sikap dan nilai etika kelas samurai, dan mereka diberikan otonom yang banyak dalam menjalankan urusannya sendiri dan menetapkan serta memungut pajak. Cuplikan 2 Pengelolaan tempat semayam Hosokawa yang indah di Edo, demikian juga pelaksanaan kewajiban-kewajiban perdikan untuk shogun, dipercayakan pada seorang lelaki yang baru berumur dua puluh lebih sedikit, Tadatoshi, anak tertua daimyo Hosokawa Tadaoki. Sang ayah, seorang jenderal ternama yang juga mempunyai nama baik sebagai penyair dan ahli upacara minum teh, lebih suka tinggal di perdikan Kokura yang besar di Provinsi Buzen, Pulau Kyushu. Musashi : 866 Analisis Dari cuplikan di atas, bahwa adanya ketentuan sankinkotai yang dibuat oleh bakufu untuk para daimyo. Bakufu telah membangun rumah-rumah untuk semua daimyo dari semua daerah di Jepang. Daimyo Shimpan dan Fudai menempatkan keluarganya di Edo sebagai “tawanan” dan para daimyo tersebut selang 6 bulan tinggal di wilayahnya. Dan bagi para daimyo Tozama kewajiban ini lebih keras, harus tinggal di daerahnya dan di Edo selang setahun.

3.3 Kehidupan Samurai dan Hubungannya dalam Masyarakat

Berikut adalah kehidupan para samurai pada zaman Edo yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut. Universitas Sumatera Utara Cuplikan 1 Tak seorang pun anggota keluarga Yang Dipertuan Shimmen pulang dari Sekigahara, dan itu wajar sekali. Mereka keluarga samurai; mereka telah kalah. Tak akan mereka berkehendak memperlihatkan wajahnya kepada orang-orang yang mengenalnya. Tapi bagaimana dengan prajurit biasa? Apakah tidak wajar kalau mereka pulang? Bukankah mereka sudah akan pulang lama berselang, kalau mereka memang masih hidup? Musashi : 47 Analisis Dari cuplikan di atas dapat di lihat kehidupan samurai yang ikut berperang dan kalah. Bagi seorang samurai, apabila ia telah kalah dalam suatu pertempuran dan ia tidak mati, maka ia akan melakukan seppuku harakiri. Ini sesuai dengan ajaran Bushido. Dalam banyak hal, pembunuhan diri bukan dipandang sebagai suatu hak, melainkan juga sebagai jalan benar yang tunggal. Kehinaan dan kekalahan harus ditebus dengan membunuh diri. Jadi inilah yang biasanya dilakukan oleh samurai pada zaman itu yang mengikuti ajaran Bushido. Untuk prajurit biasa yang kalah pun sama, seharusnya mereka melakukan bunuh diri junshi, dimana mereka harus ikut mati apabila tuannya mati. Ini menunjukkan kesetiaan yang merupakan sifat utama yang harus ada pada diri seorang samurai. Tapi, Musashi yang menjadi prajurit dari keluarga Shimmen tidak melakukan hal itu. Ini menunjukkan di dalam dirinya tidak tertanam ajaran Bushido dengan baik. Ini juga mungkin dikarenakan belum matangnya Musashi untuk menjadi seorang samurai yang pada saat ia masih berumur 16 tahun. Universitas Sumatera Utara Cuplikan 2 “Ke mana kita pergi malam ini, Tuan Muda?” tanya mereka beramai-ramai sambil mengelilingi guru mereka. “Ke mana lagi kalau bukan ke tempat kemarin malam?” jawab sang guru dengan muram. “Ah Perempuan-perempuan itu semuanya jatuh hati kepada tuan Mereka hampir tidak memandang kami.” “Barangkali dia benar,” yang lain menyela. “Kenapa tidak kita coba tempat lain yang baru, di mana tak ada orang mengenal Tuan Muda atau salah seorang dari kita?” Musashi : 146-147 Analisis Cuplikan dialig di atas adalah dialog antara murid-murid pergururan pedang dengan guru perguruannya di Kyoto yang bernama Yoshioka Seijuro, anak dari Yoshioka Kempo yang merupakan Instruktur Militer bagi para Shogun Ashikaga. Sebagai samurai yang terhormat, maka tidak pantas lah kalau ia sering mengunjungi tempat pelacuran yang ada banyak di Kyoto. Di dalam masyarakat, samurai atau bushi sering dikatakan sebagai pemelihara moralitas, karena pada saat itu mereka tidak berperang, tidak berdagang, tidak bertani, di dalam masyarakat yang damai mererka menjadi penganggur. Oleh karena itu, dalam ajaran Bushido dikatakan bahwa bushi harus menyadari eksistensinya sebagai guru dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara Cuplikan 3 “Bukan pemerintahan Tokugawa yang kukritik, tapi pejabat- pejabat birokrat seperti kamu yang berdiri antara daimyo dan rakyat jelata ini, yang bisa saja mencuri upah yang mestinya mereka terima. Satu hal lagi, kenapa kau bermalas-malasan di sini malam ini? Siapa yang memberimu hak bersantai pakai kimono yang manis dan enak, nyaman dan hangat, mandi seenaknya dan minum sake sebelum tidur dengan layanan seorang gadis manis? Apa itu yang kausebut mengabdi kepada atasan?” Kapten itu bungkam. Musashi : 79 Analisis Cuplikan diatas merupakan perkataan Takuan, seorang pendeta Zen kepada Aoki Tanzaemon, seorang samurai yang mengabdi pada seorang daimyo. Dari perkataan Takuan di atas dapat diketahui betapa sewenang-wenangnya seorang samurai dalam menjalankan tugasnya dengan mengorbankan rakyat jelata. Kesewenangan samurai tersebut menjadikan tuannya daimyo dianggap sebagai orang yang bersalah. Ini berarti samurai tersebut tidak mengabdi dengan baik kepada tuannya yang sesuai dengan jalan samurai. Ia tidak memikirkan kepentingan orang banyak dan ini merupakan awal dari perbuatan korupsi oleh golongan samurai dan ini akan terus berlanjut dan akhirnya semakin merajalela pada masa shogun kesepuluh, Ieharu. Para pejabat-pejabat birokrat suka hidup dengan mewah dan akhirnya pada akhir zaman Edo mereka mengalami kesulitan keuangan karena banyak berhutang kepada para saudagar lintah darat yang pada saat itu menguasai perekonomian. Universitas Sumatera Utara Sebagai seorang samuari mereka harus senantiasa mengikuti jalan samurai Bushido, yang harus mempunyai kejujuran, kesopanan, kesetiaan, kemurahan dan lain-lain. Prajurit seperti Aoki Tanzaemon juga harus memiliki sifat seperti itu. Dari cuplikan di atas juga dapat di lihat pengendalian sosial kontrol sosial yang dilakukan oleh Takuan, pengendalian sosial dapat diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap pemerintah, khususnya pemerintah beserta aparaturnya. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh Takuan berupa nasehat atau ajakan agar seseorang menyadari kesalahannya. Cuplikan 4 …Tamu itu menyandang kantong kulit beranyam yang biasa disebut orang tas belajar prajurit; ini barangkali berarti ia seorang shugyosha, salah seorang dari para samurai yang banyak jumlahnya waktu itu, yang kerjanya mengembara dan menghabiskan waktu di luar tidurnya untuk mempelajari seni pedang. Namun demikian, kesan umum yang didapat pesuruh itu adalah bahwa orang yang namanya Musashi itu jelas janggal hadir di Perguruan Yoshioka tersebut. Musashi : 164-165 Analisis Dari cuplikan diatas dapat dilihat bagaimana kehidupan seorang shugyosha. Musashi juga merupakan salah satu prajurit yang memilih hidup sebagai shugyosha. Shugyosha adalah pendekar pedang di masa pelatihan yang mengembara ke seantero negri, yang menunjang hidupnya tanpa uang dan pekerjaan tetap. Dihadapkan pada hawa dingin dan panas, seorang shugyosha menjalani hidup yang keras sambil mendisiplinkan diri sendiri dalam seninya Universitas Sumatera Utara yaitu seni pedang. Tidak sedikit yang tewas atau cacat dalam pertarungan- pertarungan melawan shugyosha lain ketika mereka menguji kekuatan dan teknik mereka sendiri. Hal ini juga yang dilakukan oleh Musashi untuk menguji ilmu pedangnya dengan menantang Yoshioka Seijuro. Berikut juga ada cuplikan novel bagaimana Musashi seorang shugyosha mendapatkan uang untuk perjalanannya. Cuplikan 5 “Siapa yang menyediakan uang perjalanan Anda?” “Tidak ada. Saya mengukir patung dan membuat lukisan. Kadang- kadang saya menukarkannya dengan makanan dan penginapan. Sering kali saya tinggal di kuil. Sekali-sekali saya memberi pelajaran main pedang. Dengan berbagai cara, saya dapat hidup.” Musashi : 871 Analisis Jadi, dari cuplikan di atas, sebagai seorang manusia mempunyai akal untuk berfikir dan kemampuan atau keahlian. Dengan menggunakan keduanya itu, seseorang akan dapat terus hidup. Dari cuplikan juga dapat dilihat bahwa Musashi, selain ahli dalam ilmu pedang, ia juga memiliki jiwa seni yang tinggi hingga dapat membuat patung dan lukisan. Berarti Musashi telah berhasil memyeimbangkan jalan pedang dan jalan seni. Cuplikan 6 Mendengar laporan yang disampaikan dengan bisikan itu, Seijuro tampak semakin berang, sampai akhirnya ia pun tersengal-segal dan hampir tidak dapat mengendalikan kemarahannya lagi. “Mengakali dia?” Universitas Sumatera Utara Toji mencoba meredakan dengan gerakan mata, tapi Seijuro tidak dapat diredakan. “Aku tak setuju dengan tindakan seperti itu Itu pengecut. Bagaimana kalau sampai kedengaran orang bahwa Perguruan Yoshioka takut pada seorang prajurit tak dikenal, dan menyembunyikan diri, lalu menyergapnya?” Musashi : 168 Analisis Cuplikan dialog di atas adalah dialog antara Yoshioka Seijuro dengan salah satu murid perguruannya, Gion Toji. Gion Toji memberikan saran kepada gurunya supaya melakukan penyergapan kepada Musashi di saat pertarungan antara Seijuri dan Musashi. Gion Toji dan murid lainnya menginginkan pada pertarungan satu lawan satu itu mereka ikut serta dengan mengeroyok Musashi. Tetapi, Seijuro sebagai samurai yang bermartabat tidak menginginkan hal itu. Ia tidak mau melalukan hal-hal curang yang akan menjatuhkan harga dirinya di dalam pertarungan yang dianggapnya hanya melawan seorang ronin tak dikenal. Apalagi kalau hal itu diketahui oleh banyak orang, ia akan ditertawakan oleh banyak orang dan menjadi malu. Sedangkan bagi seorang samurai yang mengikuti jalan samurai Bushido, ia akan lebih memilih mati daripada dipermalukan oleh banyak orang. Menurut sosiologi, salah satu bentuk dari kontak sosial adalah antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya Soekanto, 1982: 65, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat. Norma dalam masyarakat dalam cuplikan di atas adalah Bushido, yang memperhatikan pada kejujuran dan yang paling penting adalah pengendalian diri. Universitas Sumatera Utara Cuplikan 7 “Akan kutunjukkan pada semua orang” demikian pikirnya, sekalipun sedang mau muntah. “Tak ada alasan, kenapa aku tak dapat memperoleh nama untuk diriku. Aku dapat melakukan apa saja yang dilakukan Takezo Aku akan melakukan lebih dari itu, dan akan kulakukan. Lalu aku akan melakukan pembalasan, biarpun sudah mengalami peristiwa dengan Oko. Yang kubutuhkan sekarang cuma sepuluh tahun.” Musashi : 301 Analisis Dari cuplikan di atas dapat diketahui adanya kecemburuan di dalam diri Matahachi teman kecil Musashi akan keberhasilan Musashi yang dikenal banyak orang sebagai pemain pedang tangguh. Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan- keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang di dalam masyarakat. Keinginan tersebut dapat terarah pada suatu persamaan derajat dengan kedudukan dan peranan orang lain atau bahkan lebih tinggi dari itu. Seseorang yang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, maka ia pada umumnya hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain. Kedudukan dan peranan apa yang dikejar, tergantung dari apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu. Pada zaman Edo ini banyak samurai-samurai yang berlomba-lomba untuk mendapatlan suatu kedudukan di Universitas Sumatera Utara dalam pemerintahan daimyo atau shogun, tapi pada akhirnya orang yang mempunyai keahlian tinggilah yang akan mendapatkan kedudukan tersebut. Cuplikan 8 Sekalipun tidak terpelajar, orang-orang dari Perguruan Yoshioka sama sekali bukan orang-orang rendah yamh tak kenl malu. Ketika mereka sadar kembali sesudah menderita guncangan kekalahan itu, hal pertama yang terpikir oleh mereka adalah kehormatan, yaitu kehormatan perguruan, kehormatan guru, kehormatan pribadi mereka sendiri. Musashi : 167 Analisis Dari cuplikan di atas dapat diketahui bahwa bagi keluarga samurai yang paling penting adalah kehormatan, yaitu kehormatan perguruannya, kehormatan tuannya, baru kemudian kehormatan diri sendiri. Karena Musashi mengalahkan beberapa murid perguruan Yoshioka, maka murid-murid yang lain segera mencari jalan untuk mencari jalan untuk membalas dendam. Kisah-kisah tentang pembalasan dendam atau adauchi memiliki tempat yang penting dalam sejarah Jepang. Hal ini dikarenakan bahwa kehormatan keluarga sangatlah penting dalam kebudayaan tradisional Jepang. Dalam Bushido lama sebelum zaman Edo, seorang bushi harus melakukan balas dendam seketika di tempat, tidak memikirkan waktu dan tidak memikirkan siapa yang benar dan salah. Anak buah wajib membalaskan dendam tuannya. Selain itu, demi nama ie dan demi harga diri sendiri, ia wajib membunuh orang yang menjadi musuh sesegera mungkin di tempat. Cara berfikir tersebut menurut Watsuji dalam Universitas Sumatera Utara Situmorang 1995: 24 adalah suatu cara berfikir bushi yang telah hidup di masyarakat Jepang semenjak zaman Kamakura. Cuplikan 9 Musashi, yang merasa betul-betul tidak leluasa, duduk bersimpuh dengan sopannya, meniru Koetsu. Kue untuk minum teh berupa kue kismis yang dikenal dengan nama manju Yodo, tetapi kue itu diletakkan dengan apiknya diatas selembar daun hijau yang jenisnya tak ada di ladang sekitar. Musashi tahu ada peraturan tertentu berupa etiket untuk menghidangkan teh, seperti halnya ada peraturan menggunakan pedang, dan selama memperhatikan Myoshu, ia mengagumi keahliannya. Menilainya dalam istilah ilmu pedang, “Dia sempurna sekali Sama sekali tidak membuka peluang.” Ketika ia mengangkat mangkuk, Musashi merasakan di dalam diri perempuan itu keahlian surgawi, seperti kelihatan pada seorang guru pedang yang siap memukul. “Inilah jalan,” demikian pikirnya. “Inilah hakikat seni. Orang harus memilikinya, agar dapat sempurna dalam apa saja.” Musashi : 503 Analisis Dari cuplikan di atas, terlihat betapa tidak mudah bagi Musashi untuk menyesuaikan diri berhadapan dengan seorang seniman besar, Hon’ami Koetsu dan ibunya yang bernama Myoshu. Musashi seorang samurai kampung yang tidak mengetahui tata cara minum teh. Ia pun merasa tidak leluasa untuk duduk bersimpuh dengan sopan. Tapi ia sangat mengagumi seni minum teh yang Universitas Sumatera Utara diperagakan oleh Myoshu. Musashi merasa bahwa setiap orang samurai harus menguasai seni supaya hidupnya menjadi seimbang. Sikap kekaguman Musashi kepada Myoshu terhadap keahliannya adalah semacam proses simpati, yaitu suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain denga keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan- kelebihan atau kemampuan yang patut dijadikan contoh. Dalam huruf kanji Jepang, ada sebuah kata yang diucapkan uruwashi yang berarti berimbang. Sisi kiri huruf bun,yang artinya sastra atau pola-pola kebudayaan manusia dan akhirnya berarti “kebudayaan” itu sendiri. Bagian kanan dari huruf itu bu yang berarti “perang” atau “prajurit”. Dengan demikian, kata uruwashi secara keseluruhan mengonotasikan suatu keseimbangan antara kemampuan berperang dan berbudaya pada diri seseorang. Jadi, seorang bushi disamping keterampilan berperang, mereka juga harus menguasai ilmu pengetahuan. Mengenai hal ini dapat dilihat pada cuplikan berikut. Cuplikan 10 Ia menyusun rencana ini ketika berdiri di dekat makam baru petani, di atas kuburan kecil itu, “Aku akan meletakkan pedang sementara waktu, “demikian diputuskannya , “dan sebagai gantinya, bekerja dengan cangkul.” Zen, kaligrafi, seni minum teh, melukis, dan mengukir patung, semua itu bermanfaat untuk menyempurnakan ilmu pedang seseorang. Apakah menggarap ladang tidak dapat juga memberikan sumbangan kepada latihannya? Bukankah petak tanah luas ini, yang menanti garapan Universitas Sumatera Utara tangan manusia, merupakan ruang latihan yang sempurna? Dengan mengubah tanah datar yang tidak ramah menjadi tanah pertanian, ia dapat memajukan kesejahteraan generasi masa depan. Musashi : 842 Analisis Dari cuplikan di atas, Musashi pada dasarnya tetap seorang ronin. Tapi, ia mampu melampaui batas-batas sosial yang bahkan tidak bisa ditembus oleh samurai berkedudukan tinggi. Sepertinya hal ini bukan hanya berkah dari keahliannya bermain pedang, tapi juga karena kecerdasan, kepribadian, dan juga kemampuan artistiknya yang unik. Menurut Soko dalam Situmorang, 1995: 55, salah satu yang harus diterapkan dalam tingkah laku sehari-hari seorang bushi adalah melakukan berbagai penelitian terhadap alam. Bushi memerlukan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan hasil priduksi nou, kou, shouuntuk memperlancar jalannya politik. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan sebagai alat menjalankan pekerjaan shi sangat perlu. Cuplikan 11 “Oh, itu jelas. Aku mau jadi pemain pedang terbaik dan paling terkenal, dan jalan tercepat untuk mencapai itu adalah menjadi guru shogun.” “Tapi sudah ada Keluarga Yagyu yang mengajarnya. Dan saya dengar, belum lama ini dia mempekerjakan juga Ono Jiroemon.” Universitas Sumatera Utara “Ono Jiroemon Siapa pula yang peduli tentang dia? Keluarga Yagyu saja tidak membuatku terkesan. Tunggu saja aku. Hari-hari ini…” Musashi : 823 Analisis Cuplikan di atas merupakan dialog antara Sasaki Kojiro dengan Juro. Dari cuplikan di atas, dapat diketahui bahwa seorang pemain pedang yang merasa dirinya baik mempunyai keinginan mendapatkan kedudukan yang baik dan dikenal baik oleh banyak orang. Kojiro yang merupakan salah seorang shugyosha, seorang pendekar pedang yang menyempurnakan keterampilan dari memperkuat reputasinya dengan berkelana di provinsi-provinsi Jepang untuk bertarung dan sampai mempertaruhkan nyawa. Seorang shogyosha menerima murid, mendirikan sekolah, atau menciptakan gaya pedang dendiri. Akan tetapi, mereka juga senantiasa berharap diperhatikan oleh penguasa lokal, yang mungkin akan menawarkan kedudukan resmi padanya sebagai instruktur pedang untuk klannya. Di sini, Kojiro mempunyai keinginan-keinginan yang kompetitif. Sifat manusia pada umumnya selalu hendak memperoleh yang terbaik dan dihargai, karena itu makin banyak sesuatu yang dihargai, semakin meningkat pula keinginan untuk memperolehnya. Dalam persaingan, sesuatu yang dihargai mempunyai nilai lebih tinggi, terutama sesuatu yang adanya terbatas. Itu adalah keinginan untuk menjadi guru shogun. Universitas Sumatera Utara

3.4 Kehidupan Seniman dan Hasil Karyanya dan Hubungannya dalam Masyarakat