Samurai Kondisi Umum Masyarakat Jepang Pada Zaman Edo

satu tahun, sedangkan milik para daimyo yang terbesar adalah sekitar satu juta koku, milik daimyo Maeda, seorang daimyo Tozama di daerah Kaga sekarang bernama Kanazawa.

2.2.3 Samurai

Samurai sebagai golongan yang paling tinggi diatas kaum petani, tukang dan pedagang, merupakan golongan elit yang berkuasa di jepang sampai akhir masa Tokugawa. Pada saat itu jumlah mereka 7 persen dari jumlah penduduk Jepang. Kalau sebelum masa Tokugawa kaum samurai lebih bersifat pejuang militer, maka pada masa Tokugawa yang penuh perdamaian mereka tidak atau sangat kurang mendapat kesempatan untuk mempraktekkan kemahiran militernya. Karena itu, kaum samurai lebih aktif sebagai pemimpin administrasi dan politik. Kaum samurai mamakai kedua pedang tradisionalnya sebagai tanda pangkatnya, dan mereka masih juga memelihara kecakapan perangnya, tetapi sesungguhnya mereka lebih menjadi penguasa administrasi negara daripada pejuang militer. Melalui peranannya itu, pengaruh sikap hidup kaum samurai meluas kepada golongan-golongan lainnya. Tetapi, mereka juga senantiasa memelihara apa yang dinamakan Bushido atau sikap hidup seorang samurai. Bushido adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai yang merupakan penyatuan prinsip-prinsip kesetiaan dan keberanian seorang militer dengan sikap moral tinggi yang diajarkan Konfusius. Sumbernya adalah pelajaran agama Buddha, khususnya ajaran Zen dan Shinto, karena ajaran ini menimbulkan harmoni dengan apa yang dikatakan orang Jepang “kekuasaan yang absolut”. Melalui meditasi, kaum samurai berusaha mencapai tingkat berfikir yang lebih Universitas Sumatera Utara tinggi dari ucapan verbal. Di samping itu, kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan kepada yang berkuasa, sehingga menetralisasi kemungkinan sifat sombong seorang pejuang militer. Bushido mengandung keharusan seorang samurai untuk senantiasa memeperhatikan: kejujuran, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan atatau harga diri, dan kesetiaan. Untuk itu semua diperlukan pengendalian diri. Dalam alam pikiran yang berhubungan dengan Bushido bagi seorang samurai, hidup dan mati dua keadaan yang berbeda secara fundamental. Hal ini diperkuat lagi oleh keharusan-keharusan yang tercantum dalam Bushido. Karena itu, kalau ia merasa tidak dapat mencapai tujuannya dalam keadaan hidup, maka lebih baik ia memilih mati. Apabila kehormatan samurai merasa terpukul atau terganggu, ia tidak ragu-ragu untuk bunuh diri yang dinamakan seppuku. Buat samurai, seppuku bukanlah peristiwa bunuh diri yang kosong, tetapi merupakan satu kelembagaan yang legal dan seremonial. Bushido tidak dapat dipisahkan dari sikap samurai dalam menjalankan kepercayaannya. Umumnya kaum samurai menganut dan menjalankan kepercayaan Zen, maka berdasarkan pendalamannya itu, timbul suatu sikap yang senantiasa mencari harmoni dengan alam semesta, khususnya dengan alam lingkungan. Harmoni ini mencari ketenangan, kesederhanaan, dan keindahan yang antara lain dapat dilihat pada taman batu-batu Ryoan-ji, pada upacara minum teh, dan rangkaian bunga ikebana. Pada zaman Edo ini kaum samurai juga mencurahkan perhatian kepada ilmu pengetahuan dan filsafat. Karena sifat-sifat samurai ini, maka banyak ahli ilmu pengetahuan Jepang yang berasal dari samurai. Di samping mempelajari sejarah Jepang melalui Kojiki dan pengembangan Shinto, Universitas Sumatera Utara pada saat itu orang Jepang juga mulai mempelajari “ilmu-ilmu Barat” melalui orang-orang Belanda yang ada di Deshima.

2.2.4 Seniman dan Kesusastraan Zaman Edo