Keshogunan Kondisi Umum Masyarakat Jepang Pada Zaman Edo

Meninggalnya Toyotomi Hideyoshi menimbulkan persaingan antara para daimyo, mengenai siapa yang akan menggantikannya. Sebelum meninggal, Hideyoshi menunjuk sebuah dewan yang terdiri atas lima Tairo, atau menteri utama, untuk memerintah negri sampai anak lelakinya yang bernama Hideyori, mencapai usia dewasa, dengan harapan bahwa melalui cara itu, klan Toyotomi akan terus memerintah negri Jepang. Salah satu dari kelima Tairo itu adalah Tokugawa Ieyasu. Dengan wafatnya Toyotomi Hideyoshi, Tokugawa Ieyasu meneruskan pekerjaannya dan menyempurnakan persatuan bangsa. Ia putra keluarga kaya di Mikawa dan dengan tekun memperkuat kedudukannya selama zaman Nobunaga dan Hideyoshi. Tetapi tampuk kekuasaan akhirnya diperebutkan antara Tokugawa Ieyasu dan Mori Terumoto, di mana masing-masing dibantu oleh daimyo yang memihak mereka. Pertempuran hebat di Sekigahara pada tahun 1600 memberikan kemenangan pada Tokugawa Ieyasu. Tiga tahun kemudian 1603, ia diangkat oleh Tenno Heika menjadi Seii-Taishogun dan bermarkas di Edo yang kemudian menjadi pusat kekuasaan politik dan militer Jepang selama kurang lebih 265 tahun 1603-1867.

2.2.1 Keshogunan

Masa Tokugawa yang berlangsung hingga tahun 1867 telah memberikan landasan kepada Jepang dalam membentuk Jepang modern dewasa ini. Tokugawa mengakui supremasi Tenno sebagai lambang kelangsungan Jepang. Ia menyediakan tanah untuk keluarga Tenno dan keluarga-keluarga aristokrat di sekeliling Tenno. Tetapi Tenno dan keluarga-keluarga di sekelilingnya tidak boleh Universitas Sumatera Utara meninggalkan Kyoto dan dilarang mencampuri urusan pemerintahan serta berhubungan dengan para daimyo. Untuk itu ditempatkan seorang Shoshidai atau gubernur-jenderal dengan pasukan besar bertempat di sebelah istana Tenno di Kyoto. Selama masa shogunat Tokugawa dari tahun 1603 hingga 1867, ada 15 orang keluarga Tokugawa yang telah diangkat menjadi shogun. Dimulai dengan Ieyasu 1603-1605 sebagai pendiri kekuasaan Tokugawa, kemudian berturut- turut dilanjutkan oleh Hidetada 1605-1623, Iemitsu 1623-1651, Ietsuna 1651- 1680, Tsunayoshi 1680-1709, Ienobu 1709-1712, Ietsugu 1712-1716, Yoshimune 1716-1745, Ieshige 1745-1760, Ieharu 1760-1786, Ienari 1786- 1837, Ieyoshi 1837-1853, Iesada 1853-1858, Iemochi 1858-1866, dan terakhir Yoshinobu 1866-1867, Sayidiman, 1982: 18. Sebagaimana beberapa pemimpin Jepang sebelumnya, Ieyasu juga menginginkan anak cucunya dapat memegang terus kekuasaan tertinggi di Jepang. Tindakan-tindakan yang dirasa perlu pun diambilnya. Ieyasu memilih Edo sebagai ibukota pemerintahannya. Di sekitar kota Edo dibuka tanah-tanah sewa, yang disewakannya pada anggota-anggota keluarganya sendiri, keluarga Tokugawa. Semua kedudukan penting diberikannya kepada orang-orang yang dapat ia percaya. Apabila kelihatan ada tanda-tanda munculnya kerusuhan, Ieyasu membagikan tanah-tanah sewa kepada anggota keluarganya dan para daimyo. Dengan begitu seorang daimyo yang berniat mengadakan pemberontakan, akan dapat melihat bahwa disekitar wilayahnya ada tanah-tanah sewa yang dikuasai oleh seorang anggota keluarga Tokugawa. Untuk menghindari lebih jauh keadaan yang tidak diinginkan, Ieyasu juga memaksa daimyo-daimyo yang kesetiaannya agak diragukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, misalnya Universitas Sumatera Utara membangun istana benteng, sehingga daimyo itu tidak mempunyai waktu untuk tujuan-tujuan lain. Pemerintahan samurai pusat didirikan sebagai langkah untuk menjamin pengendalian para daimyo, tekanan atas istana serta pengawasan terhadap para petani. Pengendalian terhadap para daimyo memakan hampir seluruh tenaga Ieyasu. Setelah pertempuran Sekigahara, Ieyasu mengadakan perubahan- perubahan penting, seperti yang dikemukakan Sakamoto 1982: 38: 1. Pembagian wilayah dengan memberikan daerah-daerah Kinai, Kanto, dan Tokai kepada daimyo yang telah mengabdi kepadanya secara turun-temurun. Ia juga menempatkan daimyo yang tidak mempunyai ikatan erat dengan keluarga Tokugawa di daerah-daerah yang jauh seperti daerah Tohoku, Shikoku, dan Kyushu. 2. Menetapkan kitab undang-undang bagi keluarga ksatria yang mengatur secara tertulis kewajiban para daimyo. 3. Menetapkan sistem yang dikenal sebagai sankinkotai yang mewajibkan para daimyo untuk mengabdi secara bergantian di Edo dan di wilayah- wilayahnya sendiri, sementara istri dan anak-anak mereka harus tetap tinggal di Edo. Mereka berada di bawah pengawasan lembaga bakufu dan secara mutlak bertugas mengabdi kepada shogun. 4. Kitab undang-undang untuk keluarga bangsawan ditetapkan untuk mengatur istana, kitab ini mengizinkan bakufu untuk campur tangan dalam kegiatan kaisar dan untuk diajak bicara dalam hal penunjukan dan pemberian pangkat. Universitas Sumatera Utara 5. Menetapkan sistem yang menentukan kedudukan sosial seseorang dengan cara menggolongkannya dalam salah satu dari keempat kelas, yaitu samurai, petani, buruh tukang atau pedagang shi-nô-kô-shô diterapkan secara ketat. Kemudian Ieyasu mengambil langkah-langkah positif dalam bidang perdagangan karena terdapat keuntungan dari usaha itu. Pada tahun tahun 1600 kapal Belanda pertama tiba di Jepang di pelabuhan Bungo di Kyushu. Ieyasu kemudian mengundang dua orang awak kapal yang berkebangsaan Belanda itu ke Edo dan memperlakukan mereka secara khusus dengan cara mengangkat mereka menjadi penasehat untuk urusan luar negri. Sejak itu bangsa Belanda mulai mengunjungi Jepang secara teratur dan membangun kantor dagang di Hirado sebagai basis perdagangan mereka dengan Jepang. Sebuah kapal Inggris juga memasuki pelabuhan dan mendirikan kantor dagang, tetapi mereka tidak berhasil menyaingi bangsa Belanda dan terpaksa meninggalkan usaha itu. Karena dorongan Ieyasu, perjalanan ke luar negri dan kegiatan perdagangan Jepang mulai maju. Jumlah “sertifikat bersegel merah” yang diberikan kepada pedagang sebagai ijin resmi untuk pergi ke luar negri antara yahun 1604-1616 berjumlah lebih dari 180. Perdagangan luar negri yang maju ini mendorong perluasan agama kristen dan sekitar tahun 1605 jumlah penganutnya mencapai angka lebih dari tujuh ratus ribu orang. Akan tetapi berbagai hal meyakinkan Ieyasu bahwa agama kristen merupakan ancaman terhadap masa depan bangsa dan ia mulai menjalankan tindakan-tindakan untuk menekan agama itu, yaitu dengan cara Shogun ketiga Iemitsu menolak orang Spanyol yang ingin datang ke Jepang dan berdagang, ia juga melarang orang Jepang pergi ke luar Universitas Sumatera Utara negri atau kalau mereka pergi, dilarang pulang kembali ke Jepang. Sekitar zaman itu tejadi suatu ikki pemberontakan petani yang dilancarkan oleh petani-petani yang beragama kristen di Shimabara, Kyushu. Ini menyebabkan kesukaran besar bagi militer bakufu, dan mengakibatkan tindakan yang semakin keras terhadap agama kristen. Pada tahun 1639 larangan yang serupa berlaku bagi kapal Portugis dan pada tahun 1641 kantor dagang Belanda di Hirado dipindahkan ke Pulau Dejima, pelabuhan Nagasaki. Kunjungan–kunjungan orang Belanda ke daerah lain dilarang. Nagasaki menjadi satu-satunya pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar dan hanya orang Belanda dan Cina yang diijinkan berdagang. Dengan cara inilah isolasi nasional Jepang dimulai. Isolasi membantu memperkuat dan mengamankan pengendalian bakufu atas seluruh negara dan juga membantu perkembangan kebudayaan khas Jepang. Semenjak zaman shogun keempat, Ietsuna, bakufu mulai melonggarkan cara pemarintahan militer yang ketat untuk lebih memberi tekanan pada usaha pendidikan dan kebudayaan. Kecenderungan ini menjadi semakin lebih nyata dibawah shogun kelima, Tsunayoshi. Zaman yang bertepatan dengan masa pemerintahan Tsunayoshi dinamakan zaman Genroku, nama lain dari masa perdamaian dan kemakmuran. Ia mengkhususkan perhatian pada pengajaran neo – Kong Hu Cu dari Chu Shi Shushi-gaku yang menekankan kewajiban penguasa dan rakyat serta hormat kepada moralitas biasa, memenuhi syarat sebagai dukungan teoritis bagi pemerintahan feodal bakufu. Dengan masuknya ekonomi uang ke seluruh bangsa dan dengan semakin banyaknya tuntutan selera masyarakat, maka kekayaan juga semakin menumpuk ditangan kelas pedagang, sedangkan bakufu berada dalam kesulitan keuangan dan Universitas Sumatera Utara para samurai serta petani tenggelam dalam kemiskinan. Selam zaman Genroku bakufu berusaha untuk membangun kembali keuangannya dengan cara mencetak ulang mata uang, menetapkan pajak “kemewahan” goyoukin bagi pedagang kaya, tapi tindakan ini tidak berhasil. Yoshimune, shogun kedelapan, mengeluarkan larangan keras terhadap kemewahan dan dekadensi. Ia mendorong berkembangnya seni bela diri di kalangan kaum samurai dan memerintahkan seluruh bangsa untuk hidup sederhana. Ia juga mendorong pembukaan lahan pertanian dan pertumbuhan industri untuk membantu keadaan keuangan. Hasil-hasil perbaikan ini juga tidak memuaskan. Di bawah shogun kesepuluh, Ieharu, kaum samurai menjadi dekaden dan korupsi merajalela. Di bawah shogun kesebelas, Ienari, menteri utama Matsudaira Sadanobu menjalankan kebijaksanaan memperkuat pemerintahan yang dicontohkan dari tindakan Yoshimune. Ia mendorong tumbuhnya ilmu dan seni bela diri, memaksa hidup sederhana dan mengambil langkah lain yang cukup ekstrim dan keras. Dalam bidang pendidikan, tersebar luas ke seluruh negara. Selain sekolah- sekolah yang diselenggarakan oleh bakufu dan klan, juga terdapat terakoya atau sekolah di kuil yang merupakan sumber pendidikan bagi anak-anak pedagang dan petani, dan merupakan tempat di mana mereka dapat memeperoleh dasar-dasar pendidikan, yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Pada zaman ini muncul dalam bidang ilmu pengetahuan yang disebut dengan koku gaku studi nasional, yang mulai mengimbangi perhatian yang berlebihan pada ilmu pengetahuan dari Cina dengan studi bahasa Jepang kuno, dan menganjurkan kembalinya cara hidup dan pemikiran kuno dan bersifat pribumi. Cabang ilmu pengetahuan lainnya ialah Universitas Sumatera Utara Ran-gaku atau “ilmu pengetahuan Belanda”. Bahasa Belanda telah lama dikenal oleh para penterjemah untuk orang Belanda di Nagasaki, tetapi shogun Yoshimune menyuruh Aoki Konyo dan sarjana lain untuk mempelajari bahasa tersebut. Melalui ilmu bahasa, cabang ilmu pengetahuan lain berkembang sampai palajaran dalam berbagai bidang dari dunia barat, seperti ilmu kedokteran, astronomi, ilmu alam dan kimia diperkenalkan di Jepang. Bangsa pertama yang mengetuk pintu Jepang untuk memohon dibukanya hubungan dagang ialah Rusia. Kemudian, pada tahun 1853 Komodor Perry dari Amerika Serikat, memasuki pelabuhan Uraga dengan kapal-kapal perangnya. Ia membawa surat dari presiden Amerika yang ingin membuka hubungan dagang dengan Jepang. Tetapi kalangan istana dan daimyo menuntut supaya orang-orang “biadab” itu diusir. Tetapi ketika Perry kembali pada tahun berikutnya untuk minta jawaban, bakufu menyerah dan perjanjian persahabatan antara Jepang dan Amerika ditandatangani. Perjanjian itu mengatur bahwa dua pelabuhan, Shimoda dan Hakodate akan dibuka bagi kapal-kapal Amerika untuk memberi persediaan bahan bakar, air, dan makanan. Ini disusul dengan perjanjian serupa dengan Inggris, Rusia, dan Belanda. Dengan demikian, pintu negara Jepang sekali lagi dibuka setelah pengasingan yang berlangsung sepanjang dua abad. Menyusul perjanjian persahabatan tersebut, Amerika Serikat mendorong bakufu untuk mengadakan perjanjian dagang, tetapi istana tidak mengijinkan. Menteri bakufu Ii Naosuke tidak mengindahkan penolakan dari istana dan menandatangani perjanjian dan pada tahun 1858 perjanjian dagang dan persahabatan ditandatangani antara Jepang dan Amerika Serikat. Universitas Sumatera Utara Setelah wafatnya Ii Naosuke, bakufu berusaha mengendalikan krisis melalui kerjasama dengan istana. Klan Choshu menembak kapal asing melalui selat Shimonoseki, sementara klan Satsuma diserang pasukan Inggris di Kagoshima. Klan yang kuat ini menyadari bahwa mengusir “orang biadab” sebenarnya mustahil, tetapi terus bersikeras dalam usaha pengusiran sebagai cara untuk mempersulit kedudukan bakufu. Dalam Taro Sakamoto 1982: 47, klan Choshu pada mulanya menyerukan kesetiaan pada kaisar dan pengusiran orang- orang asing, sementara klan Satsuma menyerukan kerjasama antara istana dan bakufu. Kemudian fraksi yang menyerukan dijatuhkannya bakufu berkuasa di kedua klan tersebut, dan pada tahun 1866 kedua klan itu menandatangani perjanjian alisansi rahasia. Di istana, Iwakura Tomomi dan bangsawan berpangkat rendah lainnya, berusaha mengeluarkan perintah rahasia dari kaisar untuk menjatuhkan bakufu ketangan kedua klan itu. Tetapi pada hari itu shogun kelima belas, Yoshinobu, atas kehendaknya sendiri mengusulkan pengembalian tampuk pemerintahan kepada istana. Ia melakukan ini sebagai hasil peringatan yang disampaikan oleh penguasa klan Tosa kepada bakufu yang menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk menghindari campur tangan asing dan untuk memelihara kemerdekaan Jepang, ialah dengan mengembalikan pemerintahan langsung oleh kaisar secara damai. Istana menerima petisi Yoshinobu dan mengeluarkan perintah yang menyatakan pemulihan pemerintahan kaisar di tangan kaisar Meiji Tahun 1868. Lembaga bakufu pun runtuh 265 tahun setelah Ieyasu diangkat sebagai shogun. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Daimyo