BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah karya seni, sama seperti seni suara, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain Aminuddin, 2000: 39. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu
manusia menyingkap rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan menuju kebenaran. Yang
membedakannya dengan seni lain adalah bahwa sastra mempunyai aspek bahasa. Menurut Wellek dalam Melani Budianto 1997: 109, bahwa sastra adalah
lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Menurut Jan Van
Luxemburg 1986: 23-24, sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-
norma dan adat istiadat zaman itu. Sastra pun dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisa sistem masyarakat. Sastra juga mencerminkan kenyataan dalam
masyarakat dan merupakan sarana untuk memahaminya. Karya sastra terdiri dari puisi, drama, prosa novel, dan lain-lain. Novel
merupakan salah satu karya sastra yang dapat dijadikan media untuk mengabadikan sesuatu yang menarik atau luar biasa atau untuk merekam zaman
dan juga digunakan sebagai media untuk menggambarkan situasi yang terjadi saat itu dan melihat kehidupan sosiologi masyarakat yang ada dalam novel.
Novel Musashi karya Eiji Yoshikawa merupakan salah satu karya sastra yang menarik dan luar biasa serta karya yang dapat merekam zaman dengan
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan situasi yang terjadi saat itu. Dengan membaca dan menganalisis novel ini maka dapat memahami Jepang dan masyarakatnya.
Novel yang berjudul Musashi karya Eiji Yoshikawa ini terdiri dari 1.247 halaman dalam bahasa Indonesia. Kesuksesan kisah novel ini merupakan suatu
keajaiban tersendiri. Kisah ini ditulis dengan gaya yang dekat fiksi tradisional Jepang dan juga dekat dengan pikiran umum yang ternyata sangat mengena. Maka
tidaklah mengherankan kalau novel ini telah terjual 120 juta eksempelar keseluruh dunia.
Di dalam novel ini dikisahkan mengenai seorang Musashi, tokoh kelas bawah yang mencari jati diri lewat pedang. Di dalam kisah ini dapat dilihat situasi
sosial-politik budaya saat itu 1600-1612. Di dalam novel ini juga dapat dilihat kehidupan masyarakat pada zaman itu, yaitu bagaimana mereka berinteraksi di
dal;am suatu masyarakat dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Edwin O Reishauer dalam Eiji Yoshikawa 2001: ix-xii, mengatakan bahwa kisah ini
memberikan kilasan sejarah Jepang dan pemahaman akan idealisasi citra diri manusia Jepang masa kini. Reischauer juga menulis, “Berbeda dengan citra
Jepang modern yang dilukiskan sebagai sebuah grup “Binatang Ekonomi”, kebanyakan manusia Jepang menganggap dirinya individualistis, sangat
memegang prinsip, dan sangat peka akan keindahan. Pokoknya sebagai Musashi modern”. Bahkan ada ungkapan dalam bahasa Jepang modern yang mengacu pada
orang yang punya watak “seperti Musashi”. Mungkin sekali nama Musashi telah terkenal dari pada kebanyakan tokoh penting dalam sejarah dan kebudayaan
jepang.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kenyataannya, Musashi merupakan seorang maestro samurai, seniman, dan juga penulis. Ia pernah membuat beberapa tulisan mengenai seni
bela diri dan yang paling terkenal dan sempat diselesaikan sebelum ia meninggal adalah Kitab Lima Lingkaran gorin no sho, yang berisi prinsip-prinsip yang ia
tekankan dalam seni bela dirinya. Buku ini dibaca oleh murid-muridnya dan para samurai, bahkan sekarang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa,
termasuk bahasa Indonesia. . Novel Musashi yang dikarang oleh Eiji Yoshikawa ini ditulis berdasarkan
catatan sejarah yang akurat dan dengan menambahkan beberapa karakter fiktif yang berasal dari hasil daya imajinasi pengarang. Maka tidaklah berlebihan
apabila kisah dalam novel ini disebut kisah Musashi historis, dimana sebuah cerita yang ingin diyakini kebenarannya.
Dengan kombinasi aksi dan penilaian filosofis yang menarik mengenai berbagai karakter yang dilakukan oleh pengarang, sehingga pembaca tidak pernah
dibuat kecewa atau bosan. Dengan latar belakang historis, yaitu pada zaman Edo, yang dipimpin oleh Tokugawa, dan tokoh minor yang dapat ditemui disepanjang
cerita sama menarikanya dengan pertarungan melawan berbagai musuhnya. Dalam novel tersebut Musashi berusaha mengatasi tiga rintangan, yaitu
kebodohan, nafsu, dan kebencian disepanjang cerita. Ketiganya adalah bahan dan bumbu kehidupan sehari-hari, dan Yoshikawa paham bahwa Musashi harus
mengatasi ketiganya persis sebagaimana kita juga. Lebih lanjut lagi, Yoshikawa paham bahwa mengatasi masalah-masalah duniawi seperti itu adalah bagian
dalam menempuh jalan pedang yang sama besarnya bagi Musashi dengan berbagai pertarungannya. Ini adalah lompatan besar dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
dongeng-dongeng kodan dongeng profesional sehingga membuat kisah Musashi dalam novel lebih mirip dengan kisah hidup kita sendiri.
Disaat Musashi masih hidup, di Jepang sedang terjadi transisi besar. Keberhasilan Tokugawa sebagai shogun yang ditandai dengan perang antar
daimyo usai sudah. Situasi perang terus-menerus beralih ke keadaan damai. Sedikit-demi sedikit terbentuklah garis tegas yang memisahkan kelas samurai
yang memiliki hak istimewa menyandang pedang dan memakai nama keluarga dengan orang biasa yang tidak boleh bersenjata dan menggunakan nama keluarga,
meski mereka itu pedagang besar ataupun tuan tanah kaya. Pemisahan kelas ini berlangsung sekitar satu-dua generasi. Karena
Musashi hidup pada awal zaman Tokugawa, maka saat itu pemisahan kelas belum terbentuk. Keadaan damai tentu memengaruhi para prajurit yang tidak lagi
berperang, bahkan mulai muncul birokrat yang dianggap menjadi lebih penting. Para samurai pun perlahan-lahan mengalihkan kepandaian pedangnya ke keahlian
yang dibutuhkan birokrat. Disiplin diri dan pendidikan jadi lebih penting dari pada keahlian perang. Untuk mengetahui kehidupan sosial masyarakat pada awal
zaman Edo yang terdapat dalam Novel Musashi, maka penulis akan membahasnya
melalui skripsi yang berjudul : “Analisis Sosiologis Terhadap Novel Musashi Karya Eiji Yoshikawa”.
1.2 Perumusan Masalah