2.2.2 Daimyo
Pada zaman Muromachi, ada yang disebut dengan shugo pelindung dan jito pengawas yang ditunjuk untuk memerintah di propinsi. Para shugo dan jito
dari zaman Kamakura merupakan tenaga bayaran keluarga Minamoto dan terikat pada keluarga ini dengan ikatan kesetiaan kuat. Para shugo dari zaman
Muromachi bukan tenaga bayaran keluarga Ashikaga. Mereka tidak mengabdi secara mutlak kepada shogun, melainkan bertindak sesuai dengan kepentingannya
masing-masing dan dengan demikian mengakibatkan landasan lembaga bakufu menjadi sangat rapuh. Lebih dari itu, kekuasaan para shugo telah semakin besar
selama pertikaian antara Istana Utara dan Selatan. Mereka tidak hanya memperoleh kedudukan dimana mereka memiliki hak sebagai penguasa lokal atas
seluruh tanah dan rakyat di propinsinya sendiri, tetapi ada beberapa orang shugo yang menguasai beberapa propinsi sekaligus. Seorang penguasa yang memiliki
wilayah yang luas pada saat itu dikenal sebagai daimyo, dan istilah shugo-daimyo mulai dikenal. Pada zaman berikutnya daerah yang dikuasai seorang daimyo lebih
kecil dari propinsi sebelumnya, tetapi diorganisasikan lebih kompak dan daimyo berkuasa penuh di dalamnya. Di dalam daerah inti seluruh tanah menjadi milik
daimyo dan semua samurai yang hidup di situ menjadi anak buahnya. Dalam masa Tokugawa, tanah pada umumnya dimiliki oleh para daimyo
yang menjadi penguasa-penguasa daerah sebagai kelas samurai. Tetapi bagian terbesar rakyat, 80 persen adalah petani. Daimyo yang jumlahnya hanya sekitar
270 orang itu memperoleh desentralisasi wewenang dari shogun Tokugawa untuk menguasai suatu daerah. Dalam fungsi tersebut, mereka dibantu oleh para samurai.
Universitas Sumatera Utara
Daimyo di masa Tokugawa dibagi 3 golongan yaitu: Shimpan, yaitu yang ada hubungan keluarga dengan Tokugawa. Fudai, yaitu yang mendukung
Tokugawa sejak sebelum pertempuran Sekigahara ketika Tokugawa Ieyasu mengalahkan musuhnya. Tozama atau daimyo luar, yaitu mereka yang
ditundukkan Tokugawa setelah Sekigahara Sayidiman, 1982: 18. Di antara seluruh daimyo, 63 persen termasuk dua golongan pertama,
sedangkan Tozama hanya 37 persen. Meskipun begitu, wilayah yang dikuasai golongan Tozama dan tanah yang dimilikinya lebih besar dari Shimpan ataupun
Fudai daimyo. Namun letak wilayah Shimpan dan Fudai lebih strategis, yaitu sekitar Edo sebagai pusat kekuasaan Tokugawa, sedangkan kedudukan daimyo
Tozama jauh dari Edo yakni di bagian barat dan utara negara serta sepanjang pesisir laut Jepang.
Para daimyo sepenuhnya dikuasai oleh shogun, sehingga shogun dapat
memindahkan seorang daimyo dari satu tempat ke tempat lain serta merampas tanahnya. Bahkan bakufu, yaitu sistem pemerintahan militer zaman Tokugawa,
dapat membatasi gerak-gerik daimyo, sampai pada masalah perkawinan, pemeliharaan benteng tempat tinggalnya dan lain-lain. Bakufu juga menentukan
adanya Sankin kotai, yaitu keharusan para daimyo untuk mempunyai tempat tinggal di Edo, tempat istri dan anak-anaknya harus ditinggalkan. Para daimyo
dapat tinggal berpindah-pindah di Edo dan di tempat kekuasaannya, selama setahun atau setengah tahun berturut-turut. Kalau berada di Edo, mereka harus
bekerja di markas shogun atau menjalankan fungsi-fungsi protokoler. Tanah yang dimiliki Tokugawa adalah sekitar 7 juta koku 1 koku =
jumlah tanah yang menghasilkan jumlah beras yang dikonsumsi satu orang dalam
Universitas Sumatera Utara
satu tahun, sedangkan milik para daimyo yang terbesar adalah sekitar satu juta koku, milik daimyo Maeda, seorang daimyo Tozama di daerah Kaga sekarang
bernama Kanazawa.
2.2.3 Samurai