Tabel 1. berikut adalah gambaran umum dari kedua informan pangkal tersebut.
Informan-1 Informan-2
Nama bukan yang sebenarnya
Sari Yani
Usia 29 tahun
32 tahun Pendidikan terakhir
SMU SMK
Pariwisata Suku bangsa
Batak Jawa
Agama Kristen
Islam Pekerjaan Utama
Pekerja Seks Pemilik Salon
Kecantikan
4.1. Informan Pangkal – 1 Sari
4.1.1. Deskripsi Diri
Perawakan tubuh kurus dan tinggi dengan kulit sawo matang, waria yang telah melakukan operasi perubahan pada hidung yang tampak mancung, namun
sedikit kurang proporsional. Beberapa bagian wajah seperti dagu, bibir dan pipi juga tampaknya dilakukan operasi sederhana. Terlihat dada yang lebih besar dari laki-laki
umumnya, sehingga tampak menyerupai buah dada. Rambut hitam, panjang sebahu yang ditutupi dengan topi. Sari termasuk tipikal yang cenderung hati-hati dan takut
Universitas Sumatera Utara
untuk menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. Tampak raut wajah yang sedikit cemas dengan maksud kedatangan penulis, sering mengernyitkan dahi dan
pandangan menerawang jauh seperti menyembunyikan sesuatu. Berkali-kali ia meminta agar identitas aslinya tidak dipublikasikan. Sari takut orang tua atau salah
seorang anggota keluarganya ada yang mengetahui keberadaan dan keadaannya saat ini.
Walaupun pada awalnya Sari cenderung tertutup, tetapi lama kelamaan dia mulai terbuka, interaksi berjalan cukup lancar, kebalikannya dia sering menjawab
sesuatu yang diluar lingkup pertanyaan, tampaknya Sari butuh teman untuk berbagi. Sebenarnya dia ingin keluarganya menerima dia kembali, kerinduan itu beberapa kali
diungkapkan kepada penulis, hanya dia takut akan dipukul dan diusir kembali oleh bapaknya. Perasaan tertekan demikian kuat memengaruhi jalannya wawancara.
Beberapa kali wawancara ditunda karena Sari lebih banyak menangis. Emosinya mudah sekali terpancing dalam menanggapi sesuatu yang ditanyakan penulis
mengenai kehidupan masa lalunya. Dua hal yang bertolak belakang tentang perasaannya sering muncul di awal pertemuan, terlebih ungkapan perasaannya
terhadap bapaknyanya. Lebih dari lima kali pertemuan pembicaraan dua arah lebih efektif. Sari menganggap penulis cukup sabar mendampinginya, sehingga
menurutnya lebih baik terbuka saja.
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Sejarah Hidup
Terlahir 2 November 1980, dengan nama asli pemberian orang tua seperti kebanyakan laki-laki lain pada umumnya. Sari terlahir dari keluarga yang agamis.
Keluarganya merupakan keluarga besar, dia memiliki lima saudara laki-laki enam dengan dirinya dan satu saudara perempuan. Kalau ingin cerita dia cenderung lebih
terbuka dengan saudara perempuannya. Dia memiliki masa kecil yang agak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Sari lebih suka bermain dengan perempuan dan
sudah kelihatan genit, dia tidak suka bermain dengan laki-laki.
”Yang membedakan dengan teman-teman laki-laki lain, aku kalau main-main lebih suka dengan perempuan dan mainannya suka
yang berbau-bau perempuan, seperti bunga-bungaan. Anehnya orang tua aku waktu itu membiarkan”
Perilaku masa kecilnya tersebut tumbuh kembang sampai dia benar-benar menjadi seorang waria. Orang tua Sari tidak sadar kalau apa yang dilakukan anaknya
itu memengaruhi perkembangan dia selanjutnya. Mereka berpikir kalau anaknya bermain dengan perempuan akan lebih aman, karena kalau bermain dengan laki-laki
ditakutkan akan berkelahi. Masyarakat yang melihat gaya Sari yang lentik dan suka bermain dengan perempuan, banyak yang memanggil dia dengan sebutan banci.
”Aku marah sekali waktu dikatakan banci, akukan laki-laki kenapa orang lain panggil aku banci ?”
Universitas Sumatera Utara
Lama-kelamaan Sari merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Sari mulai merasakan berbeda dengan orang lain, pada saat berusia 12 tahun, ketika duduk
di bangku Sekolah Dasar, Sari sering ikut kakaknya sebagai penyanyi gereja dan penyanyi hajatan di daerah asalnya. Pada saat manggung di acara pesta pernikahan
dia sudah mulai berdandan seperti perempuan. Dia sangat suka akan perannya sebagai perempuan, tetapi kalau melihat laki-laki berdandan selayaknya perempuan
dia tidak suka padahal saat itu, dia sudah berjalan megal-megol. Setelah pentas tersebut, Sari sering sembunyi-sembunyi memakai pakaian dan berdandan selayaknya
perempuan. Saat itu dia belum sepenuhnya sadar akan keadaan dirinya. Lama kelamaan dia merasa lebih tertarik dengan laki-laki. Seperti apa yang diceritakannya.
”Aku kalau melihat laki-laki itu ada getaran yang lain, tapi kalau sama perempuan biasa saja. Aku merasa kalau melihat perempuan,
ya itu lah aku.. tapi kalau berteman dengan lelaki ada perasaan malu. Demikian juga kalau melihat guru yang ganteng, aku tertarik, namun
kalau melihat lawan jenis aku tidak tertarik sama sekali”.
Dia bercerita dengan menunjukkan kelentikannya sebagai seorang waria. Orang tua Sari pada awalnya membiarkan saja karena dianggap masih anak-anak.
Seiring dengan bertambahnya usia, Sari merasakan bahwa apa yang dikatakan orang- orang bahwa dirinya banci adalah benar. Setelah mengetahui dan mengerti apa
sebenarnya yang terjadi pada dirinya, dia memutuskan jalan hidup yang dianggapnya terbaik. Selesai menamatkan SMA, akhirnya dia berani menunjukkan jati diri yang
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya. Dia mengambil keputusan itu karena dia tidak ingin membohongi diri sendiri, dengan cara sembunyi-sembunyi dia merasa telah menyakiti diri sendiri,
walaupun dulu dia tidak pernah berpikir sedikitpun untuk menjadi seorang waria.
“Waktu dulu sebenarnya aku juga tidak menghendaki jadi penyanyi yang berdandan perempuan. Waktu itu ada hubungannya dengan
agama yang kental dalam keluarga kami. Harus banyak pertimbangan waktu itu. Aku merasa dosa. Ya Tuhan Yesus..dosa,
ya Tuhan alak lai laki-laki kenapa jadi boru perempuan. Saat itu antara iya dan tidak, di dalam hati aku berkeinginan menjadi seorang
laki-laki sejati, tapi aku kan gak kayak laki-laki istilahnya kan aku keperempuanan, apa yang harus aku lakukan ?”.
Itu merupakan problema yang luar biasa saat dia akan memutuskan menjadi seorang waria karena seluruh keluarga menentang keputusannya. Terutama bapaknya
yang sangat keras mendidik anak-anaknya. Namun Sari berkeyakinan dengan membuka jati diri sebenarnya, batinnya akan lebih tenang. Keputusan itu membuat
orang tua mengusirnya dari rumah dengan alasan membuat aib keluarga, Sari dianggap anak durhaka. Dia berusaha menjelaskannya kepada bapaknya, namun tidak
digubris.
”Aku tak pernah meminta dilahirkan sebagai waria, tapi dengan mendandani diri seperti perempuan, aku merasa nyaman....
mendapatkan kenikmatan batin yang dalam, mohon Bapak mengerti keadaanku ini”.
Universitas Sumatera Utara
Ia seolah berhasil melepas beban psikologi yang selama ini masih memberatkannya. Tidak terima dengan penjelasan Sari, bapaknya melempar Sari
dengan benda yang ada disekitarnya. Sari sedih dan putus asa, dia berniat bunuh diri ketika itu, namun takut dosa. Sari berjalan tidak tentu arah, sampai akhirnya bertemu
dengan seorang waria bernama Sinta di terminal pusat kota yang hendak menuju Medan. Sekilas Sari menceritakan permasalahannya kepada Sinta yang dianggapnya
dapat memberikan solusi karena sesama waria. Sinta mengajaknya ke rumah kakaknya. Sari menurut saja karena sangat bingung tidak tahu harus kemana dan
berbuat apa. Mereka berbicara panjang lebar, yang menurut Sari merupakan alasan dia berada di Medan saat ini.
Malam harinya dengan berpura-pura telah menyadari perbuatannya. Sari diterima kembali oleh keluarga. Bapaknya yang seorang pendeta menasehati Sari
sepanjang malam itu. Namun, tekadnya sudah bulat. Beberapa hari kemudian dengan membawa pakaian dan perlengkapan dirinya Sari menuju Kota Medan dengan
temannya itu.
4.1.3. Pengambilan Keputusan Tes HIV