Tekanan Sosial Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan

konseling ternyata ikut memberi andil dalam menentukan keputusan waria melakukan tes. Faktor-faktor yang memengaruhi tersebut dijelaskan dalam point 5.1. Berikut penjelasan faktor-faktor dari dalam diri dan faktor layanan yang memengaruhi keputusan tersebut setelah dipecah menjadi beberapa domain.

5.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan

5.1.1. Tekanan Sosial

Perilaku waria tidak dapat dijelaskan dengan deskripsi yang sederhana. Konflik identitas jenis kelamin yang dialami waria tersebut dapat dipahami melalui kajian terhadap tahap perkembangan dalam hidupnya. Perkembangan tersebut akan mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Kalau melihat kasus yang dialami oleh informan, mereka tidak dapat menyesuaikan dengan peran seks yang disetujui oleh masyarakat, salah satunya adalah pernyataan informan yang merasakan hal tersebut. ”Yang membedakan dengan teman-teman laki-laki lain, aku kalau main-main lebih suka dengan perempuan dan mainannya suka yang berbau-bau perempuan, kayak bunga-bunga. Anehnya orang tua aku waktu itu membiarkan” Sari. Perilaku masa kecilnya tersebut tumbuh kembang sampai dia benar-benar menjadi seorang waria. Orang tua Sari tidak sadar kalau apa yang dilakukan anaknya itu memengaruhi perkembangan dia selanjutnya. Mereka berfikir kalau anaknya bermain dengan perempuan akan lebih aman, karena kalau bermain dengan laki-laki Universitas Sumatera Utara ditakutkan akan berkelahi. Masyarakat yang melihat gaya Sari yang lentik dan suka bermain dengan perempuan, banyak yang memanggil dia dengan sebutan banci waria. Sari yang suka bermain dengan anak perempuan, setelah menginjakkan kaki di bangku sekolah dasar mengalami suatu tekanan sosial dari teman-temannya. Teman laki-lakinya sering menggoda dengan sebutan banci, bahkan terkadang melecehkan. ”Aku marah sekali waktu dikatakan banci, akukan laki-laki kenapa orang lain panggil aku banci ?” Mendapat panggilan banci dari teman-temannya membuat subyek tidak merasa nyaman karena informan pada masa kecilnya sudah mendapatkan identitas laki-laki. Lama kelamaan mereka melihat diri mereka sendiri apa yang membuat teman-temannya menyebut mereka banci. Akhirnya mereka menemukan jawabannya dengan melihat tingkah laku mereka sendiri yang ternyata memang keperempuanan. ”Aku kalau melihat laki-laki itu ada getaran yang lain, tapi kalau sama perempuan biasa saja. Aku merasa kalau melihat perempuan, ’ya itu lah aku.. tapi kalau berteman dengan lelaki ada perasaan malu. Demikian juga kalau melihat guru yang ganteng, aku tertarik, namun kalau melihat lawan jenis aku tidak tertarik sama sekali”. Yani Universitas Sumatera Utara Selain berbagai tekanan sosial, mereka juga kurang mendapatkan tempat dalam struktur masyarakat. Mereka sering dikucilkan, dicemooh, diejek oleh masyarakat. Seperti halnya yang terjadi pada kasus di atas. Masyarakat menganggap waria menyalahi kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Supaya bisa diterima di dalam masyarakat mereka cenderung untuk lebih bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat setempat. Agar masyarakat bisa menerima keberadaan waria mereka melakukan berbagai upaya yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Diterima tidaknya waria dalam masyarakat tergantung pada stigma yang dibangun oleh masyarakat tersebut. Tekanan sosial muncul dari stigma masyarakat. Stigma sering diartikan sebagai ’cap buruk’ seseorang dimata orang lain. Stigma akan memengaruhi kapasitas masyarakat dalam merespon suatu keadaan. Secara umum masyarakat masih memandang aneh fenomena waria. Mereka tak bisa menerima begitu saja kehadirannya. Bagi waria, resistensi masyarakat ini menjadi masalah besar. Kondisi ini mengakibatkan mereka cenderung menarik diri dari komunitas umum. Secara sosiologis, setiap individu menginginkan eksistensinya diakui. Ketika lingkungan tidak bisa menerimanya, seseorang cenderung mencari komunitas yang benar-benar mengakui keberadaannya. Itu sebabnya mengapa para waria cenderung membangun komunitas yang ekslusif, seperti menjadi PSK, menjadi pekerja salon, karena di sektor-sektor lain mereka tidak diakui. Masyarakat perlu mengubah persepsi terhadap fenomena waria ini. Universitas Sumatera Utara Dari hasil FGD tidak ada seorangpun dari peserta yang ingin dilahirkan sebagai waria. Semua ingin lahir sebagai manusia normal. Ada yang ingin dilahirkan sebagai laki-laki seutuhnya dan ada pula yang ingin dilahirkan sebagai perempuan sejati. Karena belum diterimanya waria dalam kehidupan masyarakat, maka kehidupan waria menjadi terbatas terutama pada kehidupan hiburan, seperti menjadi penyanyi hajatan atau menjadi pelacur untuk memenuhi kebutuhan materil maupun biologisnya. Tekanan yang dialami bukan saja dari komunitas berbeda, sesama waria sendiri masih terdapat stigma dan diskriminasi terhadap orang yang disangka positif HIV. Akibat khawatir akan dijauhi oleh waria lainnya, kedua informan menghindari untuk diketahui oleh orang lain bila akan memeriksakan diri. Pemahaman Sari bahwa dia disarankan oleh konselor untuk mengulangi hasil tes tiga bulan sekali secara rutin, karena pada pemeriksaan pertama hasil tes menunjukkan non-reaktif tidak memengaruhi keputusannya untuk melakukan tes ulangan, dia lebih takut terhadap tekanan sosial yang akan diterima terhadap kemungkinan-kemungkinan hasil yang akan terjadi. Informan Yani, memeriksakan diri dengan sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan pegawai salonnya, alasannya bahwa sebagai pemilik salon Yani tidak mau ada anggapan dari pegawainya bahwa dia menderita suatu penyakit kelamin sehingga harus memeriksakan diri di klinik khusus IMS. Yani khawatir ada orang lain yang mengetahui hasil VCT HIV dirinya. Universitas Sumatera Utara ”Aku takut gak ada lagi pelanggan yang nyalon ketempatku kalau mereka tahu aku mengidap HIV, belum lagi waria lain yang menjauh dariku, soalnya banyak kejadian gitu, salah satunya Mela...mana ada yang mau dekat dia lagi ”. Stigma dan diskriminasi yang diterima Mela, salah seorang teman waria Yani yang juga merupakan salah seorang peserta FGD yang telah membuka status HIV- nya adalah dalam bentuk menjauhinya dan berkurangnya pelanggan salon di tempatnya bekerja, sehingga pemilik salon memberhentikannya, memang tidak ada yang menghinanya secara langsung, namun Mela yakin di belakangnya mereka mempergunjingkan dirinya.

5.1.2. Karakteristik Gender

Dokumen yang terkait

Determinan Penyakit Sifilis pada Kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Klinik Infeksi Menular Seksual-Voluntary Counselling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan

5 85 115

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik Voluntary Counselling And Testing (VCT) Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2008

5 76 72

Keputusan Waria Melakukan Tes HIV/AIDS Pasca Konseling Di Klinik Infeksi Menular Seksual Dan Voluntary Counselling And Testing Veteran Medan Tahun 2009

0 68 124

Peran Komunikasi Antar Pribadi Dalam Voluntary Counselling And Testing : (Studi Deskriptif Tentang Faktor Konsep Diri ODHA Setelah Melakukan Konseling dan Tes HIV di Klinik Voluntary Counselling and Testing RSU Pirngadi Medan)

1 64 100

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

0 21 103

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko HIV/AIDS terhadap Kelompok Waria di Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Bestari Kota Medan Tahun 2014

5 54 177

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Sifilis - Determinan Penyakit Sifilis pada Kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Klinik Infeksi Menular Seksual-Voluntary Counselling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan

0 0 30

Determinan Penyakit Sifilis pada Kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Klinik Infeksi Menular Seksual-Voluntary Counselling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan

0 0 17

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 16