Dari hasil studi pada hewan serta manifestasi klinik kelainan hormonal pada manusia, diasumsikan bahwa penyimpangan itu memiliki dasar biologis. Diduga
kadar kritis hormon androgen pada periode sensitif awal kehamilan menimbulkan penyimpangan antara pembentukan alat kelamin dan pembentukan perilaku. Dalam
hal ini kadar hormon androgen dapat merangsang pembentukan alat kelamin laki-laki dengan normal tetapi tidak mampu merangsang sel-sel otak menjadi maskulin. Riset
neuroanatomi menguatkan hal ini ketika ditemukan bahwa waria memiliki otak dengan struktur yang mirip perempuan, berbeda dengan yang dimiliki laki-laki
www.cybertokoh.com, sehingga mereka baru merasa sempurna ketika diperlakukan
sebagai perempuan dalam kondisi apapun, demikian pandangan mereka yang menurut penulis sangat kompleks dan perlu difasilitasi dengan menyediakan tenaga
kesehatan laki-laki.
5.1.3. Pengaruh Orang Lain
Manusia merupakan makhluk pribadi dan sosial, sejak lahir berhubungan dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial dalam melakukan suatu tindakan
setiap individu dipengaruhi oleh orang lain, baik dari cerita ataupun pengalaman orang lain yang dilihat dan didengarnya. Pada awalnya Sari enggan memeriksakan
diri karena persepsi yang membentuk alur pikir Sari masih didominanasi streotipe dari cerita teman-temannya bahwa ketika seseorang terinfeksi HIV dia akan dijauhi
oleh orang disekitarnya dan segera meninggal. Hal ini merupakan pengaruh negatif
Universitas Sumatera Utara
dari orang lain yang ikut menentukan keputusannya melakukan tes, namun ada juga pengaruh orang lain yang sifatnya positif. Pada kasus Sari, pengaruh orang lain tidak
secara langsung menginspirasinya untuk melakukan tes, namun pengaruh seniornya yang bernama Hindun tersebut secara tidak langsung merubah pola pikir Sari bahwa
status HIV positif juga dapat hidup seperti orang yang tidak terinfeksi. Hindun banyak memberi Sari inspirasi bagaimana menjalani hidup sebagai ODHA.
”Kak Hindun sebenarnya orang yang paling bisa buat aku yakin kalo cara yang paling baik mengatasi kondisi ku saat ini adalah
menghadapi masalah itu, bukannya lari...aku yang gak mau tes, kata kak Hindun itu sama aja aku lari dari masalah...berarti aku takut
menghadapi kenyataan....mungkin ada benarnya, tapi aku belum siap, tapi paling tidak kak Hindun udah nambah keyakinan aku kalo
aku suatu saat akan tes, tapi gak sekarang..”.
Perubahan cara pandang Sari terhadap cara hidup ODHA, membuatnya lebih aktif mencari sesuatu yang berkaitan dengan HIVAIDS. Yang pada akhirnya
menguatkannya untuk mengambil keputusan melakukan tes.
5.1.4. Pengaruh Kebudayaan
Waria masih relatif tertutup. Lingkungan tidak selalu dapat menerima mereka menjadi waria. Karena itu pada umumnya mereka mengalami tekanan perasaan
manakala tinggal didalam keluarga, apalagi norma masyarakat tentang kebudayaan menurut seks masih ketat, karena itu agar menentukan secara bebas aktualisasi diri
Universitas Sumatera Utara
mereka lari meninggalkan rumah dan bergabung dengan komunitas waria lainnya. Kedua informan keluar dari lingkungannya dengan sengaja, menghindari lingkungan
yang menolak keberadaannya. Untuk sementara mereka merasa aman, tetapi kemudian kebutuhan menuntut untuk dipenuhi. Mereka yang mempunyai
keterampilan dan pendidikan cukup akan lebih mudah mencari nafkah. Dalam hal ini Sari menjadi pekerja seks dan Yani yang memiliki keterampilan membuka usaha
salon untuk meneruskan hidupnya. Seperti komunitas lainnya, sebagai makhluk sosial mereka membutuhkan rasa
aman, diakui keberadaannya dan status dalam memperoleh kesempatan mengaktualisasi kemampuan diri mereka. Berangkat dari pedoman dasar dalam
tataran kehidupan manusia secara umum di atas, struktur yang berlaku di masyarakat pun secara langsung menolak keberadaan waria secara eksistensial, sehingga
terbentuk cap buruk terhadap waria sebelum mengenal siapa waria tersebut. Sari enggan melakukan tes karena ia khawatir akan dijauhi lingkungannya bila mereka
mengetahui hasil tersebut. Kecenderungan waria yang menjauhi temannya yang positif, karena stigma yang timbul dan terbentuk dalam budaya masyarakat seperti itu
Demikian juga dengan Yani takut bila pegawai salonnya dan pelanggannya akan menjauhinya sehingga melakukan tes secara sembunyi-sembunyi. Diskriminasi
ini menyebabkan mereka enggan melakukan tes secara terbuka sehingga persentase waria melakukan tes relatif kecil yang menyebabkan prevalensi HIV sulit dipantau.
Kondisi ini sangat dilematis. Secara sosio-kultural mereka dipandang sebelah mata,
Universitas Sumatera Utara
bahkan cenderung dijauhi, namun di sisi lain mereka sangat rentan memicu persoalan kesehatan. Perilaku waria, terutama yang mendapatkan perlakuan diskriminatif sangat
rentan terjebak dalam perilaku menyimpang. Banyak yang tidak memiliki kompetensi akhirnya memilih menjadi pekerja seks untuk bertahan hidup.
Mereka sangat berpotensi besar menyebarkannya kepada orang lain. Tentu ini menjadi persoalan serius dan tidak seharusnya dipandang dari satu sisi sebagai
masalah waria, namun menjadi masalah kesehatan secara umum.
5.1.5. Kepentingan