4.2.4. Pelayanan Klinik VCT
Yani berniat melakukan VCT secepatnya, keinginannya tersebut diutarakannya kepada Ahuat. Yani berharap Ahuat dapat menemaninya ke dokter
yang terdekat. Namun Ahuat sendiri tidak tahu dimana layanan kesehatan yang menyediakan layanan VCT, karena setahunya sewaktu tinggal di Jakarta dia
memeriksakan diri, tidak semua RS dapat melayani VCT. Yani sebenarnya bisa saja menanyakan kepada pegawai salonnya, namun dia takut bila akhirnya seluruh
pegawai salonnya akan mengetahui hal itu. Untuk itu Yani melalui pegawai salonnya meminta petugas lapangan menjumpainya kembali dengan alasan ingin mengetahui
IMS lebih lanjut. Sesuai dengan hari yang telah disepakati, tanpa diketahui oleh seorangpun
pegawainya, Yani bersama PL menuju Klinik IMS dan VCT Veteran. Oleh petugas catatan medis, data diri Yani dicatat dalam status pasien untuk selanjutnya Yani
diminta menemui konselor yang telah menunggu di meja lainnya. Konselor menanyakan maksud kedatangan Yani untuk pemeriksaan IMS dan VCT atau salah
satu dari keduanya. Yani menanyakan prosedur pemeriksaan, karena sebelumnya PL menjelaskan ketika pemeriksaan IMS salah satu caranya adalah dimasukkan benda ke
dalam anus untuk diambil jaringan di sekitar anus dan pada sebagian pasien ada yang merasa nyeri. Konselor menjelaskan hal yang sama seperti PL dan Yani tidak
keberatan mengenai hal itu, demikian juga dengan prosedur pemeriksaan VCT diterima Yani dengan baik. Konselor kemudian menjelaskan kemungkinan-
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan hasil pemeriksaan dan penanganan selanjutnya yang dapat diberikan oleh klinik dan hal lain yang harus dilakukan pasien berkaitan dengan hasil
pemeriksaan nantinya. Konselor mengatakan bahwa hasil pemeriksaan bersifat rahasia yang hanya diketahui oleh konselor dan klien, namun Yani meragukan hal itu,
karena meja konseling yang disediakan bersebelahan dengan meja catatan medis, selain itu tidak ada sekat permanen antara ruang periksa dengan proses konseling,
terbukti perbincangan di tempat tidur pemeriksaan masih terdengar jelas oleh Yani. Ruang tunggu yang tersedia tidak begitu jauh dari meja konseling, Yani
memperhatikan beberapa waria lain yang hilir mudik di ruangan dan masih dapat mendengar sekilas percakapan di antara mereka. Menyiasati kondisi demikian Yani
dalam menanyakan sesuatu kepada konselor berbicara lebih pelan dan sangat hati- hati. Beberapa kali konselor meminta Yani mengulang pertanyaan yang kurang jelas
menurutnya, sehingga komunikasi dua arah kurang efektif. Menurut Yani bahasa yang disampaikan konselor kurang dapat dipahaminya, banyak istilah yang belum
dimengerti Yani, namun hanya dipendamnya dalam hati untuk mempersingkat waktu. Yani juga menggunakan kalimat yang pendek dan terbatas untuk meminimalisir
kalimat yang diungkapkannya agar lebih mudah didengar. Secara keseluruhan Yani merasa kurang puas dengan kondisi tersebut karena dia tidak dapat berkomunikasi
secara bebas. Setelah menandatangani surat persetujuan VCT, Yani menuju ruangan
pemeriksaan. Ketika akan masuk ke dalam Yani dipesankan untuk menanggalkan
Universitas Sumatera Utara
celananya, namun Yani terkejut dan menolak untuk pemeriksaan anus lebih lanjut, dia tidak mau bila harus membuka pakaiannya karena yang akan memeriksanya
adalah petugas kesehatan wanita. Yani meminta agar yang memeriksanya adalah petugas pria, tetapi di Klinik IMS dan VCT Veteran tidak ada petugas pemeriksaan
berjenis kelamin pria. Yani bersiteguh tidak mau melanjutkan pemeriksaan IMS melalui anus walaupun telah dibujuk oleh petugas kesehatan dan petugas lapangan.
Yani hanya bersedia dilakukan pemeriksaan IMS dan VCT melalui pengambilan darah. Setelah sample darah diambil, Yani diminta menuggu hasil pemeriksaan di
laboratorium klinik. Sekitar satu jam kemudian Yani dipanggil konselor untuk mendiskusikan hal yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan. Pada saat amplop hasil
pemeriksaan dalam keadaan tersegel dibuka oleh konselor di hadapan Yani, ia mengurungkan niatnya untuk mengetahui hasilnya, karena pada saat yang bersamaan
seorang waria yang tidak dikenalnya lewat di belakangnya menuju ruang pemeriksaan yang bersebelahan, Yani meminta hasilnya agar dibawa pulang saja
karena dia merasa tidak nyaman dengan keaadaan tersebut, belum lagi petugas lain yang bolak-balik menanyakan apakah proses konseling sudah selesai. Yani khawatir
ada orang lain yang mengetahui hasil VCT HIV dirinya. Konselor kemudian mengajak Yani ke ruangan laboratorium yang terletak di bagian belakang bangunan
klinik. dan membuka hasilnya. Hasil yang tertulis di lembar pemeriksaan adalah reaktif, yang menurut konselor artinya bahwa Yani positif terinfeksi HIV. Yani tidak
terlalu terkejut dengan status HIV-nya.
Universitas Sumatera Utara
”Dari awal aku sudah duga mas, wong dulunya ndak pernah pakai kondom dan aku paling banyak tamunya dari waria lain, aku sudah
siap banget, aku cuma ndak mau orang lain tahu...”.
Konselor memberi penjelasan sehubungan dengan hasil positifnya, dan memberikan beberapa brosur dan kondom, namun Yani sudah tidak begitu ingat lagi
yang disampaikan, di benaknya saat itu adalah kekhawatiran ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka. Walaupun sebenarnya Yani ingin lebih banyak
mengetahui apa yang harus dilakukan saat ini untuk mengurangi efek yang ditimbulkan dari HIV. Setelah proses konseling selesai Yani diantar PL kembali ke
Salon miliknya. Kekhawatirannya terhadap status HIV-nya sekarang menimbulkan ketidak
yakinan dalam dirinya. Tiga bulan pasca VCT di Klinik Veteran Yani mengulangi pemeriksaan di RS. Dr. Pirngadi Medan dan mendapatkan hasil yang sama. Saat ini
Yani sudah dapat menerima status HIV-nya dan tetap melakukan aktifitas sehari-hari di salonnya, namun untuk terbuka mengenai hal tersebut dia masih belum siap,
bahkan dengan kondisi tersebut dia tidak pernah lagi melakukan pemeriksaan rutin, walaupun kadang-kadang muncul gejala penyakit lain, apakah termasuk bagian
infeksi oportunistik atau bukan dia hanya minum obat-obatan yang dijual di warung, karena pernah dia menanyakan pengobatan dimaksud biayanya cukup tinggi dan
tidak ditanggulangi klinik IMS dan VCT Veteran, dia dianjurkan untuk mengurus
Universitas Sumatera Utara
asuransi kesehatan untuk warga miskin namun terkendala administrasi, seperti KTP dan keterangan domisili.
”Jangankan ngurus begituan Askeskin, Jamkesmas dan yang sejenisnya untuk buat KTP saja sulit, belum lagi ditanya macam-
macam yang ndak ada kaitannya, mungkin sudah nasib waria kali ya, dianaktirikan dengan orang lain..”
Hanya saja dalam perilaku seksualnya, Yani konsisten memakai kondom, sehingga
dia yakin bahwa tidak perlu memeriksakan diri karena tidak mungkin tertular IMS lainnya. Yani hanya merasa membutuhkan pelayanan kesehatan untuk penyakit di
luar IMS.
4.3. Tenaga Kesehatan Klinik