Latar Belakang Pembentukan Kecamatan Meranti

BAB III DESA MERANTI MENJADI IBU KOTA KECAMATAN TAHUN 1982

3.1 Latar Belakang Pembentukan Kecamatan Meranti

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah yang besar dan kecil. Pembagian daerah tersebut disesuaikan dengan susunan pemerintahannya yang ditetapkan berdasarkan Undang–Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak–hak asal usul daerah– daerah yang bersifat istimewa. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 18 diterangkan bahwa daerah Indonesia akan dibagi ke dalam beberapa daerah propinsi. Daerah propinsi akan dibagi pula ke dalam beberapa daerah yang lebih kecil lagi. Daerah–daerah ini dapat bersifat otonom atau bersifat daerah administratif, sesuai dengan aturan yang akan ditetapkan dengan Undang–Undang. Sebagai realisasi dari pelaksanaan pasal 18 UUD 1945 tersebut, telah dibuat Undang–Undang yang mengatur tentang pokok–pokok pemerintahan di daerah yaitu Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1974. 21 21 Sebelum Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1974 lahir telah ada Undang–Undang sejenis yang membahas tentang pemerintahan di daerah, berturut adalah: UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, dan UU No. 18 Tahun 1965. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1974 dalam penjelasan umumnya menyebutkan bahwa: Undang–Undang ini disebutkan Undang– Undang mengenai pokok–pokok pemerintahan di daerah, oleh karena dalam Undang– Undang ini diatur tentang pokok–pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah, artinya dalam Undang–Undang ini diatur pokok– Universitas Sumatera Utara pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan asas Desentralisasi, asas Dekonsentrasi, dan asas Tugas Pembantuan di daerah. Untuk mempermudah kita dalam memahami prosedur pembentukan serta sistem kerja pada tingkat Kecamatan, maka alangkah baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan ketiga asas tersebut di atas: a. Asas Desentralisasi Asas Desentralisasi adalah asas dimana urusan–urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab Daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada Daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijakan, perencanaan, maupun yang menyangkut segi–segi pembiayaannya. Demikian pula perangkat pelaksanaannya adalah perangkat Daerah itu sendiri. b. Asas Dekonsentrasi Asas Dekonsentrasi adalah asas yang oleh karena tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di Daerah dilaksanakan oleh perangkat Pemerintah di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Urusan–urusan yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada pejabat–pejabatnya di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat baik mengenai perencanaan, pelaksanaannya, maupun pembiayaannya. Unsur pelaksananya adalah terutama instansi– instansi vertikal yang dikoordinasikan oleh Kepala Daerah dalam kedudukannya selaku perangkat Pemerintah Pusat, tetapi kebijaksanaan terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Universitas Sumatera Utara c. Asas Tugas Pembantuan Asas Tugas Pembantuan maksudnya adalah bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi beberapa urusan pemerintahan masih tetap merupakan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat. Akan tetapi adalah berat sekali bagi Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan di daerah yang masih menjadi wewenang dan tanggung jawabnya itu atas dasar dekonsentrasi, mengingat terbatasnya kemampuan perangkat Pemerintah Pusat di daerah. Dan juga ditinjau dari dayaguna dan hasilguna adalah kurang dapat dipertanggungjawabkan apabila semua urusan Pemerintah Pusat di daerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di Daerah karena hal tersebut akan membutuhkan tenaga dan biaya yang sangat besar jumlahnya. Lagi pula, mengingat sifatnya, berbagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ikut sertanya Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Melihat uraian di atas, maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa asas yang melatar belakangi dibentuknya sebuah Kecamatan adalah asas Dekonsentrasi, 22 22 Walaupun kedudukan Pemerintahan Wilayah Kecamatan dalam sisitem Pemerintahan RI merupakan perangkat tingkat terbawah dari pelaksanaan asas dekonsentrasi, namun demikian Pemerintahan Wilayah Kecamatan dalam sistim kerjanya tidak dapat mengesampingkan asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan. Untuk lebih jelas bagaimana sistim organisasi dan tata kerja tentang tiga asas tersebut lihat Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik: Pemerintahan Dan Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Garamedia Widiasarana Indonesia, 2007, hal. 3–21. karena asas ini menyebutkan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh perangkat Pemerintah Pusat yang ditempatkan di Daerah, dengan kata lain semua urusan pemerintahan di Daerah masih menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Universitas Sumatera Utara Disamping uraian di atas yang melatar belakangi pembentukan sebuah Kecamatan, lebih jelas lagi terdapat dalam pasal 72 ayat 3 Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok–pokok pemerintahan di daerah. Disebutkan bahwa: Wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam Wilayah–wilayah Kecamatan. Dengan demikian maka dapat ditafsirkan bahwa pembentukan sebuah Kecamatan haruslah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Beranjak dari Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1974 tersebut, bahwa sebuah Kecamatan harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, maka untuk tertib dan lancarnya penyelenggaraan pemerintahan dibentuklah Peraturan Menteri Dalam Negeri permendagri tentang tata cara Pembentukan Kecamatan dan Perwakilan Kecamatan yang tertuang dalam permendagri nomor 138–210 yang mulai berlaku pada 3 Maret tahun 1982. Pembentukan Kecamatan Meranti berawal dari rencana pembentukan Kota Administratif Kisaran pada tahun 1977. Rencana pembentukan Kota Kisaran menjadi Kota Adminstratif merupakan hal yang dirasa cukup mendesak mengingat ciri–ciri dan sifat–sifat penghidupan perkotaannya. Seiring perkembangan yang terjadi pada Kota Kisaran maka diperlukan penanganan secara khusus. Kota Kisaran awalnya merupakan ibu kota Kecamatan Kisaran bagi 22 desa. Desa –desa tersebut tersebar disekelilingnya dengan jarak yang jauh dan akses infrastruktur yang agak sulit dilalui. Berlandaskan pada rencana pembentukan Kota Administratif Kisaran, maka berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Kota Kisaran dibagi menjadi 2 dua Kecamatan baru. Surat keputusan gubernur tersebut kemudian dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982. Universitas Sumatera Utara Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah tersebut maka status Kota Kisaran tidak lagi sebagai ibu kota Kecamatan Kisaran bagi 22 desa yang sebelumnya, melainkan telah berubah menjadi ibu kota Administratif Kisaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982 pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa: Sisa wilayah Kecamatan Kisaran setelah dikurangi dengan 11 sebelas Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a pasal ini terdiri dari: 1.Desa Subur; 2.Desa Sungai Beluru; 3.Desa Rawang Lama; 4.Desa Rawang Baru; 5.Desa Rawang Pasar IV; 6.Desa Sukadamai; 7.Desa Pondok Bunga; 8.Desa Meranti; 9.Desa Sidomuliyo; 10.Desa Tanah Rakyat; 11.Desa Perhutaan Silau; 12.Desa Sungai Balai dibentuk menjadi Kecamatan baru di dalam lingkungan Kabupaten Asahan, dengan nama Kecamatan Meranti dengan pusat pemerintahan kecamatan berkedudukan di Desa Meranti. Dengan demikian, maka desa yang dahulunya masuk sebagai wilayah Kecamatan Kisaran namun tidak masuk dalam wilayah Kota Administratip Kisaran dibentuk dalam kecamatan baru Kecamatan Meranti dengan membawahi 12 desa. Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982 ditandatangani oleh Presiden RI Soeharto pada 9 Juni 1982, maka Menteri Dalam Negeri Amirmachmud memberitahukan Peraturan Pemerintah tersebut kepada Gubernur Sumatera Utara selaku Kepala Daerah Tingkat I. Selanjutnya berita dari Menteri Dalam Negeri ditindaklanjuti dengan mengadakan koordinasi pada instansi–instansi terkait di tingkat daerah untuk melakukan perencanaan, fasilitas, sarana serta pembiayaan Kecamatan Meranti yang baru dibentuk. Dengan koordinasi yang baik pula kepala daerah yang bersangkutan, Gubernur Sumatera Utara Kepala Daerah Tingkat I atas nama Menteri Dalam Negeri meresmikan Kecamatan Meranti pada 1 Mei 1983. Universitas Sumatera Utara Dengan uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa secara De Jure Kecamatan Meranti berdiri pada 9 Juni 1982. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982 yang ditetapkan pada 9 Juni 1982 yang ditempatkan dalam lembaran negara Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1982. Sedangkan secara De Facto Kecamatan Meranti berdiri pada 1 Mei 1983 setelah diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara Kepala Daerah Tingkat I atas nama Menteri Dalam Negeri. Sejak terbentuknya Pemerintah Kecamatan Meranti pada 9 Juni 1982 sampai tahun 1990 sudah ada tiga 3 orang yang pernah menjabat sebagai Camat Kecamatan Meranti, yaitu: a. Bapak Alm. Bikruddin Lubis, BA. Menjabat dari tanggal 1 Mei 1983 sd 17 Mei 1984 1 Tahun. b. Bapak Alm. Amiruddin Lubis, BA. Menjabat dari tanggal 18 Mei 1984 sd 17 Pebruari 1986 1 Tahun 7 Bulan. c. Bapak Alm. Ribut Sairin. Menjabat dari tanggal 18 Pebruari sd 11 April 1995 9 Tahun 3 Bulan. Universitas Sumatera Utara

3.2 Langkah - Langkah Persiapan Pembentukan Kecamatan Meranti