Pendidikan Historiografi: merupakan tahap akhir dalam penulisan, atau dapat juga dikatakan

2.5 Pendidikan

Desa, sebuah nama yang tidak akan mudah dilupakan manusia apalagi bagi mereka yang sampai mengalami tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Desa merupakan tumpuan perhatian dan sasaran pendidikan bagi dunia yang baru berkembang. Untuk masyarakat seperti Indonesia, desa merupakan sumber segala inspirasi dalam dunia pendidikan. Kita ketahui bahwa masih banyak desa-desa yang memang masih terbelakang keadaannya, dan karena itu perlu ditingkatkan secara terus–menerus. Dalam hal pendidikan mereka juga amat terbelakang, maka wajar kalau kita sering mendengar bahwa ”orang desa perlu diangkat”. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuka kesempatan bagi orang desa tentunya anak-anak mudanya untuk menikmati sekolahpendidikan. 11 Masyarakat yang masuk dalam kategori terakhir ini dapat dikatakan sejak kecil sudah terbiasa hidup bergelut sebagai petani dengan penghasilan yang serba terbatas. Berbagai pengertian pendidikan muncul sesuai dengan pandangan hidup suatu masyarakat. Masyarakat Desa Meranti, mengartikan pendidikan sebagai kesempatan untuk memperoleh kepandaian guna dapat bekerja. Ada yang mengidentifikasinya sebagai mencari ilmu pengetahuan. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa pendidikan berarti berguru pada orang yang pandai. Banyak juga diantara mereka yang menyatakan ketidaktahuannya tentang makna dan manfaat dari pendidikan. Mereka yang termasuk kategori ini memiliki ciri-ciri telah berusia lanjut dan buta huruf serta masyarakat dari kalangan ekonomi lemah. 11 Suprihadi Sastrosupono dan Daldjoeni, Benturan Nilai Dalam Kemajuan, Bandung: Alumni, 1981, hal. 106. Universitas Sumatera Utara Mereka beranggapan bahwa sekolah tidak ada gunanya, maka tidak heran apabila cakrawala pengetahuan mereka sangat terbatas. Walaupun mereka hidup di lingkungan yang tidak terlalu jauh dari perkotaan sekitar 10 km dari Kota Kisaran yang bisa dengan mudah mendapat informasi dan komunikasi. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa manfaat utama pendidikan adalah untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung. Jalan pikiran mereka yang sangat sederhana dan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonominya termasuk tingkat pendidikan mereka yang rendah. Pekerjaan sebagai petani menurut mereka tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Sekedar untuk bisa menulis, membaca, dan berhitung agar terhindar dari perlakuan yang tidak wajar ketika menjual hasil pencaharian mereka. Sehubungan dengan tingkat penghasilan mereka yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat membiayai pendidikan anak mereka kesekolah yang lebih tinggi. Kebanyakan anak petani hanya sebatas tamat SD. Pendapat seperti yang terungkap di atas merupakan sebuah keniscayaan dari acuhnya sebagian kecil masyarakat Desa Meranti terhadap pendidikan anak. Namun demikian, beberapa golongan yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan berpikiran maju tidaklah sama pemikirannya. Beberapa diantara mereka yang lebih berpikiran maju mengajak masyarakat untuk secara swadaya membangun sarana pendidikan. Dengan munculnya gagasan untuk membangun sarana pendidikan secara swadaya, lambat laun alam pemikiran masyarakat yang awalnya acuh terhadap pendidikan anaknya menjadi lebih baik. Sekitar tahun 1960, sekolah dasar pertama berdiri di Desa Meranti yang dipelopori oleh Yayasan Alwashliyah. Lokasi Yayasan Alwashliyah ini terletak di dusun Universitas Sumatera Utara IV yang berada di sisi jalan utama Desa Meranti. Pada rentang waktu yang hampir bersamaan dengan dibangunnya Yayasan Alwashliyah juga dibangun Sekolah Dasar atas swadaya masyarakat yang letaknya di sisi sebelah lapangan terbuka Desa Meranti. Sekolah Dasar ini berubah menjadi Sekolah Dasar Negeri setelah di nasionalisasikan pada tahun 1970-an dengan nomor statistik sekolah 010067. Sekolah dasar yang baru muncul pada tahun 1975, yaitu SD Inpres dan mulai beroperasi tahun 1977. SD Inpres yang dibangun pada masa itu berdiri di 3 tempat yang berlokasi di dusun I, dusun V, dan dusun XI. Kelima sekolah dasar yang ada tersebut di bangun untuk dapat menampung anak-anak dari masyarakat Desa Meranti, akan tetapi anak-anak yang di Desa Sei Beluru juga turut belajar di sekolah dasar yang ada di Desa Meranti khususnya yang berbatasan langsung dengan wilayah dusun I Desa Meranti. Dalam perkembangannya Yayasan Alwashliyah menambah program pendidikan yang diasuhnya pada tahun 1977 dengan membuka ajaran baru yaitu tingkat SMP bagi anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikannya. Pada dasawarsa yang sama tahun 1972 berdiri pula sebuah sekolah swasta baru yang didirikan atas swadaya masyarakat Desa Meranti. Karena sumber dana pembangunannya berasal dari sumbangan masyarakat Desa Meranti maka sekolah tersebut diberi nama Perguruan Kesatuan Meranti. Program yang dikelola pertama sekali oleh Perguruan Kesatuan Meranti adalah SMP. Lokasi Perguruan Kesatuan Meranti ini berada di dusun III tepatnya disebelah lapangan terbuka Desa Meranti. Program SMP yang dibuka tersebut merupakan jawaban akan kebutuhan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi bagi masyarakat Desa Meranti. Hal ini ternyata sudah dipahami betul oleh para pelopor pendidikan di Desa Meranti. Karena sebelum ada Universitas Sumatera Utara program SMP yang dibuka sebagian masyarakat Desa Meranti menyekolahkan anak– anaknya ke kota. Sampai dengan akhir tahun 1982 anak-anak yang ingin melanjutkan ketingkat SMA harus rela mengayuh sepeda setiap pulang dan pergi sekolah sejauh 10 km untuk mendapatkan pendidikan tersebut di Kota Kisaran. Adapun distribusi jenjang pendidikan di Desa Meranti dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini. Tabel 7: Distribsi Jenjang Pendidikan di Desa Meranti NO Jenis Sarana Pendidikan Jumlah 1. SD Swasta 1 2. SD Negeri 1 3. SD Inpres 3 4. SMP Swasta 2 Jumlah 7 Sumber: Kantor Kecamatan Meranti.

2.6 Infrastruktur