pekerjaan tani saja. Tetapi dalam bentuk gotong–royong lain umumnya menyangkut beban–beban kerja sosial yang lebih besar lagi, seperti membangun atau memperlebar
ruas jalan, mendirikan sarana ibadah, dan lain–lain. Gotong–royong sebagai wujud solidaritas sosial ini secara tidak disadari para kelompok atau individu yang telah
mendapat bantuan dari orang lain tadi merasa wajib pula untuk membantu sebagai balasan bantuan yang telah diterimanya sebelumnya.
”Dalam kehidupan Masyarakat desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan
tenaga pada masa–masa sibuk dalam lingkungan aktivitet produksi bercocok tanam di sawah. Untuk keperluan itu seorang petani meminta dengan adat sopan santun
yang sudah tetap, beberapa orang lain sedesanya untuk membantunya, misalnya dalam hal mempersiapkan sawahnya untuk masa penanaman yang baru meperbaiki
saluran-saluran air, dan pematang-pematang, mencangkul, membajak dan menggaru dan sebagainya. Petani tuan rumah hanya harus menyediakan makan siang tiap hari
kepada teman–temannya yang datang membantu itu, selama pekerjaannya berlangsung. Kompensasi lain tidak ada, tetapi yang minta bantuan tadi harus
mengembalikan jasa itu dengan membantu semua petani yang diundangnya tadi, tiap saat apabila mereka memerlukan bantuannya”.
17
2.8 Tata Ruang
Dalam upaya penataan ruang dan pembangunan di Indonesia, sudah banyak disusun Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi RSTRP Daerah Tingkat I serta Rencana
Umum Tata Ruang Daerah RUTRD Tingkat II dan Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTK.
18
17
Koenjoroningrat, Masyarakat Desa Di Indonesia, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984, hal. 60.
18
Eko Budihardjo, Pendekatan Sistem Dalam Tata Ruang Dan Pembangunan Daerah Untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995, hal. 1 – 2.
Walaupun rancangan rencana tata ruang yang disusun tersebut lebih bertitik
Universitas Sumatera Utara
tolak pada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II, namun demikian bukan berarti pada tingkat yang lebih bawah menjadi tidak diperhatikan. Bagaimanapun tingkatan sebuah
daerah, tata ruang harus tetap tertata agar arah pembangunan menjadi lebih jelas. Sistem tata ruang adalah sebagai salah satu landasan dalam menjalankan sebuah
pembangunan. Dengan dijadikannya sistem tata ruang sebagai salah satu landasan dalam pembangunan, diharapkan berbagai orientasi pembangunan yang akan dilakukan pada
masa–masa mendatang dapat lebih mensejahterakan masyarakat yang berorientasi pada wawasan nusantara.
19
Sistem pengaturan tata ruang di Desa Meranti hingga tahun 1980 bisa dikatakan belum mendapat perhatian sama sekali. Pengaturan tata ruang yang seharusnya dapat
direncanakan sedemikian rupa untuk keserasian serta keharmonisan antara warga masyarakat hingga menjelang tahun 1980 belum tersentuh sama sekali oleh pemerintah.
Sangat jauh sekali perbandingannya bila dibandingkan dengan ibu kota Kecamatannya Kota Kisaran pada masa itu. Memang tidaklah lajim untuk membandingan antara tata
ruang di kota Kota Kisaran sebagai ibu kota Kecamatan Kisaran pada masa itu telah menunjukkan ciri–cirinya sebagai sebuah kota dengan desa. Namun demikian sangat
Berbagai alasan muncul dalam menjawab mengapa sampai sebuah desa terabaikan dalam proses pembangunan. Khusus dalam tata ruang Desa Meranti,
jarak yang cukup jauh serta keterbatasan dana dan tenaga aparatur pemerintahan adalah yang paling sering terdengar. Tata ruang memang belum teratur secara maksimal, namun
bukan berarti harus terus diabaikan begitu saja. Tata ruang yang baik harus terus diusahakan dengan menjadikannya sebagai tugas para aparatur pemerintahan untuk
kedepannya.
19
Ibid, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
disayangkan bila desa hanya menjadi ”anak tiri” pembangunan khususnya dalam hal tata ruang, karena hal tersebut hanya akan menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan.
20
Tabel 8: Penggunaan Tanah Dalam Tata Ruang Di Desa Meranti Adapun keadaan letak tata ruang Desa Meranti hingga sampai tahun 1980 adalah
sebagai berikut:
NO Penggunanan Tanah Dalam Tata Ruang
Luas Ha Porsentase
1. Perumahan
80,4 6,20
2. Perkantoran
0,5 0,04
3. Perdagangan
1 0,08
4. Pendidikan
5,3 0,41
5. JalurJalan
41 3,20
6. Sawah ladang
1019 79,00
7. Lainnya
142,8 11,07
Jumlah 1.290
100 Sumber: BPS Kabupaten Asahan Kecamatan Meranti Dalam Angka,1980.
20
Madekhan Ali, Orang Desa: Anak Tiri Perubahan, Malang: Averroes Press, 2007, hal. 9–10.
Universitas Sumatera Utara
BAB III DESA MERANTI MENJADI IBU KOTA KECAMATAN
TAHUN 1982
3.1 Latar Belakang Pembentukan Kecamatan Meranti