Keadaan Sosial Dan Budaya

2.7 Keadaan Sosial Dan Budaya

Hubungan antara sosial dan budaya merupakan dua sisi yang saling berhubungan. Berbicara tentang masyarakat biasanya akan berujung pada munculnya hubangan yang saling terkait antara keadaan sosial dan keadaan budaya, sehingga keadaan sosial merupakan bagian dari keadaan budaya. Kebudayaan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, aturan–aturan, serta bentuk organisasi sosial. Suatu keadaan sosial akan selalu terlihat pada kebudayaan yang berpangkal dan muncul dari organisasi sosial yang turut berpengaruh. 12 Perubahan dan perkembangan masyarakat yang mewujudkan segi dinamikanya, disebabkan oleh karena para warganya mengadakan hubungan antara satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk orang perorangan maupun kelompok manusia. Sebelum hubungan – hubungan tersebut mempunyai bentuk yang konkrit, maka terlebih dahulu dialami suatu proses kearah bentuk konkrit yang sesuai dengan nilai–nilai sosial di dalam masyarakat. Dalam interaksi sosial yang terjadi, prilaku masyarakat akan dapat terlihat apakah masyarakat tetap dalam kondisi yang damai atau malah terjadi kegoyahan dalam cara–cara atau bentuk–bentuk hidup yang telah ada. 13 Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia yang lain. Dalam hidup bersama antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginannya masing–masing. Sedangkan untuk mencapai keinginan tersebut harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan yang 12 Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005, hal. 156–157. 13 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1977, hal. 191. Universitas Sumatera Utara timbal–balik. Hubungan timbal–balik inilah yang dimaksud dengan interaksi. Interaksi terjadi apabila suatu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi dari individu–individu yang lain. Oleh karena itu, interaksi sosial terjadi dalam suatu kehidupan sosial, seperti yang telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto: ”Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, karena bila tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok –kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya”. 14 Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan– tindakan yang berdasarkan nilai–nilai dan norma–norma sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Apabila interaksi tersebut berdasarkan pada tindakan yang tidak sesuai dengan nilai–nilai dan norma–norma yang berlaku, maka kecil kemungkinan hubungan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Misalnya, apabila kita mengutarakan sesuatu dengan hormat dan sopan terhadap orang tua, maka kita akan dilayani dengan baik. Sebaliknya, jika kita berprilaku tidak sopan dan tidak hormat terhadap orang tua, maka mereka akan marah, yang akhirnya hubungan antara kita dan orang tua menjadi tidak lancar. Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Bentuknya tidak hanya kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya. 15 14 Ibid. hal. 192. 15 Basrowi, Op Cit, hal. 138–139. Universitas Sumatera Utara Uraian yang dijabarkan diatas dengan jelas telah memberi kita sebuah wawasan dalam melihat prilaku sebuah masyarakat. Dengan kemampuan yang kita miliki dalam melihat masyarakat dengan ilmu sosiologi, maka kita akan dapat memahami sejauh mana masyarakat melakukan hubunganinteraksi sosial. Apakah dalam interaksi tersebut telah terjalin sebuah hubungan baik yang saling menguntungkan atau malah membuka peluang konflik. Dengan interaksi sosial yang baik sebuah daerah akan mampu tumbuh lebih baik, tentunya dengan spirit gotong–royong serta solidaritas sosial yang tinggi. Spirit gotong– royong serta solidaritas sosial merupakan jiwa pembangunan yang wajib terdapat dalam masyarakat. Dengan spirit gotong–royong serta rasa solidaritas sosial tersebut pula ketentraman masyarakat dapat selalu terjaga. Seyogianya, solidaritas sosial merupakan dasar bagi munculnya spirit gotong– royong. Dengan rasa solidaritas sosial yang tinggi sebuah masyarakat telah sadar bahwa manusia juga membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Dengan hidup saling membantu yang merupakan dasar solidaritas sosial maka spirit gotong–royong itu pun muncul. Sekecil apa pun rasa solidaritas sosial yang muncul, berarti masyarakat sudah sadar untuk bangkit dari keterpurukan. Solidaritas sosial pada masyarakat tidak terlepas dari pada aktivitas–aktivitas masyarakat itu sendiri, baik secara perindividu maupun di dalam kelompok. Karena manusia dalam perjuangan hidupnya maupun kelangsungan generasi ke generasi tidak akan pernah terlepas antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Hubungan terus berproses melalui tinggi rendahnya kadar dari pada rasa solidaritas sosial dalam kehidupan berkelompok, khususnya dalam masyarakat desa. Karena pada umumnya Universitas Sumatera Utara masyarakat desa terdiri atas sekelompok masyarakat yang homogen dalam bentuk etnis yang sama. Dalam situasi demikian, tentunya mereka tidak pernah terlepas dari kepentingan komunitasnya yang terdiri dari keharmonisan hidup dikalangan masyarakat. Solidaritas sosialnya terbagi melalui keseragaman kebutuhan dan aktivitas masyarakat sehari–hari. Masyarakat Desa Meranti yang mayoritas suku Jawa masih memperlihatkan kepribadian yang saling ketergantungan dengan masyarakat disekitarnya. Kehidupan yang demikian menimbulkan adanya bentuk kerja sama yang didasari oleh solidaritas sosial bersama diantara para anggotanya. Hal ini terlihat jelas pada masyarakat Desa Meranti khususnya pada suku Jawa yaitu melalui sistem gotong–royong dan organisasi sosial dalam berbagai kegiatan sepeti PKM Persatuan Kemalangan Meranti 16 Dalam bentuk pengerahan tenaga kerja untuk pertanian khususnya masyarakat suku Jawa di Desa Meranti dilaksanakan melalui gotong–royong atau istilahnya ”Aruan” Jawa yang artinya berganti–gantian. Dalam kelompok Aruan yang bekerja hanyalah . Kegiatan gotong–royong pada masyarakat Desa Meranti tidak hanya terlihat pada kelompok suku Jawa, tetapi juga pada kelompok–kelompok suku lain seperti suku Batak Toba, Batak Simalungun dan lain–lain. Aktivitas dalam bentuk kesatuan seperti ini hanya terlihat dalam hal yang berkaitan dengan pertanian. Dalam kegiatan lainnya juga masih terjalin partisipasi, misalnya apabila diadakan pesta–pesta pesta perkawinan, pesta kematian, dan lain–lain, dimana pesta tersebut memerlukan massa, maka sesama mereka selalu saling mengundang tanpa membedakan kelompok etnisnya. 16 PKM ini dibentuk pada setiap dusun, sehingga apabila ada seorang warga meninggal, maka warga yang berada satu dusun dengan keluarga duka menyumbangkan sejumlah dana yang telah disepakati untuk kemudian diserahkan pada keuarga yang berduka tersebut. Sumbangan tersebut diharapkan dapat meringankan beban keluarga yang berduka. Universitas Sumatera Utara pekerjaan tani saja. Tetapi dalam bentuk gotong–royong lain umumnya menyangkut beban–beban kerja sosial yang lebih besar lagi, seperti membangun atau memperlebar ruas jalan, mendirikan sarana ibadah, dan lain–lain. Gotong–royong sebagai wujud solidaritas sosial ini secara tidak disadari para kelompok atau individu yang telah mendapat bantuan dari orang lain tadi merasa wajib pula untuk membantu sebagai balasan bantuan yang telah diterimanya sebelumnya. ”Dalam kehidupan Masyarakat desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa–masa sibuk dalam lingkungan aktivitet produksi bercocok tanam di sawah. Untuk keperluan itu seorang petani meminta dengan adat sopan santun yang sudah tetap, beberapa orang lain sedesanya untuk membantunya, misalnya dalam hal mempersiapkan sawahnya untuk masa penanaman yang baru meperbaiki saluran-saluran air, dan pematang-pematang, mencangkul, membajak dan menggaru dan sebagainya. Petani tuan rumah hanya harus menyediakan makan siang tiap hari kepada teman–temannya yang datang membantu itu, selama pekerjaannya berlangsung. Kompensasi lain tidak ada, tetapi yang minta bantuan tadi harus mengembalikan jasa itu dengan membantu semua petani yang diundangnya tadi, tiap saat apabila mereka memerlukan bantuannya”. 17

2.8 Tata Ruang