Pengertian Migrasi Proses Migrasi

BAB III MIGRASI BATAK TOBA KE SIDIKALANG 1964-1985

3.1 Pengertian Migrasi

Migrasi secara sederhana adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat menuju tempat lain. Adanya gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain untuk berpindah tempat tinggal. Definisi dari migrasi telah banyak dibuat oleh para ahli. Pendapat Sri Edi Swasono dan Masri Simgarimbun migrasi merupakan salah satu komponen perubahan dan pertumbuhan penduduk atau dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari satu tempat ke tempat lain melampaui batas politiknegara atau batas adminitratif bagian dalam suatu negera. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. 15 Keinginan masyarakat untuk mendapatkan derah baru sebagai tempat tinggal. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Evereet Lee, dimana migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen. Perpindahan yang permanen yaitu perpindahan yang sifatnya tetap atau menetap dalam waktu yang cukup lama. 16 15 Sri Edi Swasono, Masri Simgarimbun, “Sepuluh Windu Transmingrasi di Indonesia 1905- 1985”, Jakarta:-------, 1985, hlm 275. 16 Evereet Lee, “Suatu Teori Migrasi terj”, Yogyakarta: Lembaga Kependudukan UGM, 1976, hlm 5. Migran yang melakukan pepindahan ini setelah berada di daerah baru tidak berkeinginan untuk kembali lagi karena keinginan untuk memperoleh hidup yang lebih baik sudah terpenuhi seperti memiliki tanah, rumah dan dapat Universitas Sumatera Utara menyekolahkan anak-anak. Sebagai contoh seperti kehidupan migran Batak Toba yang melakukan perpindahan ke daerah Sidikalang yang lebih banyak hidup menetap.

3.2 Proses Migrasi

Proses migrasi masyarakat Batak Toba ke Dairi sudah terjadi sejak masa kolonial Belanda berkuasa di Indonesia. Pada permulaan tahun 1900-an ada dua penyebab orang-orang dari Tapanuli masuk ke daerah Dairi yaitu kehadiran kolonial Belanda yang ingin menguasai daerah-daerah Batak yang masih merdeka dan usaha missioner Jerman dalam rangka memperluas daerah kerja zending. Kehadiran kolonial di tanah Batak menyebabkan timbulnya perang yang dipimpin oleh Sisingamangaraja XII. Sentrum peperangan bergeser yang awalnya berada di wilayah Toba Holbung ke Humbang dan akhirnya ke Dairi, yang menyebabkan pejuang Batak Toba masuk ke daerah Dairi yang tergabung dalam barisan Sisingamangaraja XII. Demikian pula pembantu-pembantu tentara Belanda yang direkrut dari orang Batak Toba masuk ke Dairi seiring dengan pergeseran sentrum peperangan tersebut. Tahun 1906, tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung, kebanyakan dari daerah Silindung, ke Sidikalang dengan tujuan membantu tentara Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menentang kolonial. Seiring dengan waktu migrasi orang Batak Toba ke Sidikalang terus berlanjut, mereka mulai membuka persawahan. Pada tahun 19061907 karena situasi perang, ada pembukaan jalan dari Doloksanggul ke Sidikalang, petani dari daerah Humbang, Toba dan Silindung telah memasuki Dairi. dan mulai berjualan di Sidikalang. Missioner Jerman, R. Brinkschmidt dan N. Fuchs yang tiba di Sidikalang 27 April Universitas Sumatera Utara 1908 telah menyaksikan orang Batak Toba berjualan di Sidikalang. Mereka melihat bahwa Sidikalang pada saat itu masih berupa kampung kecil yang telah mulai ramai dan memiliki pekan berbeda ketika mereka mengunjungi Sidikalang pada dua tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu dua tahun tersebut orang-orang Humbang, Silindung maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk melihat keadaan dan sekaligus ingin menetap. Kehadiran orang Batak Toba mempercepat Sidikalang berubah dari satu kampung kecil menjadi kampung yang agak ramai. Kedatangan etnis Batak Toba juga disebabkan keinginan orang Tapanuli Utara untuk menyebarkan injil ke tanah Pakpak. Penyebaran injil di tanah Pakpak terjadi pada tahun 1911 yaitu melalui para pedagang kaum Kristen dari Tapanuli Utara. Penginjilan etnis Batak Toba tidak dilakukan secara langsung akan tetapi melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat dengan memperdagangan ulos dan alat-alat pertanian. 17 Pada awalnya kedatangan etnis Batak Toba memang mendapat kecurigaanrasa tidak senang, karena etnis Pakpak sebelumnya sudah memeluk agama Islam. Agama Islam telah masuk dan berkembang di Tanah Pakpak sebelum kedatangan agama Kristen. Rasa ketidaksenangan itu ditunjukkan dengan tidak maunya mereka masuk sekolah di Zending gereja dan huruf-huruf Latin yang diperkenalkan oleh guru-guru dari Tapanuli Utara dianggap sebagai “kafir”. Akan tetapi lama kelamaan rasa waswas dari masyarakat setempat hilang. Kedatangan orang Batak Toba bukan secara langsung mengabarkan injil akan tetapi melakukan 17 Tulisan surat yang dikeluarkan oleh Kantor Pusat GKPPD “The Story Of The Estabilishment Of GKPPD”. Universitas Sumatera Utara pendekatan dengan menjual cangkul dan memperbaiki alat-alat rumah tangga dari masyarakat Pakpak. Kehadiran missioner membawa pengaruh yang cukup baik yaitu adanya upaya-upaya perbaikan kesejahteraan penduduk setempat. Pemerintah kolonial Belanda yang telah menduduki Dairi mendukung upaya missoner tersebut. Orang- orang Batak Toba yang memasuki daerah Dairi semakin banyak untuk membuka lahan pertanian. Pendidikan modern pun mulai diperkenalkan dan upaya memperbaiki tata kehidupan ekonomi melalui usaha mengubah dan memperkenalkan cara-cara yang baru. Pada bidang pertanian, orang Batak Toba mulai memperkenalkan metode persawahan dan mulai membuka hutan sebagai lahan pertanian. Orang Batak Toba memperoleh lahan melalui aturan adat setempat. Dimana ada daerah tertentu yang dapat diolah menjadi pertanian seperti hutan dan ada lahan yang tidak dapat diolah yaitu lahan marga. Tempat tinggal orang Batak Toba yang pertama sekali bernama Peduk. 18 Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal di kampung Sidikalang sudah ada ratusan orang. Sebagian dari mereka telah memeluk agama Kristen dan sebagian lagi memeluk agama suku. Mereka tinggal di ladang-ladang dengan memakan ubi dan sedikit beras. Kehidupan orang Batak Toba di Sidikalang tidaklah aman karena banyak pemberontak dan prajurit Belanda mendatangi rumah- rumah penduduk untuk meminta makanan dan uang. Peperangan masih terjadi antara 18 Hasil wawancara dengan Klementina Sihombing, pada tanggal 10 November 2009, di Panji Porsea no.10. 18 “Peduk” adalah nama suatu daerah dimana tempat ini merupakan tempat tinggal pertama sekali orang Batak Toba yang datang dari daratan Danau Toba, akan tetapi daerah ini telah lama ditinggalkan karena rasa tidak aman dari para penjajah dan pemberontak. Universitas Sumatera Utara pemerintah kolonial Belanda dengan kaum pemberontak. Tidak tahan lagi dengan keadaan ini maka masyarakat mulai pindah ke daerah lain yang lebih aman yaitu ke daerah pedalaman dengan membuat rumah perlindungan berupa tanah yang dilubangi berbentuk melengkung sebagai tempat tinggal untuk menghindar. Penjajahan Hindia Belanda di daerah Dairi menjadi satu Onder Afdeling yang dipimpin oleh Controleur yang berkebangsaan Belanda. Daerah Dairi Landen menjadi bagian dari Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Dan untuk memperluas daerah jajahan di Dairi, maka pada tahun 1930 pemerintah Belanda mengadakan pembangunan jalan dari Siborong-borong melalui Dolok Sanggul-Hariara Pintu sampai ke Sidikalang. Dengan adanya pembukaan jalan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda, maka hal ini mempercepat orang-orang Batak Toba melakukan perpindahan dari daerah Silindung pindah ke Dairi. 19 19 O.H.S. Purba, Elvis F. Purba, Op. cit, hlm 93. Universitas Sumatera Utara Tabel 4 Penduduk Onderafdeling Dairilanden pada tahun 1930 Jumlah Suku Batak: Toba 24.893 46,07 Pakpak 18.888 34,95 Karo 8.892 16,46 Simalungun 548 1,01 Angkola 42 0,08 Mandailing 29 0,05 Lainnya 15 0,03 Jumlah 53.307 98,65 Indonesia lainnya 433 0,08 Cina 277 0,51 Eropah 20 0,04 Jumlah 54.037 100,00 Sumber : Volkstelling 1930: 30-31: 112 Dan pada masa kedudukan Jepang di Dairi pemerintah Jepang cukup kejam yaitu dengan menerapkan kerja paksa pembukaan jalan Sidikalang sepanjang + 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa untuk masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan militer Sekutu. Pembangunan jalan yang dilakukan oleh orang Batak Toba dari Sidikalang hingga ke jalan Runding dapat dilihat dengan adanya Universitas Sumatera Utara nama tempat Beskem tempat pasukan Jepang dan buruh bertempat tinggal. 20 Kepala Kampung diganti menjadi Kuntyo Pemerintahan Jepang pada dasarnya tidak merubah sistem pemerintahan yang telah dibentuk oleh Hindia Belanda hanya mengganti namanya saja, antara lain: Demang diganti menjadi Guntyo Assisten Demang diganti Huku Gunty Kepala Negeri diganti menjadi Bun Danyto 21 Untuk memenangkan perang, Jepang menambah anggota pasukannya seperti pasukan Heiho, Gyugun dan Bda semi militer lainnya yang direkrut dari orang Batak Toba. Hal ini membuat orang Batak Toba menyebar lebih luas ke berbagai daerah sampai ke daerah pelosok Dairi. 22 Sejak tahun 1925 Dairi semakin dikenal dengan daerah panombangan, sumber berita tentang Dairi sampai kepada saudara-saudara mereka yang tinggal di Sampai pertengahan tahun 20-an kekristenan sudah berkembang di berbagai sudut Dairi. Jumlah orang Batak Toba ke Dairi terus meningkat. Dari Sidikalang mereka berangkat ke arah barat laut dan membentuk perkampungan, seperti Buluduri, Kanopan, Kintara, Jumateguh dan ada sampai Tigalingga. Perkampungan lain dibentuk di Panji di sebelah tenggara Sidikalang jumlah penduduk Dairi meningkat dengan cepat. Tahun 1913 jumlah penduduknya 27.659 jiwa dan tahun 1920 menjadi 33.067, diantaranya 32.956 pribumi dan selebihnya orang Eropa dan Cina. 20 Hasil wawancara dengan Rukmaida Simamora, pada tanggal 24 Februari 2010, di jalan Kampung Karo no.36. 21 Buku Kerja 1985, Op .cit, hlm 40 22 O.H.S. Purba, Elvis F. Purba, Op cit, hlm 77. Universitas Sumatera Utara bonapasogit. Dari Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka persawahan dan lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah. Tahun 1929 pembukaan jalan Dairiweg dari Merek sampai ke Sumbul Pegagan dan kemudian sampai ke Sidikalang 1934. 23 Menurut kepercayaan agama yang dianut penduduk pada tahun 1930 Dairi terdapat 13.561 yang menganut agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam dan 33.246 menganut agama suku. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 46 penduduk Dairi adalah orang Batak Toba, yang jumlah lebih besar dari penduduk setempat. Waktu orang Batak Toba datang ke daerah Dairi masih banyak diantara mereka yang belum menganut agama Kristen, tetapi sesampai ke Dairi sebagian orang telah belajar Menyebabkan perpindahan orang Batak Toba semakin meningkat setelah pembukaan jalan raya tersebut. Keterbatasan lahan persawahan menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daeah baru yang ditempati di Dairi. Bagi sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian mereka, sehingga setelah beberapa tahun, lima sampai sepuluh tahun berdomisili di suatu tempat pindah lagi untuk mencari lahan persawahan yang lebih luas. Sidikalang menjadi daerah suatu kota yang paling ramai di Dairi dan menjadi daerah transit pendatang-pendatang baru dari Toba Holbung, Humbang, Silindung untuk meneruskan perjalanannya ke daerah lain, dari Dairi sampai ke Tanah Alas dan Singkil. 23 O. H. S. Purba, Elvis F. Purba, “Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara suatu deskripsi”, Medan: Monora, 1998, hal 77. Universitas Sumatera Utara kekristenan dan pendatang yang datang belakangan sudah banyak yang beragama sehingga mempercepat munculnya jemaat-jemaat baru. 24 Dalam situasi tersebut dikeluarkan Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang PERPU No.4 Tahun 1964 tanggal 13 Februari 1964 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1964. Untuk mempersiapkan pembentukan DPRD Dairi Pada tahun 1958 banyak penduduk yang pindah dari Dairi ke daerah Labuhan Batu, dari Tigalingga dan Parogil diperkirakan sebanyak 3.000 KK pindah. Selama beberapa minggu kota Sidikalang penuh dengan orang-orang yang akan pindah ke luar daerah. Bus angkutan umum yang datang pada hari-hari tertentu dengan cepat terisi penuh, sehingga yang tidak dapat berangkat pada hari itu tidur di emper-emper toko di Sidikalang pada malam harinya. Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten Dairi yang Otonom tetap tumbuh dan berkembang. Dengan mengutus pertama tokoh masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan keinginan tersebut aar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai pada tahun 1964, pada saat tokoh masyarakat mengantar Dairi Solin dkk ke Jakarta untuk memperjuangkan hak otonom daerah Dairi di Departemen Dalam Negeri. Akhirnya tuntutan tersebut dipertimbangkan dan disetujui pemerintah pusat cg. Menteri Dalam Negeri Bapak Sanusi Hardjadinata yang pada tahun itu menyetujui Dairi sebagai Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari kabupaten Tapanuli Utara. 24 Ibid hlm 39. Universitas Sumatera Utara dan pemilihan Bupati yang Defensif, maka diangkat Rambio Muda Aritonang sebagai penjabat Buapati KDH Dairi. 25

3.3 Faktor Pendorong Migrasi Batak Toba ke Sidikalang