BAB I P ENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Orang Batak termasuk salah satu subsuku bangsa di Indonesia yang tinggal di propinsi Sumatera Utara, di daratan tinggi Bukit Barisan sekitar Danau Toba. Orang
Batak adalah kelompok etnis keempat terbesar Indonesia setelah orang Jawa, Sunda dan Bali. Orang Batak Toba sering menyebut mereka sebagai halak hita orang kita
untuk menyebutkan suku sendiri. “Orang Kita” berasal dari nenek moyang yang sama si Rajabatak.
1
Perpindahan penduduk migrasi yang terjadi di Indonesia sudah merupakan tradisi karena perpindahan dari satu tempat ke tempat lain sudah terjadi sejak dahulu.
Sejak jaman manusia purba, yaitu hidup berpindah-pindah “nomaden” untuk mencari bahan makanan dan lahan yang bisa ditanamami. Perpindahan migrasi para
pendatang dapat dikatakan sebagai gerak pindah penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud mencari nafkah atau menetap.
2
1
Tagor Nainggolan, “Batak Toba di Jakarta”, Medan: Bina Media Perintis, 2006, hlm 44 - 46.
2
Nazief Chatib, “Para pendatang di kota-kota Sumatera Timur”, Medan: ----, 1995, hlm 1.
Perpindahan para pendatang tersebut ada yang terjadi karena didatangkan oleh seseorang atau lembaga ada juga
yang terjadi berdasarkan kemauan sendiri. Kebanyakan penduduk melakukan migrasi karena motif ekonomi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupan ekonomi. Walaupun tidak jarang orang melakukan perpindahan karena alasan lain seperti politik, ekonomi dan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
Perpindahan orang Batak Toba ke kabupaten Dairi, khususnya ke kecamatan Sidikalang disebabkan oleh berbagai faktor seperti adanya faktor pendorong dan
penarik baik dari daerah asal maupun daerah yang dituju. Salah satu faktor yang dominan adalah semakin besar jumlah penduduk di daerah asal, tidak terlepas dari
faktor-faktor seperti fertilitas kelahiran, mortalitas kematian, dan migrasi perpindahan penduduk. Menyebabkan menurunnya angka kematian mortalitas
dan meningkatnya angka kelahiran fertilitas. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibat kampung sebagai tempat hunian masyarakat tersebut tidak memadai lagi
untuk dihuni, baik karena kepadatan penduduk dan jumlah lahan pertanian yang ada tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan mereka.
3
Hal ini mempengaruhi penduduk untuk mencari perluasan lahan pertanian yang baru. Berbagai kendala di daerah sendiri dalam beradaptasi dengan lingkungan
merupakan penghambat dalam meningkatkan mutu kehidupan. Dalam sistem nilai tradisional adat Batak Toba selain mendambakan banyak keturunan gabe setiap
keluarga ingin sejahtera dan kaya mamora serta memiliki wibawa sosial sangap. Tidak semua keluarga mampu meraih dua nilai terakhir di daerah sendiri karena tidak
setiap keluarga memiliki tanah yang luas dan faktor produksi harta benda yang banyak. Tanah merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dan merupakan
sumber pencaharian utama. Demikian pula adat-istiadat berhubungan erat dengan tanah sebagai usaha pertanian tersebut. Tanah merupakan salah satu alat untuk
mencapai sanggap wibawa sosial. Karena semakin besar jumlah tanah yang dimiliki
3
O.H.S Purba, Elvis F.Purba, “Migrasi Spontan Batak Toba Marserak: sebab, motif dan akibat perpindahan penduduk dari daratan tinggi Toba”, Medan: Monora, 1997, hlm 20.
Universitas Sumatera Utara
oleh suatu keluarga maka akan sangap atau wibawa sosialnya akan tinggi di dalam masyarakat tersebut. Hal ini juga menyebabkan salah satu faktor orang Batak Toba
pergi meninggalkan kampung asal. Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat patrilineal. Dimana garis
keturunan dilanjutkan dari ayah kepada anak laki-laki. Keturunan pokok dalam hukum waris adat Batak Toba tradisional adalah anak laki-laki. Warisan adalah
simbol dari eksistensi suatu marga
4
. Dan sifat pemikiran orang Batak lulu anak dan lulu tano suka anak dan suka tanah. Jadi tanah memegang peranan penting, dimana
tanah mempunyai aspek peranan ganda sebagai sumber mencari penghidupan melalui pembukaan pertanian dan sebagai sumber mengapai ke-kepalaan harajaon kuasa.
Tanah sebagai harta benda yang akan diwariskan kepada keturunan semakin banyak, seperti di orang Batak Toba ada tiga 3 pemberian tanah kepada keturunannya, tanah
penjaean, tanah pauseang dan tanah parbagian.
5
Faktor kesuburan lahan dari daerah Danau Toba dimana keadaan permukaan tanah yang banyak bergunung dan berlembah-lembah menyebabkan berbagai
hambatan dalam pengembangan usaha pertanian, seperti perluasan areal. Pengembangan usaha pertanian juga mengalami hambatan ketinggian dan kemiringan
lahan turut menentukan budidaya tanaman. Salah satu cara yang ditempuh untuk Jika jumlah penduduk lama
kelamaan semakin bertambah menyebabkan tekanan terhadap jumlah lahan pertanian yang ada.
4
Tagor Nainggolan, Op. cit, hlm 208.
5
Tanah panjaean adalah tanah yang diberikan kepada seseorang laki-laki oleh orangtuanya segera sesudah menikah dan berumahtangga. Pemberian ini dimaksud sebagai modal pertama dari
dalam usahanya untuk mencari nafkah. Tanah pauseang adalah tanah yang diterima oleh seorang anak perempuan dari orangtuanya pada hari perkawianan. Sedangkan tanah parbagian adalah tanah yang
diwarisi oleh seorang anak laki-laki dari orangtuanya yang sudah meninggal.
Universitas Sumatera Utara
mengatasi kendala yang dihadapi adalah meninggalkan kampung halaman dengan harapan akan mendapat sukses di daerah lain. Walaupun pada awalnya keterbatasan
sektor pertanian dan kesulitan ekonomi sebagai faktor pendorong, namun kesuksesan yang ingin dicapai ditentukan oleh hal yang lebih kompleks yaitu nilai-nilai
tradisional yang dianut oleh orang Batak Toba. Perpindahan orang Batak Toba ke daerah lain dikenal dengan nama “Marserak” menyebar.
6
Perpindahan penduduk dari tempat asal ke daerah tujuan membawa kebudayaan daerah masing-masing. Kedatangan orang Batak Toba ke Sidikalang
membawa pengaruh cukup besar bagi kehidupan masyarakat Pakpak sebagai penduduk asli dari daerah Sidikalang. Bahasa sebagai bahasa pengantar dalam
kehidupan sehari-hari lebih umum digunakan adalah bahasa Batak Toba, tempat hunian masyarakat Batak Toba lebih banyak tinggal di pusat kota sebagai pusat
Daerah Sidikalang termasuk salah satu daerah persebaran penduduk dari Danau Toba. Dalam hal sumber daya alam daerah Sidikalang mempunyai potensi
lahan yang luas dan subur, akan tetapi sumber daya manusia masih mengalami kekurangan. Hal ini yang telah menarik orang luar terutama orang Batak Toba untuk
melakukan perpindahan ke Sidikalang
.
Kedatangan orang-orang Batak Toba sudah sejak jaman penjajahan Belanda, sejak permulaan tahun 1900-an. Pemerintah kolonial yang ingin memperluas
koloninya dan ingin menguasai daerah-daerah Batak yang masih merdeka akhirnya melahirkan perang. Perang Batak yang terjadi mengalami perpindahan sentrum dari
daerah Toba Holbung ke Humbang akhirnya ke Dairi dan terus berlanjut.
6
Tagor Nainggolan, Op. cit, hlm 22.
Universitas Sumatera Utara
perekonomian dan pusat pemerintah serta pengaruh indentitas orang Pakpak yang lebih bangga mengatakan dirinya orang Batak Toba. Perubahan yang terjadi ini
karena penduduk yang lebih dominan di Sidikalang adalah suku Batak Toba. Suku Batak Toba yang ada di Sidikalang menunjukkan indentitasnya dengan melakukan
seremonial tradisi adat Batak Toba. Atas dasar pemikiran diataslah penulis ingin menulis tentang “Migrasi Orang
Batak Toba ke Sidikalang 1964-1985”. Adapun alasan penulis memulai dari tahun 1964 dikarenakan pada tahun tersebut. Dairi yang ibukotanya Sidikalang diresmikan
menjadi sebuah kabupaten yang otonom yang terpisah dari kabupaten Tapanuli Utara.
7
Sedangkan penulisan diakhiri pada tahun 1985 karena pada tahun ini kabupaten Dairi Tingkat II ada peresmian pembentukan 4 empat perwakilan
kecamatan yang dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 1985 oleh pembantu Gubernur Sumatera Utara yang dipusatkan di Sigalingging ibukota Perwakilan Kecamatan
Parbuluan. Hal ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 1381313KTHU 1985 tanggal 25 Maret
1985.
8
Berangkat dari latar belakang diatas maka perlu dibuat suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam sebuah
1.2 Rumusan Masalah