Faktor Pendorong dari Daerah Asal

dan pemilihan Bupati yang Defensif, maka diangkat Rambio Muda Aritonang sebagai penjabat Buapati KDH Dairi. 25

3.3 Faktor Pendorong Migrasi Batak Toba ke Sidikalang

Setelah Dairi terpisah dari kabupaten Tapanuli Utara, Dairi mulai menata bidang pemerintahan. Banyaknya kantor-kantor yang mulai dibentuk untuk itu membutuhkan jumlah pengawai yang cukup banyak.Ternyata hal ini juga membuat orang Batak Toba berdatangan ke daerah Dairi untuk mencari pekerjaan di bidang pemerintahan. Sebagian besar dari generasi muda lebih suka menjadi pegawai karena penghasilan yang lebih terjamin dan memberikan status sosial yang lebih tinggi.

3.3.1 Faktor Pendorong dari Daerah Asal

Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik adalah keinginan setiap manusia. Dan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ingin mendapatkannya secara mudah. Pekerjaan petani yang dirasa tidak memberikan harapan kemajuan. Untuk mencapai cita-cita dan idaman, masyarakat agraris melakukan perpindahan dari satu desa ke desa lain secara berkelompok atau perorangan. Kekayaan, kehormatan dan kebahagian hamoraon, hasangapon dan hagabeon adalah tujuan hidup masyarakat Batak Toba. Dasar pemikiran ini merupakan wujud dari kebudayaan sebagai ide dan gagasan yang terus terwarisi dan mendarah daging bagi masyarakat. Yang melekat pada pola pemikiran dan sikap tingkah laku masyarakat Batak Toba. 25 Buku Kerja 1985, Op. cit, hlm 43. Universitas Sumatera Utara 3.3.1.1 Faktor Geografis Persoalan mengenai transmigrasi tidak bisa dilepaskan dari persoalan tentang tanah. Menurut Mubyarto, bahwa berdasarkan pengalaman transmingrasi mempunyai kaitan erat dengan kebijakan di bidang pertanahan. Persoalan ini muncul karena tanah adalah penyebab dan sekaligus adalah harapan bagi para transmigran. Persoalan tentang tanah adalah persoalan yang paling sentral dalam pelaksanaan transmingrasi. Keinginan penduduk memiliki tanah yang baru sebagai tempat tinggal atau pun sebagai mata pencaharian. 26 Sedangkan Kustadi mengemukan bahwa motivasi utama para transmigran adalah untuk memperbaiki nasib yang dihimpit oleh tekanan ekonomi di daerah asal, dengan demikian di daerah baru merupakan harapan dan cita-cita mereka. Tanah dapat dikatakan soko guru yang mendorong hidup mati para transmingran serta sebagai bekal generasi penerus. 27 Pertanian adalah sumber utama pencaharian masyarakat Indonesia terutama kabupaten Tapanuli Utara. Masyarakat Batak Toba secara tradisional mendiami hampir seluruh wilayah adminitratif Tapanuli Utara. Sebagian besar daerah kabupaten Tapanuli Utara berupa daratan tinggi, yang dikenal dengan dataran tinggi Toba dan berada pada punggung jajaran Bukit Barisan. Secara geografis kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1 20 1 - 2 4 1 LU dan 98 10 1 - 99 35 1 BT dengan luas wilayah 1.060.530 Ha. Kemiringan lahan dari daerah Tapanuli Utara antara 0 - 40. Keadaan permukaan tanah bergelombang, banyak pegunungan batu dan berlembah- 26 Mubyarto, “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Jakarta: LP3ES, 1989, hal 44-45. 27 Kustadi, “Transmigrasi Dalam Penyediaan Pemilikan Tanah”, Medan: -------, ------ hlm 85. Universitas Sumatera Utara lembah menyebabkan berbagai hambatan dalam pengembangan usaha pertanian, seperti peluasan areal. Lahan yang tidak terlalu subur juga menyulitkan dan membutuhkan biaya yang besar bagi pengadaan dan pegembangkan sarana pengairan dan peluasaan lahan pertanian. Hal ini juga menyebabkan masyarakat sangat sulit untuk menentukan tanaman yang cocok untuk ditanam dalam pengembangan pertanian dan juga kesulitan pembangunan jalan dan sarana pengairan untuk mendukung pertanian. Sehingga jenis tanaman yang dikembangditanam masyarakat di daerah kabupaten Tapanuli Utara sangat terbatas. Bukan hanya kemiringan lahan akan tetapi tanah yang umunya memilki tingkat kesuburan yang relatif rendah tandus dan peka terhadap erosi. Pengaruh iklim dengan distribusi curah hujan dan suhu udara yang kurang kondusif bagi sebagian daerah Tapanuli Utara sangat sulit untuk menententukan jenis dan pola tanaman masyarakat. Musim kering yang panjang membuat masyarakat sangat sulit untuk mendapatkan panen yang cukup, karena musim kemarau yang berkepanjangan. Akibat musim ini bukan hanya merusak tanaman tahunan tetapi juga mengakibatkan penderitaan petani karena padi atau tanaman palawija lainnya menjadi layu dan akhirnya mati. Panen gagal, maka penduduk terancam kelaparan. Kurangnya sumber air serta perluasan daerah pemukiman merupakan faktor yang menyebabkan kurangnya luas persawahan. 28 Keinginan penduduk untuk mendapatkan lahan yang lebih luas dilakukan pengundulan hutan di sekitar daratan tinggi. Hal ini juga menyebabkan kesulitan air 28 Hasil wawancara dengan Saor Manurung pada tanggal 8 Juni 2010, di jalan Perluasan no. 157. Universitas Sumatera Utara di berbagai daerah sehingga tidak sedikit lahan persawahan berubah menjadi perladangan. Berdasarkan faktor fisik geografis Tapanuli Utara dihadapkan pada berbagai kendala untuk mengembangkan usaha pertanian. Kendala yang dihadapi dalam rangka pengembangan dan pengelolaan pertanian menyebabkan sebagian penduduk petani pindah. Faktor geografis dan kesulitan ekonomi adalah faktor utama terjadinya perpindahan penduduk dari daerah Tapanuli Utara ke berbagai daerah terutama ke daerah Dairi, kecamatan Sidikalang. 3.3.1.2 Faktor Ekonomi Motif ekonomi untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain membuat banyak masyarakat melakukan perpindahan. Masyarakat Batak Toba melakukan perpindahan ke daerah lain karena menurut perkiraan mereka lebih senang disana tempat rantau karena terbukanya banyak lahan ekonomi yang dapat dikelola. Keadaan ekonomi yang pas-pasan di daerah asal membuat mereka ingin mencari yang lebih baik. 29 Menurut Michael P. Todaro 1980, Bogue 1959, Titus 1982 dan Lee 1979 menyatakan bahwa motif utama seseorang melaksanakan migrasi adalah ekonomi. Hal ini didasarkan atas adanya ketimpanganperbedaan ekonomi antar daerah. Dengan mengadakan migrasi ke daerah lain dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Bahwa para emigrant pada umunya berasal dari 29 Hasil wawancara dengan Magasi Tobing pada tanggal 22 Juni 2010, di jalan Cipta no.56. Universitas Sumatera Utara daerah miskin dimana mereka kekurangan tanah pertanian dan terbatasnya sumber daya alam. 30 Setiap keluarga mengindamkan kemakmuran, hamoraon, untuk mengangkat status dan mutu kehidupan mereka yang mungkin tidak diperoleh dari sektor pertanian di Tapanuli Utara. Salah satu cara untuk mendapatkan hamoraon adalah dengan memiliki lahan yang luas. Tanah yang luas tidak dapat diperoleh dari daerah asal, perpindahan dari kampung halaman adalah untuk mendapatkan hamoraon. Dengan adanya hamoraon maka akan memiliki status yang tinggi sekaligus akan sanggap hasangapon atau terhormat. Orang yang dianggap terhormat jika memiliki status yang tinggi, selain dengan mendapatkan anak yang banyak khususnya anak Kebutuhan hidup yang beraneka ragam semakin mengalami peningkatan dan jumlah anggota keluarga juga semakin bertambah. Hal ini tidak didukung dengan adanya peningkatan pendapatan ekonomi pada suatu keluarga. Sedangkan sektor pertanian yang tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin besar. Keadaan lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung menyebabkan kesulitan ekonomi yang semakin lama semakin terdesak. Ketidakcukupan atau ketidakmampuan lahan untuk menjamin kelangsungan hidup anggota keluarga mendorong anggota masyarakat kampung tersebut untuk mencari perluasan lahan pertanian ke daerah lain. Pembukaan lahan-lahan pertanian baru terutama perwasahan tidak memungkin lagi di daerah suku sendiri, sementara sumber penghasilan lain sangat terbatas. 30 BPS, Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan, “Analisa Migrasi Indonesia: berdasarkan sensus penduduk tahun 1971 dan 1980”, 1980, hlm 18-19 Universitas Sumatera Utara laki-laki hasangapon dalam masyarakat Batak Toba juga diukur dengan kepemilikan harta yang banyak salah satunya dengan kepemilikan tanah yang luas. Faktor ekonomi lain yang menyebabkan perpindahan dari daerah Tapanuli Utara adalah karena letak daerah yang jauh dari pusat perdagangan dan aksebilitas ke dalam dan luar daerah sulit, pemasaran merupakan salah satu kendala yang dihadapi masyarakat Tapanuli Utara. Keinginan masyarakat yang ingin menjual hasil panennya juga mengalami kesulitan karena akses jalan yang masih sulit ditempuh, membuat masyarakat ingin tinggal di daerah pemukiman yang lebih mudah dijangkau. Kesempatan berusaha di luar sektor pertanian lebih besar dan memungkinkan di daerah lain. Keinginan keluar dari sektor pertanian karena sektor pertanian tidak dapat memberikan kemapanan ekonomi untuk mencukupi kehidupan membuat masyarakat ingin mencari sektor ekonomi lain agar dapat mencapai ekonomi yang baik. Mendapatkan pekerjaan baru dan membuka usaha baru di daerah asal dirasakan kurang baik, maka penduduk melakukan migrasi. 3.3.1.3 Faktor Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk bermigrasi. Berkembangnya dunia pendidikan dikalangan orang Batak tidak terlepas dari keberhasilan misi zending Jerman dan pemerintah Belanda dalam mengembangkan dunia pendidikan. Orang Batak Toba dari daerah Silindung dan Humbang bukan mencari pendidikan ke daerah Dairi, akan tetapi ingin mengembangkan pendidikan yang telah diperolehnya ke daerah Dairi Universitas Sumatera Utara Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan. Pendidikan Barat menyebabkan minat sebagian masyarakat untuk mengerjakan tanah pertanian berkurang. Sebagian besar dari mereka lebih suka menjadi pengawai karena penghasilan yang lebih terjamin dan dengan pendidikan akan memberikan status yang lebih tinggi. Karena generasi baru menganggap bahwa dengan pekerjaan petani tidak akan melepaskan mereka dari derita kemiskinan yang sejak dahulu dirasakan. Dengan mengandalkan pendidikan maka akan terbukanya kesempatan yang lebih baik untuk memperoleh gaji dan pangkat bagi tenaga terdidik di berbagai instansi, hal ini cukup mempengaruhi jumlah arus perpindahan dari luar Tapanuli Utara. Anak yang telah menyelesaikan pendidikannya dan mendapat pekerjaan merupakan suatu cara untuk mendapatkan status yang tinggi dalam masyarakat, karena akan dipandang masyarakat secara terhormat. Keterbasan sarana dan prasarana pendidikan di Tapanuli Utara menyebabkan arus pendidikan terus berlangsung dan akhirnya menjadi pelarian tenaga potensial terdidik karena kesempatan yang terbatas di wilayah sendiri untuk memperoleh pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan. Pada tahun 1909, raja Asah Ujung raja bagian pada suku Pakpak menyerahkan sebidang tanah kepada Brinkschmidt, yang kemudian menjadi lokasi bangunan gereja dan sekolah di Sidikalang. Tahun itu juga didirinkanlah sekolah tukang dan tamatan sekolah ini yang menjadi pekerja untuk mendirikan sekolah, gereja dan bangunan yang lain di daerah Sidikalang. Walaupun tidak banyak dari faktor pendidikan yang menyebabkan orang Batak Toba pindah ke daerah Dairi Universitas Sumatera Utara khususnya ke Sidikalang, akan tetapi hal ini cukup membawa beberapa orang Batak Toba menjadi guru di Sidikalang. Pendidikan telah diyakini masyarakat sebagai salah satu sarana untuk mengatasi kemiskinan bahkan dipandang sebagai penambah sahala seseorang sehingga menyebabkan orang tua bersedia mengorbankan apa saja untuk pendidikan anaknya termasuk ke luar Tapanuli Utara. 3.3.1.4 Faktor Sosial dan Demografi Tekanan terhadap lahan pertanian semakin besar dan jumlah penduduk yang secara alamiah bertambah dengan pesat sesuai dengan idaman setiap keluarga yang mendambakan banyak keturunan gabe. T. R. Malththus seorang tokoh Antropologi berpendapat bahwa yang menyebabkan kemelaratan yang menimpa penduduk adalah karena tidak terdapatnya keseimbangan perbandingan antara bertambahnya penduduk dan bertambahnya bahan makanan. Pertambahan penduduk tidak diikuti dengan bertambahnya jumlah bahan makanan yang didapat oleh masyarakat. Ini yang terjadi di Tapauli Utara, bertambahnya penduduk dari tahun ke tahun dimana tiap keluarga yang mendambakan keturunan gabe akan tetapi hasil panen yang diolah tidak bisa mencukupi semua anggota keluarga. Tanah yang tandus dan iklim yang tidak baik menyebabkan penentuan dari jenis tanaman dan hasil panen yang diterima tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga yang semakin bertambah. Tanah memegang peranan yang penting dalam adat orang Batak Toba. Dengan memiliki tanah yang banyak akan dipandang masyarakat yang memiliki status yang tinggi. Setiap orang mendambakan banyak anak keturunan gabe, Universitas Sumatera Utara dibarengi dengan kelimpahan ternak dan pertanian karena hal ini melambangkan hagabeon sejati. Idaman ini harus didukung oleh kedaulatan di daerah tanah sendiri, karena tanah memiliki aspek ganda, sebagai sumber mencari penghidupan melalui pembukaan lahan pertanian untuk menghidupi anggota keluarga dan keturunan yang akan datang serta untuk menggapai ke-kepala-an, sebagaimana terkandung dalam ungkapan lulu anak lulu tano. Setiap keluarga muda yang sudah berdikari, manjae, secara tidak langsung didorong untuk membangun kampung-kampung baru, bahkan tidak ada ketentuan yang mengharuskan anak sulung, sihahaan dan anak bungsu, siampudan tinggal di kampung halaman. Keinginan tidak bergantung kepada orangtua. Dan pemberian sebidang tanah kepada anak yang telah berkeluarga dalam bentuk tanah panjaean, tanah pauseang dan tanah parbagian. Menyebabkan perpecahan dan perpencaran lahan pertanian. Selain masalah tanah adat yang tidak diusahai sepenuhnya karena sudah merupakan gumul na so tupa bagion, ansimun na so bolaon, pemberian tersebut menyebabkan semakin banyak rumah tangga petani yang memiliki dan menguasai lahan yang sempit. Sifat dasar orang Batak Toba yang rindu berkawan, sihol mardongan rindu berkawan, memperbesar arus perpindahan dari satu kampung mengikuti teman sekampung yang pindah duluan ke daerah lain. Teman yang sudah pindah akan memberi kabar ke kampung halaman, ini menyebabkan penduduk yang berada di kampung halaman ikut melakukan perpindahan karena lahan yang lebih subur di daerah lain dan keinginan dapat lebih maju seperti temannya. Universitas Sumatera Utara 3.3.1.5 Faktor Politik Kedudukan kolonial Belanda untuk merebut Tanah Batak yang masih merdeka membuat pemerintah kolonial datang ke Sidikalang seiring dengan perubahan sentrum perang yang dipimpin oleh Sisingamagaraja XII. Pejuang-pejuang yang tergabung dalam barisan Sisingamangaraja XII mengalami perpindahan sentrum perang dari Toba Holbung ke Humbang akhirnya ke Dairi. Tahun 1906 tentara kolonial membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung yang kebanyakan dari Silindung untuk membantu tentara Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menentang kolonial. 3.3.1.6 Faktor Budaya Konteks kultural mengenai sahala hasangpon melekat pada diri orang Batak Toba. Sahala adalah sifat tondi semangat sebagai esensi manusia, yaitu watak alami selain kekuasaan dan wewenang manusiawi. Sahala seseorang sebagai kekuatan tondinya, Hasangapon berarti sesuatu kualitas yang dihormati sebagai akibat dari dimilikinya sahala. Maka sahala hasangapon adalah kualitas kehormatan diri yang juga berarti bahwa seseorang itu patut dihargai oleh orang lain. Supaya mendapat kualitas ini, orang harus mengembangkan sahala harajaonnya kerajaan pribadi. Namun sahala hasangpon baru menjadi kenyataan apabila seseorang telah memperlihatkan prestasinya. Misalnya, seorang laki-laki dengan banyak anak dan cucu serta berhasil dalam pertanian atau pekerjaan-pekerjaan lain. Karena itu, di suku Batak yang bertani subtensi, tanah dan anak merupakan faktor penting dalam membangun harajaon kerajaan, yang merupakan pertanda dimilikinya sahala Universitas Sumatera Utara hasangpon. Dari tanah dan anak bisa diperoleh kekuasaan dan kekayaan. Paradigma ini tentu saja bisa mendorong dinanisme dan ambisi seseorang. Dalam hal ini, jelaslah bahwa kompleks sahala hasangpon juga mendorong suku Batak untuk berpindah dan mendirikan “kerajaan-kerajaan” baru. Seperti yang dikemukakan Kraemer, dengan bermigrasi, suku Batak ingin menjadi monang terjemahan bebas berarti “nomor satu”. Dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dalam masyarakat baik karena memilik tanah yang luas dan pekerjaan yang berhasil, akan memunculkan semacam “simbol status” sebagai jiwa sahala hasangpon. Perjuangan untuk menjadi “nomor satu” telah menjadi misi budaya setiap orang Batak Toba di perantuan. Tetapi untuk mencapai sahala hasangpon tidak dapat diperoleh di daerah asal, karena jumlah penduduk yang meningkat, dan pemilikan atas lahan pun semakin sedikit. Lahan yang tandus tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Keinginan untuk menjadi “nomor satu” dan dipandang masyarakat membuat sebagian masyarakat untuk merantau ke daerah lain. Tersedianya lahan yang luas dan subur membuat orang Batak Toba datang untuk memilikinya. Keinginan untuk menjadi “nomor satu” membuat sebagian orang Batak Toba pindah ke daerah Sidikalang karena masih banyaknya lahan yang tidak diolah oleh masyarakat sekitar karena jumlah penduduk yang masih minim.

3.3.2 Faktor Penarik dari Daerah Tujuan