4.1.1 Sistem Kekerabatan Orang Batak Toba
Sistem kekeluargaan dari masyarakat Batak Toba menganut sistem patrilineal dimana garis keturunan melaluidilanjutkan dari ayah kepada anak laki-laki. Satu
kelompok kerabat dihitung dari satu ayah disebut se ama, satu nenek disebut se ompung, dan kelompok kerabat yang besar adalah marga. Kelompok kekerabatan
yang terkecil atau keluarga batih disebut ripe, istilah ripe dapat juga dipakai untuk menyebut keluarga luas patrilinea. Sa ompung dapat disebut klen, kecil tetapi istilah
ini juga dipakai untk menyebutkan kerabat yang terikat dalam satu nenek moyang sampai generasi ke-20.
33
Hubungan kekerabatan yang timbul sebagai akibat dari penarikan garis keturunan mempunyai nilai yang sangat penting. Karena keturunan pokok dalam
hukum waris adat Batak Toba tradisional adalah anak laki-laki dan menjadi bukti nyata dalam silsilah kelompok patrilineal, sedangkan anak perempuan akan ikut
suaminya kelak jika sudah menikah manjae. Laki-laki mempunyai kedudukan yang Lahirnya suatu ikatan melalui marga menunjukkan bahwa warga masyarakat
dapat dikelompokkan dalam kelompok yang memakai nama kakeknya nenek moyangnya atau nama orang tua sebagai induk dari satuan kelompok. Misalnya
marga Purba, Manalu, Debata Raja kadangkala menyebut dirinya marga Simamora karena ketiganya adalah anak Toga Simamora. Marga dalam suku Batak bertujuan
agar hubungan sesama anggota keluarga dan diantara berbagai keluarga tercipta norma dan ketertiban.
33
Suwardi Lubis, “Komunikasi antarbudaya; studi kasus etnik Batak Toba etnik Cina”, Medan: USU PRESS, 1999, hlm 112.
Universitas Sumatera Utara
sangat penting dalam meneruskan silsilah dan keturunan keluarga. Laki-laki dapat menurunkan marga kepada keturunannya berikutnya atau anak yang dilahirkan baik
laki-laki maupun perempuan selalu mencantumkan marga ayahnya dan bukan marga ibunya.
Hubungan sosial dalam masyarakat Batak Toba ditinjau dari fungsi marga, dengan adanya marga akan memudahkan untuk saling mengenal hubungan dan
kedudukan masing-masing pihak. Nama panggilan seseorang adalah nama marganya bukan nama pribadinya, jadi apabila orang Batak Toba bertemu maka yang pertama
ditanya adalah nama marganya. Dengan mengetahui marga, maka akan mengikuti proses penelusuran silsilah untuk mengetahui kekerabatan diantara mereka yang
sering disebut dengan martutur atau martarombo. Ada tiga fungsional marga dalam suku Batak Toba yang dalam masyarakat
Batak Toba lebih dikenal dengan Dalihan Natolu, secara harafiah, Dalihan Natolu mengandung arti “tungku yang tiga”. Dalihan Natolu merupakan suatu hubungan dan
pedoman sekaligus hidup bagi warga masyarakat Batak Toba, atau sebagai lambang demokrasi dan falsafah hidup. Dalihan Natolu sebuah sistem hubungan sosial yang
berlandaskan kepada tiga pilar dasar kemasyarakatan, yaitu pertama adalah pihak keluarga atau marga dari istri yang disebut dengan “paman, hula-hula”. Kedua
disebut dengan “sabutuha, sedarah, sekaum” atau sering disebut dengan “semarga” atau dongan sabutuha dan ketiga adalah golongan suami dari anak perempuan atau
menantu laki-laki yang disebut dengan “parboruon” Hal ini tercermin dalam pepatah orang Batak Toba yang menyatakan :
“somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru”
Universitas Sumatera Utara
yang pengertiannya “berikanlah sembah pada hula-hula, rukunlah diantara sesama dongan tubu, berikanlah perhatiankasih sayang pada anak boru”
Pihak paman dan mertua merupakan hubungan yang paling tinggi bagi orang Batak Toba, penghormatan terhadap mereka dinilai sebagai “Debata Na Tarida”
Tuhan Yang Nampak, karena berkat dari pihak hula-hula dinilai merupakan berkat yang paling tinggi sehingga ada aturan dengan”somba marhula-hula” hormat
terhadap pihak paman dan mertua. Hubungan antara semarga adalah hubungan antara abang adik yaitu warga yang paling tua anak paling tua dan yang paling
muda bungsu. Dan hubungan terhadap anak perempuan yaitu pihak boru merupakan pembantu bagi pihak mertua atau paman dalam waktu senang maupun susah sehingga
dibuat aturan dengan ungkapan “elek marboru” rasa sayang terhadap pihak menantu.
Apabila dalam masyarakat ada perselisihan keluarga, maka Dalihan Natolu dapat langsung terjun untuk mengatasi masalah tersebut yang harus dapat
diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. Semua pihak Dalihan Natolu dapat mengeluarkan pendapatnya dalam mencapai suatu kata sepakat untuk mencari
penyelesaian masalah tersebut. Marga sangat besar perannya dalam hubungan masyarakat Batak, selain berfungsi mengatur diantaranya agar jangan terjadi
perkawinan antara yang sedarah, karena dalam masyarakat Batak tidak boleh ada perkawinan apabila mereka adalah satu marga ataupun turunan dari satu marga yang
sama. Marga juga berfungsi mengatur hubungan-hubungan antara berbagai pihak sebagai akibat kompleksnya hubungan diantara keturunan serta mengurangi konflik
dan menjadi lebih mudah.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik sosial adat istiadat di kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh penduduk yanga ada seperti suku Pakpak suku asli, Batak Toba, Simalungun, Karo
dan suku lainnya
4.1.2 Pergumpulan Marga