Pergumpulan Marga Komunitas Orang Batak Toba di Sidikalang

Karakteristik sosial adat istiadat di kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh penduduk yanga ada seperti suku Pakpak suku asli, Batak Toba, Simalungun, Karo dan suku lainnya

4.1.2 Pergumpulan Marga

Keberadaan orang Batak Toba di berbagai daerah yang mengikat diri mereka pada suatu organisai marga atau pergumpulan marga, yang sering disebut dengan punguan atau parsadaan. Pungguan atau parsadaan marga biasanya berkumpul satu induk marga atau bisa juga marga yang lebih kecil. Seperti marga induk Naimarata yang terdiri dari beberapa marga: Pasaribu, Malau, Sagala, Limbong akan tetapi juga ada hanya dari marga kecil seperti Puguan Marga Pasaribu saja. Tujuan perkumpulan marga tersebut pada mulanya agar dapat saling membantu diantara mereka, terutama dalam kesulitan ekonomi. Juga dalam upacara-upacara adat dan keagamaan yang berkaitan dengan kelahiran, perkawinan dan kematian yang diselenggarakan dengan melibatkan orang-orang dalam lingkungan pergumpulan marga. Pergumpulan marga juga berfungsi sebagai penyelesaian sengketa yang berkaitan denganmasalah-masalah keluarga dan adat. Pergumpulan marga adalah persatuan marga-marga dari satu nenek moyang yang keturunannya terbagi atas beberapa marga yang lebih kecil lagi. Pergumpulan marga sangat dibutuhkan oleh orang Batak Toba, sebab bagaimanapun orang Universitas Sumatera Utara megindentikkan dirinya sebagai orang modern di daerah lain, bila ia berhadapan dengan masalah keluarga maka ia akan kembali kepada nilai-nilai tradisional lama. 34 Di kecamatan Sidikalang perkumpulan marga cukup banyak, karena hampir setiap satu keturunan nenek moyang memilki perkumpulan marga. Bahkan ada perkumpulan marga yang lebih kecil atau sub-perkumpulan marga. Contohnya adalah perkumpulan marga yang sering disebut dengan PSSSI Parsadaan Simanjuntak Sitolu Sada Ina di lingkungan kecamatan juga ada dan di lingkungan dekat rumah juga diadakan arisan marga. Jadi hampir ada dua atau tiga perkumpulan marga diikuti Bila suatu perkumpulan marga dianggap sudah terlalu besar, maka dipecah ke dalam beberapa sub-perkumpulan yang lebih kecil berdasarkan kedekatan hubungan kekerabatan. Dalam pandangan beberapa orang Batak Toba, perkumpulan marga dibentuk untuk dapat mengurutkan silsilah, yaitu menentukan di urut generasi ke berapa seseorang berada, untuk dapat menyebutkan panggilannya. Dalam beberapa pergumpulan marga, terdapat kegiatan rutin berupa arisan disamping kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan upacara adat yang akan memperkuat dan mempertebal rasa solidaritas kelompok yang bersangkutan. Perkumpulan ini mempunyai badan pengurus yang pada umumnya dipilih sekali dalam dua tahun. Orang Batak Toba yang baru datang ke suatu daerah akan mendaftarkan dirinya ke perkumpulan marga, sesuai dengan marga masing-masing agar lebih dikenal oleh lingkungan sekitar. 34 Sulistyowati Irianto, “Perempuan di antara berbagai pilihan hukum”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm 24. Universitas Sumatera Utara oleh suatu keluarga. Biasanya juga mengikuti perkumpulan marga dari keluarga marga si ibu. Selain untuk mengadakan upacara-upacara adat, perkumpulan marga juga mengadakan pertemuan sekali dalam sebulan arisan. Biasanya dalam arisan akan diadakan acara kebaktian bagi perkumpulan marga agama Kristen dan perkumpulan agama Islam mengadakan penggajian. Punguan atau parsadaan marga di kecamatan Sidikalang cukup banyak, selain PSSSI Parsadaan Simanjuntak Sitolu Sada Ina, ada juga BOSNA Borsak Sirumonggur, Sihombing, Lumbantoruan Boru Bere, Ibebere, PTMBB Parsadaan Toga Manalu Boru Bere, Ibebere, Punguan Pomparan Tampubolon Raja Siboru-boru Bere, Ibebere dohot sekitarnya, Parsadaan Rajaguguk BoruBere, Ibebere PARBONA se kabupaten Dairi, dan cukup banyak. Punguan atau parsadaan marga cukup berkembang di kecamatan Sidikalang bahkan di kabupaten Dairi sejak kedatang orang Batak Toba. 4.2 Interaksi Batak Toba 4.2.1 Interaksi dengan Orang Pakpak Penduduk Asli