Sosial Kondisi Masyarakat Banten Secara Umum

Meskipun Islam sudah diterima secara luas, namun bukan berarti kehidupan keagamaan dan kepercayaan masyarakat sepenuhnya bercorak Islam. Dalam kenyataannya, praktik-praktik animistis masih dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sinkretisme menjadi sebuah kenyataan yang masih mewarnai kehidupan masyarakat Banten. 57 Praktik animisme lambat laun mulai menghilang dengan kedatangan para pemuka agama. Setelah kedatangan Syarif Hidayatullah dan putranya yang membawa dan mengajarkan agama Islam di Banten, masyarakat Banten sebagian besar menganut agama Islam, dan dikenal dengan salah satu daerah berbasis Islam tradisionalis dan fanatik. 58 Banten dikenal dengan daerah yang sering melakukan pemberontakan. Salah satunya ialah pemberontakan Petani Banten 1888. Pemberontakan tersebut dipandang sebagai gerakan protes terhadap penjajahan Barat dan menggunakan agama sebagai simbol. Pemimpin agama dengan demikian muncul sebagai pemimpin gerakan rakyat. Oleh karena itu, gerakan pemberontakan yang mereka lancarkan dianggap sebagai gerakan keagamaan. 59 Kaum elit agama mempunyai kebebasan dalam melaksanakan fungsi-fungsi mereka, seperti menyelenggarakan kegiatan-kegiatan agama, mendirikan pesantren, bahkan mendirikan tarekat-tarekat yang digunakan sebagai pemberontkan dan kekuatan bagi masyarakat Banten. 60 57 Fahmi Irfani, Jawara Banten, Sebuah Kajian Sosial, Politik dan Budaya, h. 84. 58 Ibid., h. 29-30. 59 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, Kondisi, Jalan, Peristiwa, dan Kelanjutannya, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984, h. 15. 60 Ibid., h. 135.

3. Ekonomi

Ekonomi merupakan faktor penting dalam mendukung perkembangan Banten. Ia merupakan sumber dana untuk keberlangsungan Kesultanan Banten. Maju atau mundurnya suatu kesultanan, tergantung bagaimana kemampuan kesultanan dalam mengendalikan perekonomiannya. 61 Pemegang hak monopoli perdagangan yang terdapat dalam kerajaan-kerajaan tradisional di Indonesia adalah raja. 62 Artinya raja atau Sultan memegang peranan dalam mengendalikan suatu perekonomian. Perekonomian Banten bersifat agraris, sehingga mata pencaharaian mereka sebagian kecil adalah petani, baik sebagai pemilik tanah atau sebagai penggarap bagi hasil. Namun demikian, sebagian besar mata pencaharian mereka juga ialah bekerja sebagai pedagang dan nelayan. 63 Karena Banten sebagai kerajaan pesisir yang bercorak Maritim, kehidupannya menitikberatkan pada bidang perdagangan dan pelayaran, maka baik kekuasaan politik maupun ekonomi dipegang oleh kaum ningrat yang mendominasi perdagangan sebagai pemberi modal. Tome Pires menyebutkan bahwa Banten telah menjadi pelabuhan kedua tepenting setelah Kalapa. Sebagai pelabuhan kedua, Banten telah menjadi pengekspor beras dan lada. 64 Pusat penjualan lada terdapat di pasar dekat pelabuhan Banten. Orang-orang berdatangan ke tempat tersebut untuk melakukan transaksi jual beli lada dan 61 Tubagus Najib Al- Bantani, “Biografi K.Wasid Karya-Karya dan Perlawanan Terhadap Kolonial di Banten ”, Skripsi Universitas Indonesia, 1991, h. 7. 62 Burger dan Prayudi, Sejarah Ekonomi Sosiologis Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1962, Jilid 1. h. 23-25. 63 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, Kondisi, Jalan, Peristiwa, dan Kelanjutannya, h. 57. 64 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi: Eksport-Import di Zaman Kesultanan Banten, Serang: Kamar Dagang dan Industri Daerah KADINDA, 1993, h. 14. berbagai aktifitas, sehingga menjadikan kota Banten dikenal sebagai pusat perdagangan, 65 yang ramai dan disinggahi oleh kapal-kapal dagang Cina, India dan Eropa. 66 Perkembangan ekonomi tersebut kemungkinan besar terjadi ketika membaur dengan perdagangan Cina. 67 Pada abad ke-19 Banten mulai mengalami kemunduran sejak kedatangan kolonial Belanda. 68 Belanda masuk ke Banten karena Banten merupakan daerah yang strategis dan mengalami kemajuan di bidang perdagangan. Sehingga Belanda ingin menguasai wilayah Banten dan memonopoli perdagangan di pelabuhan yang strategis tersebut dan ingin membuat rakyat Banten sengsara. 69 Kehidupan ekonomi Rakyat Banten memburuk seiring menguatnya kekuasaan Belanda. Rakyat Banten yang semula umumnya adalah pedagang di laut, beralih profesi menjadi petani lada dan pemerintah kolonial campur tangan sampai ke urusan desa. 70 Pada abad tersebut Banten sangat prihatin dan tidak setuju dengan cara yang diterapkan Belanda di Kesultanan Banten. Muncullah perlawannan yang dipimpin para tokoh Banten. Bermarkas di hutan-hutan Selatan, mereka selalu siap menghadang tentara Belanda yang menuju Batavia untuk mengangkat rempah- rempah dan barang-barang pedagang lainnya di Banten. Belanda membalasnya dengan melakukan penyiksaan tehadap masyarakat Banten seperti kerja rodi dan 65 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten, Jakarta: Yayasan Kota Kita, 2006, h. 3. 66 H.J.De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, h. 137. 67 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2011, h. 26. 68 Uka Tjandrasasmita, Banten Abad XV-XXI Pencapaian Gemilang Penorehan Menjelang, Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011, h. 75.