Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.

tersebut dapat dilihat dari aspek historis dimana peristiwa-peristiwa kekerasan telah terstruktur pada masa awal berdirinya Kesultanan Banten. 8 Pada awal abad ke-16 di Banten terdapat kota pelabuhan yang teletak di muara sungai Citarum, yang kemudian menarik para pedagang untuk singgah dan juga menyebarkan agama Islam. Dari situlah terjadi proses Islamisasi Banten yang sebelumnya merupakan bagian wilayah Kerajaan Sunda. Ketika berubah menjadi kerajaan Islam merupakan kota pelabuhan yang lokasinya agak kepedalaman dan disebut dengan Wahanten Girang. 9 Dengan kedatangan para pedagang yang menggunakan jalur pelayaran, maka daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota, tidak heran jika proses islamisasi kebanyakan bermula di pesisir-pesisir. Banten sendiri juga terletak di daerah pesisir. Dengan melalui proses Islamisasi inilah akhirnya terbentuk kota bercorak Islam. 10 Banten mempunyai posisi yang sangat strategis di pesisir Utara bagian Barat pulau Jawa dekat Selat Sunda, yang dinamakan dengan “Jalan Sutra”. 11 Sehingga menjadi tempat persinggahan para pedagang internasional. Banten juga telah mengembangkan pertanian. Sejak Sultan Abdul Mufakhir Muhammad Abdul Kadir, pertanian telah dikembangkan dengan dibangunnya sistem irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa, sehingga pertanian di Banten maju pesat. Teknologi 8 Fahmi Irfani, Jawara Banten, Sebuah Kajian Sosial, Politik dan Budaya, Jakarta: YPM: Young Progressive Muslim, 2011, h. 29-30. 9 Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda, Alam, Manusia, dan Budaya Termasuk Budaya Cirebon dan Bewtawi, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2000, h. 100. 10 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia Dari Abad XIII sampai XVIII masehi, Kudus: Menara Kudus, 2000, h. 36. 11 Sebutan “Jalan Sutra” berasal dari terjemahan “Silk Roads” yang pertama kali di kemukakan oleh Baron Ferdinand Von Riohhofen, pada abad ke-19 untuk menyebutkan jalan- jalan kuno yang menghubungkan negeri-negeri di Asia dan Barat, yang kecuali timbulnya hubungan-hubungan perdagangan juga terjadinya kontak-kontak kebudayaan. Uka Tjandrasasmita, Banten Abad XV-XXI Pencapaian Gemilang Penorehan Menjelang, Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011, h. 81. industri gerabah yang berkembang di kota Banten juga memberi gambaran pesatnya kemajuan industri ini. 12 Kini Banten bukan lagi keresidenan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000, Banten yang semula bagian dari Provinsi Jawa Barat, berubah menjadi Provinsi Banten. Dengan luas wilayah 8.800,83 km², Banten berada pada batas geografis 105°’11’’-106°7’12’’ Bujur Timur dan 5°7’50’’-71’1’’ Lintang Selatan. Banten terdiri dari empat Kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Tangerang dan empat Kotamadya, yaitu Tangerang, Cilegon, Serang dan Tangerang Selatan. 13 Beberapa kota yang berperan sebagai pusat pertumbuhan perekonomian adalah Serang, Pontang, Tirtayasa, Cikande, Labuan, Pandeglang, Saketi, Rangkasbitung, Leuwidamar dan Banjarsari. 14 Secara topografi wilayah provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0-1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah provinsi Banten dataran rendah yang berkisar antara 0-200 m dpl yang terletak di wilayah kota Cilegon, kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun wilayah bagian Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian 201-2.000 m dpl. Sedangkan wilayah Lebak Timur memiliki ketinggian ketinggian 501-2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. 15 12 “Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 3”, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004, h. 160. 13 Statistik Gender dan Analisis Provinsi Banten, Jakarta: Badan Pusat Statistika, tth, h. 13. 14 “Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 3”, h. 158. 15 http:www.bpkp.go.iddki2konten1092GEOGRAFIS . Akses Tanggal: 27 April 2015, Pukul 10:40 WIB.