Tarekat Rifaiyah Dalam Budaya Banten

boleh bertemu dengan perempuan, ketika berbuka puasa hanya diperbolehkan memakan sekepal nasi putih, sedikit garam dan beberapa buah cabe rawit. Selama menjalankan puasa, seorang murid juga diwajibkan untuk mandi setiap malam hari dan membersihkan diri dari perbuatan dosa. Setelah mandi tidak diperbolehkan tidur. 29 Ia harus melaksanakan beberapa kewajiban yang lain antara lain: a. Shalat Istikharah enam rakaat, tiga kali salam. Dan masing-masing surat di baca 11 kali setiap rakaat. Adapun cara melaksanakan shalat sebanyak enam rakaat tersebut yaitu, untuk shalat dua rakaat pertama, surat yang dibaca yaitu al-Qadar dan surat ad-Duha. Sementara untuk dua rakaat yang kedua, membaca surat ad-Duha dan surat al-Insyiroh. Sedangkan untuk dua rakaat yang ketiga membaca surat al-Kafirun dan surat al-Ikhlas. b. Membaca istigfar sebanyak 100 kali c. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, 100 kali d. Membaca Dzikir 100 kali e. Membaca al-Qur’an surat al-Fatihah dan al-Ikhlas sebanyak 100 kali, serta membaca surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing sekali. 30 Di dalam tarekat terdapat hubungan anatara guru dan murid yang sangat erat. Guru dalam tarekat di sebut Mursyid atau kiyai. Mursyid inilah orang yang memberikan ilmunya kepada orang yang ingin belajar. Sedangkan orang yang mau menerima ilmu mereka akan menjadi murid. 31 Oleh karena itu untuk menjadi 29 Mohammad Hudaeri, Debus: Dalam Tradisi Masyarakat Banten, Serang: FUD Press, 2009, h. 67. 30 Makmun Muzakki, “Tarekat dan Debus Rifa’iyah di Banten”, h. 67-68. 31 Abu Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, h. 74. pengikut tarekat Rifa’iyah, seseorang harus menjalankan beberapa perintah dari seorang mursyid atau kiayi.

2. Kewajiban Anggota

Anggota tarekat Rifa’iyah mempunyai beberapa kewajiban, antara lain: tidak boleh meninggalkan shalat lima waktu, harus meninggalkan perbuatan yang melanggar agama, dan membiasakan membaca wirid atau amalan yang telah diberikan. Selain itu, murid juga diwajibkan untuk mengikuti dua kali tawajjuh tatap muka, yakni hari Jum ’at pertama saat ia dilantik dan Jum’at terakhir. Di dalam Tawajjuh ini, murid memperoleh nasehat-nasehat keagamaan, juga pelajaran moral dalam kehidupan sehari-hari. Diajarkan pula teknik-teknik dzikir tertentu Dzikir dzahri yang bersuara keras dan Kahfi yang lembut dan halus. Adapun tawajjuh dilaksanakan sebagai berikut: Mursyid memimpin shalat duha 4 rakaat dengan 2 kali salam. Setelah itu diteruskan dengan membaca dzikir yang dibaca hanya 10 kali. Setelah wirid selesai dibaca bersama, Mursyid memerintahkan para murid untuk duduk bersila setengah lingkaran menghadap Mursyid. 32 Calon murid duduk dengan posisi kepala tegak, dan pandangan mata menatap lurus ke depan. Lengan terletak di atas lutut atau paha yang sedang bersila. Upacara tawajjuh kemudian dimulai dengan membaca surat al-Fatihah satu kali, kemudian diteruskan dengan:  Membaca surat an-Nas, al-Falaq, dan al-Ikhlas, masing-masing tiga kali  Membaca shalawat dan Syahadat 32 Makmun Muzakki, “Tarekat dan Debus Rifa’iyah di Banten”, h. 70-71.  Membaca dzikir nafi waitsbat 33 sebanyak 165 kali  Istighasah kepada Abd Qadir Jaelani يح جيش دّيس اي ها نذإب ا ثغا .ها ثوغ ها ّبوبح ىايج رداقلادبع نيّدلا . ٣ x Artinya: “Wahai Sayyid Syekh Abd al-Qadir al-Jaelani, Mahbub dan Gauts Allah, tolonglah kami dengan izin Allah”. Berikutnya Kepada Syekh 8Amad al-Kabir al- Rifa’i ّرلا ربكلا دمأ خيش ديس اي ّرلا ها قوشعم ىعاف ها نذإب ا ثغأ ىعاف . ٣ x Artinya: “Wahai Sayyid Syekh Ahmad al-Kabir al-Rifa’i, Ma’shuq Allah al-Rifa’i, tolonglah kami dengan izin Allah”.  Kemudian Membaca bagian dari wirid atau ratib Rifa’i, pertama diawali dengan membaca:

a. Bismillah yakni:

هااميظعت ها مسب “Dengan nama Allah, segala keagungan bagi Allah”. 34 ديحوت ها مسب ها “Dengan nama Allah, Esa bagi Allah”

b. Pujian atas keesaan Allah

ي ّين دحو ا ّصلادرف اي ة دم “Wahai yang maha tunggal, satu-satunya tempat bergantung”. 35 33 Dzikir Nafi wa itsbat yakni mengucapkan lafadz laa ilaha illa „llah dengan gerakan- gerakan tertentu. Dzikir tersebut dilakukan dengan suara yang keras dan dilakukan dengan bersama-sama. Sehingga menimbulkan suara yang dapat didengarkan oleh pihak lain. Mohammad Hudaeri, Debus: Dalam Tradisi Masyarakat Banten, h. 35. 34 Naskah Ratib Rifa’i A 218 B, h. 59. 35 Naskah Ratib Rifa’i A 218 B, h. 59.