Budaya Kondisi Masyarakat Banten Secara Umum

alim yang menguasai berbagai pengetahuan Islam. Khatib Sambas juga dikenal sebagai pendiri suatu tarekat baru yaitu tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah. 84 Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah yang telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Khatib Sambas mempunyai banyak murid yang datang dari setiap penjuru Nusantara: dari Malaya, Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok. Setelah ia wafat hanya seorang dari mereka yang diakui sebagai pemimpin utama dari tarekat tersebut, dia adalah Syeikh Ahmad Abdul Karim dari Banten. 85 Sebelum didirikannya tarekat tersebut, para kiyai di Banten tidak melakukan kerja sama satu sama lain. Setiap kiyai mendirikan pesantrennya sendiri dengan caranya sendiri, dan bersaing dengan kiayi-kiyai lainnya untuk mendapat nama sebagai ulama yang pandai. 86 Dengan kedatangan Syekh Abdul Karim, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabndiyah menjadi populer di kalangan masyarakat Banten. Tarekat tersebut dikatakan sebagai pendorong pemberontakan petani yang terjadi di Banten pada tahun 1888. Banten kemudian dikenal sebagai daerah yang sering memberontak, dan dipelopori oleh tokoh-tokoh agama. 87 Pengaruh para kiyai terhadap masyarakat sangat kuat. Kesetiaan para santri kepada kiyai juga sangat tinggi, karena kiyai dianggap mempunyai kesaktian. 84 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kiyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2011, h. 219. 85 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: Survei historis, geografis, dan sosiologis, h. 89-92. 86 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, Kondisi, Jalan, Peristiwa, dan Kelanjutannya, h. 230. 87 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, h. 27. Pada umumnya para kiyai sangat dicintai dan dihormati oleh rakyat karena mereka menganggapnya sebagai lambang kejujuran dan keluhuran budi. 88 88 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, h. 230.