65 Perubahan suhu udara rendah ke tinggi akan memperluas distribusi vektor,
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi infektif sehingga secara tidak langsung akan menjadi jalur transmisi bagi vektor penyakit diare.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nersan 2006 menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara suhu dan
prevalensi diare namun hubungannya bersifat lemah r= 0,11. Analisis time series dari kejadian diare di Pulau Fiji tahun 1978-1992
menyatakan secara statistic ada hubungan yang signifikan akibat perubahan suhu, diperkirakan kenaikan 3 dalam kejadian diare per peningkatan suhu 1
C WHO, 2003.
5.4 Hubungan Kelembaban Udara dengan Kejadian Diare di Kota
Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013
Kelembaban udara dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat pada tahun 2004-2013 menunjukan korelasi yang kuat r = 0,739 dengan berpola positif
artinya semakin tinggi kelembaban udara maka kejadian diare akan meningkat. Berdasarkan tingkat signifikansi menunjukkan bahwa secara statistik terdapat
korelasi yang signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian diare p = 0,006.
Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel kelembaban udara berhubungan dengan jumlah kasus diare secara signifikan p =
0,006 dengan koefisien sebesar 40,499. Artinya, jumlah kasus diare diprediksikan akan bertambah sebesar 40,499 jika nilai kelembaban udara
bertambah satu satuan. Dengan kata lain jika nilai kelembaban udara naik atau
Universitas Sumatera Utara
66 turun sebesar satu satuan, maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus diare
naik atau turun sebesar 40,499. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rejendran dalam Kurniawan
2012 yang menunjukan bahwa ada hubungan linier antara infeksi yang disebabkan oleh V. Cholerae selama musim hujan kaitannya dengan suhu dan
curah hujan p = 0,001. Disamping itu juga ditemukan hubungan korelasi yang kuat dengan kelembaban 85 dan suhu 29
C dengan penyakit kolera. Hubungan kelembaban udara dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat
pada Tahun 2004-2013 apabila dilihat dari data pertahun menunjukan korelasi yang lemah r = -0,295 dan berpola negatif artinya semakin tinggi curah hujan
maka kejadian diare akan semakin rendah atau sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikansi menunjukan bahwa secara statistik tidak terdapat korelasi yang
signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian diare p=0,407. Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang
kurang dapat menyababkan mikroorganisme penyebab diare berkembangbiak dengan baik dan membuat perkembangan semakin cepat untuk vektor seperti
tikus, lalat dan kecoa WHO,2003. Penyebaran tidak langsung melalui vektor binatang seperti lalat, tikus dan
kecoa ataupun yang lainnya termasuk keluarga lyodidae mempunyai range daerah distribusi yang luas dan dapat menjadi vektor utnuk beberapa penyakit seperti
penyakit lyme dan Tick Borne Disease TBD serta diare Yassi, dkk, 2001.
Universitas Sumatera Utara
67 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniawan 2012 yang
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna p = 0,147 antara kelembababan udara dengan kejadian diare di Jakarta Selatan tahun 2007-2011.
5.5 Hubungan Kecepatan Angin dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta