63 bawaan  air  seperti  diare  selain  itu  juga  mempengaruhi  jumlah  habitat  vektor
penyakit. Pola  hujan  dapat  mempengaruhi  penyebaran  berbagai  organisme  yang
dapat  menyebarkan  penyakit,  hujan  dapat  mencemari  air  dengan  cara memindahkan  kotoran  manusia  dan  hewan  ke  air  tanah.  Organisme  yang  dapat
ditemukan  antara  lain  kriptosporodium,  giardia  dan  E.Coli  yang  dapat menimbulkan penyakit seperti diare Lapan, 2009.
Pada  tipe  penyakit  diare  tropik,  kejadian  puncak  terjadi  pada  musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian
diare.  hal  tersebut  dapat  terjadi  karena  curah  hujan  dan  tinggi  dapat menyebabakan  banjir  sehingga  menyebabkan  terkontaminasinya  persediaan  air
bersih dan menimbulkan wabah penyakit diare dan leptopirosis, pada saat kondisi kemarau panjang dapat mengurangi persediaan air bersih sehingga meningkatkan
risiko  penyakit  yang  berhubungan  dengan  hygiene  seperti  diare  Kementerian Lingkungan Hidup, 2004.
Hasil  penelitian  ini  sejalan  dengan  penelitian  Kurniawan  2012  yang menyatakan bahwa ada hubungan curah hujan dengan kasus diare di Kota Jakarta
Selatan pada tahun 2007-2011 r= 0,370.
5.3 Hubungan Suhu Udara dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat
pada Tahun 2004-2013
Hasil uji korelasi suhu udara dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 apabila dilihat perbulan  menunjukan korelasi sedang r =
-0,530  dan  berpola  negatif  artinya  semakin  tinggi  suhu  udara    maka  kejadian
Universitas Sumatera Utara
64 diare akan semakin rendah atau sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikan antara
suhu  udara  dengan  kejadian  diare  tidak  terdapat  korelasi  yang  signifikan  p  = 0,076.
Hubungan  suhu  udara  dengan  kejadian  diare  di  Kota  Jakarta  Pusat  pada Tahun  2004-2013  apabila  dilihat  dari  data  pertahun  menunjukan  korelasi  yang
lemah  r  =  -0,024  dan  berpola  negatif  artinya  semakin  tinggi  suhu  udara  maka kejadian  diare  akan  semakin  rendah  atau  sebaliknya.  Berdasarkan  tingkat
signifikansi    menunjukan  bahwa  secara  statistik  tidak  terdapat  korelasi  yang signifikan antara suhu udara dengan kejadian diare p=0,949.
Suhu  udara  yang  tidak  berhubungan  dengan  kejadian  diare  ini  berarti perubahan yang terjadi pada suhu udara tidak sejalan dengan perubahan kejadian
diare baik menurut data perbulan maupun pertahun. Hal ini terlihat pada grafik 2 yang menunjukan jumlah kasus diare perbulan cenderung konstan sedangkan pada
grafik  6  menunjukan  suhu  udara  perbulan  yang  berfluktuatif.  Demikian  juga dengan diare berdasarkan data pertahun  yang mengalami perubahan  yang sedikit
sedangkan suhu udara cukup berfluktuatif. Jakarta  Pusat  yang  menjadi  pusat  pemerintahan  dan  juga  menjadi  pusat
perkantoran  Provinsi  DKI  Jakarta  menyebabkan  tingginya  mobilitas  kendaraan bermotor di Jakarta Pusat, hal ini berpotensi menimbulkan peningkatan gas rumah
kaca sehingga suhu udara meningkat, selain itu pohon-pohon yang ada di Jakarta Pusat juga semakin sedikit akibat pembangunan gedung-gedung perkantoran.
Universitas Sumatera Utara
65 Perubahan suhu udara rendah ke tinggi akan memperluas distribusi vektor,
meningkatkan  perkembangan  dan  pertumbuhan  parasit  menjadi  infektif  sehingga secara tidak langsung akan menjadi jalur transmisi bagi vektor penyakit diare.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian  yang dilakukan oleh Nersan 2006  menyimpulkan  bahwa  ada  hubungan  yang  bermakna  antara  suhu  dan
prevalensi diare namun hubungannya bersifat lemah r= 0,11. Analisis  time  series  dari  kejadian  diare  di  Pulau  Fiji  tahun  1978-1992
menyatakan secara statistic ada hubungan yang signifikan akibat perubahan suhu, diperkirakan kenaikan 3 dalam kejadian diare per peningkatan suhu 1
C WHO, 2003.
5.4 Hubungan  Kelembaban  Udara  dengan  Kejadian  Diare  di  Kota