27 kejadian  diare  di  Pulau  Fiji  tahun  1978-1992,  diperkirakan  kenaikan  3  dalam
kejadian diare perpeningkatan suhu 1 C.
Berdasarkan Kurniawan 2009 yang mengutip hasil penelitian Kolstad Johnsson  dapat  disimpulkan  bahwa  peningkatan  suhu  1
C  akan  menyebabkan peningkatan  kasus  diare  sebesar  5  dan  diestimasikan  perubahan  suhu  1
C menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 0-10. Hasil penelitian ini sejalan
dengan  hasil  penelitian  Nersan  2006  suhu  udara  memiliki  hubungan  atas peningkatan  prevalensi  diare  di  Kota  Palembang  pada  tahun  2000-2004.  Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang lemah antara peningkatan suhu dan  prevalensi  diare  r=0,11,  yang  dapat  diartikan  bahwa  peningkatan  suhu
sebesar 1 C meningkatkan prevalensi diare sebanyak 1 per 1000 penduduk.
2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare
Pada  tipe  penyakit  diare  tropik,  kejadian  puncak  terjadi  pada  musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian
diare.  Hal  tersebut  dapat  terjadi  karena  curah  hujan  yang  tinggi  dapat menyebabkan  banjir  sehingga  menyebabkan  terkotaminasinya  persediaan  air
bersih  dan  menimbulkan  wabah  penyakit  diare  dan  leptospirosis,  pada  saat kondisi  kemarau  panjang  dapat  mengurangi  persediaan  air  bersih  sehingga
meningkatkan  risiko  penyakit  yang  berhubungan  dengan  hygiene  seperti  diare Kementerian Lingkungan Hidup, 2004.
Pola hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai organism yang dapat menyebarkan  penyakit,  hujan  dapat  mencemari  air  dengan  cara  memindahkan
kotoran  manusia  dan  hewan  ke  air  tanah.  Organism  yang  ditemukan  antara  lain
Universitas Sumatera Utara
28 kriptosporodium,  giardia  dan  E.coli  yang  dapat  menimbulkan  penyakit  diare
Lapan, 2009. Menurut  penelitian  Rico  Kurniawan  2009  jumlah  curah  hujan  dengan
kejadian diare di Kota Jakarta Selatan tahun 2007-2011 memiliki hubungan yang bermakna.  Hubungan  yang  terjadi  bersifat  positif  dan  kekuatannya  sedang  r=
0,370. 2.3.3
Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare
Menurut  Kurniawan  2009  yang  mengutip  pendapat  Kolstad Johansoon, selain temperatur atau suhu, faktor iklim lainnya seperti curah hujan,
kelembaban  realtif,  tekanan  udara  juga  memiliki  kontribusi  yang  cukup  penting dalam  perubahan  kasus  diare.  Namun  hal  itu  juga  sangat  berkaitan  erat  dengan
agen pathogen, kualitas air dan infrastruktur sanitasi yang ada disebuah wilayah. Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang
kurang  dapat  menyebabkan  mikroorganisme  penyebab  diare  berkembang  biak dengan  baik  dan  membuat  perkembangan  lebih  cepat  untuk  vektor  seperti  tikus,
kecoa dan lalat WHO, 2003. Berdasarkan  pendapat  Ernayasih  2012  yang  mengutip  hasil  penelitian
Checkley  et,  al  dengan  menggunakan  model  time  series  untuk  melihat  dampak kelembaban  yang tinggi  dengan penderita diare dibawah 10 tahun di  Lima Peru,
hasilnya menunjukan ada peningkatan jumlah kasus diare sebesar 8 untuk setiap peningkatan kelembaban 1.
Kelembaban  udara  relatif  menunjukan  ada  hubungan  yang  bermakna dengan  prevalensi  diare  yang  terjadi,  hubungan  yang  didapat  bersifat  lemah.
Universitas Sumatera Utara
29 Selain  itu,  hubungan  yang  terjadi  bersifat  negative,  yang  dapat  diartikan  bahwa
semakin  rendah  kelembaban  udara  maka  prevalensi  diare  semakin  tinggi. Penurunan  kelembaabn  udara  sebesar  1  dapat  mengakibatkan  peningkatan
prevalensi diare sebesar 1 per 1000 penduduk Nersan, 2006.
2.3.4 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Kejadian Diare