20
2.2 IKLIM
2.2.1 Pengertian Iklim
Dalam memahami masalah iklim, tentunya harus dibedakan dua terminologi, yakni cuaca dan iklim. Iklim dan cuaca memiliki banyak kesamaan,
tetapi keduanya tidak identik. Cuaca adalah total dari keseluruhan variabel atmosfer di suatu tempat dalam suatu periode waktu yang singkat. Sedangkan
iklim merupakan suatu konsep yang abstrak. Ini merupakan suatu komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer, di dalam suatu kawasan
tertentu dalam jangka waktu yang panjang Trewartha, GT Horn, LH, 1995 .
2.2.2 Unsur-Unsur Iklim
2.2.2.1 Suhu Udara
Udara adalah campuran dari miliaran atom yang tak terhitung jumlahnya. Masing-masing molekul tersebut memiliki ukuran dan karakteristik tersendiri.
Molekul tersebut setiap waktu bergerak dan melesat bebas dan saling bertumbuknya molekul tersebut akan menghasilkan sebuah energi. Suhu yang
terbentuk di udara merupakan hasil dari energi yang terjadi dari pertumbukan molekul-molekul di udara Ahrens, 2009.
Suhu udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan yang biasa digunakan adalah derajat Celcius
C, sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan dalam gerajat Fahrenheit
F . Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
21 1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim.
2. Pengaruh daratan atau lautan. 3. Pengaruh ketinggian tempat.
4. Pengaruh angin secara secara tidak langsung. 5. Pengaruh panaas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer.
6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai temperature yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.
7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi. 8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar matahari yang tegak lurus
akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring. Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan, musiman dan
tahunan. 1. Suhu rata-rata harian, yaitu
a. dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari tersebut, selanjutnya dibagi dua, dan
b. dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya dibagi 24
2. Suhu rata-rata bulanan, yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu darian selanjutnya dibagi 30
3. Suhu rata-rata tahunan, yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata bulanan, dan selanjutnya dibagi 12
4. Suhu normal adalah angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30 tahun. Katasapoetra, 2008.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2.2.2 Curah Hujan
Menurut Hermansyah 2008 mengutip pendapat Gunawan, curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat
untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain Gauge. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Bentuk medan atau topografi b. Arah lereng medan
c. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai d. Jarak perjalanan angin di atas medan datar
Ada teori yang menjelaskan proses terjadinya hujan, yaitu teori kristal es dan teori tumbukan. Berdasarkan teori kristal es, butiran air hujan berasal dari
Kristal es atau salju mencair. Kristal es terbentuk pada awan-awan tinggi akibat deposisi uap air pada inti kondensasi. Apabila semakin banyak uap air yang
terikat pada inti kondensasi ini, maka ukuran Kristal menjadi besar dan terlalu besar untuk melayang. Dengan dipengaruhi gaya gravitasi bumi, maka akan jatuh
dalam perjalanannya menuju kepermukaan bumi, maka akan jatuh dalam perjalanannya menuju kepermukaan bumi, Kristal es tersebut melewati udara
panas sehingga mencair menjadi butiran air hujan. Teori tumbukan berdasarkan fakta yaitu ukuran butiran air tidak seragam, sehingga kecepatan jatuhnya
berbeda. Butiran yang berukuran besar akan jatuh dengan kecepatan lebih tinggi di banding butiran yang lebih kecil sehinggga dalam proses jatuhnya, ukuran yang
lebih besar ini akan menabrak dan bergabung dengan butiran yang lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
23 Menurut Lakitan 2002 mengutip pendapat Mori et.al membagi tingkatan
hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu : 1. sangat lemah kurang dari 0,02 mmmenit,
2. lemah 0,02-0,05 mmmenit, 3. sedang 0,05-0,25 mmmenit,
4. deras 0,25-1,00 mmmenit dan 5. sangat deras lebih dari 1,00 mmmenit.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan
sebagai berikut : 1. rendah 0-100 mm
2. menengah sedang 101-200 mm 3. tinggi 201-400 mm
4. sangat tinggi 400- 500 mm Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan
Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan
mendatangkan hujan di wilayah Indonesia. Keberadaan benua Asia dan Australia yang mengapit kepulauan Indonesia
mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting perannya dalam mempengaruhi pola curah hujan.
Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan melintasi garis ekuator dan mengakibatkan hujan lebat, sedangkan antara bulan
Universitas Sumatera Utara
24 April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua
Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali mengandung uap air Lakitan, 2002.
2.2.2.3 Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu yang dinyatakan dalam persen
Hermansyah, 2008. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah psychrometer atau hygrometer.
Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu : a. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air
persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram m
3
. b. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air dengan
massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu, dinyatakan dalam gkg.
c. Kelembaban nisbi atau lembaban relative, yaitu perbandingan antara tekanan uap air actual yang terukur dengan tekanan uap air pada kondisi
jenuh, dinyatakan dalam Katasapoetra, 2008.
2.2.2.4 Kecepatan angin
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah.
Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin dating Tyasyono, 2004. Kecepatan angin adalah rata-rata laju pergerakan angin yang merupakan
gerakan horizontal udara terhadap permukaan bumi suatu waktu yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
25 dari hasil pengukuran harian dan dirata-ratakan setiap bulan dan memiliki satuan
knot Neiburger, 1995. Kecepatan angin di wilayah Indonesia umumnya terutama wilayah dekat garis ekuator. Kecepatan angin yang diukur di Jakarta menunjukan
perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau Tjasyono, 2004.
2.3 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare
Iklim dapat memengaruhi ekosistem, habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara tidak langsung. Disamping itu,
adanya peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi beberapa parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang
ditularkan oleh serangga. Dengan demikian, iklim dan kejadian penyakit memiliki hubungan yang erat, terutama terjadinya berbagai penyakit menular Achmadi,
2011. Hubungan secara tidak langsung antara musim hujan dengan kejadian
penyakit, misalnya kejadian berbagai penyakit menular wilayah urban terutama daerah padat penduduk seperti diare. Perubahan iklim global juga menyebabkan
beberapa daerah tropis di Pasifik mendapat curah hujan yang meningkat pesat, sehingga mengakibatkan banjir, gangguan drainase atau terjadi surplus air,
sementara di daerah lain air mengalami kekeringan Achmadi, 2012. Hampir 90 kasus diare yang terjadi diakibatkan oleh akses air bersih yang kurang, air
minum yang tidak aman dan sanitasi yang kurang baik WHO, 2009. Bebeda dengan penyakit malaria dan demam berdarang dengue, penyakit
diare tidak berkolerasi dengan musim pancaroba. Kejadian diare sangat dipengaruhi oleh akses air bersih dan akses terhadap sanitasi. Terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
26 perubahan iklim, ketersediaan air bersih dan kondisi sanitasi suatu daerah
dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, potensi banjir dan potensi kekeringan, semua itu akan berdampak secara tidak langsung bagi timbulnya
penyakit diare. Bappenas,2010.
2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare
Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan Haines, dkk, 2002. Perubahan suhu berhubungan
dengan perubahan dinamika siklus terhadap spesies vektor dan organism pathogen seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan meningkatkan potensi transmisi
penyebab penyakit WHO, 2003. Jenis mikroorganisme tergantung pada suhu, seperti bakteri pathogen dan telur cacing dapat hidup selama kurang lebih 5 hari
dalam kondisi yang basah dan lembab pada tanah berpasir ataupun kurang lebih 3 bulan dalam air buangan Kusnoputranto, 2000.
Pada musim hujan, suhu yang rendah dapat menyebabkan kuman diare dapat berkembang dengan cepat dan begitu pula dengan perkembangan serangga
vektor seperti tikus, kecoa, lalat. Pada tahun 1997 ketika suhu lebih tinggi dari suhu normal selama kejadian
El nino, banyak pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan diare dan dehidrasi di Lima, Peru. Analisis time series data harian rumah sakit menguatkan efek suhu
pada kunjungan rumah sakit karena diare dengan estimasi peningkatan 8 setiap peningkatan suhu 1
C WHO, 2003. Berdasarkan pendapat Ernayasih 2012 yang mengutip pernyataan WHO
secara statistik ada hubungan yang signifikan akibat perubahan suhu bulan dengan
Universitas Sumatera Utara
27 kejadian diare di Pulau Fiji tahun 1978-1992, diperkirakan kenaikan 3 dalam
kejadian diare perpeningkatan suhu 1 C.
Berdasarkan Kurniawan 2009 yang mengutip hasil penelitian Kolstad Johnsson dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu 1
C akan menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 5 dan diestimasikan perubahan suhu 1
C menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 0-10. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Nersan 2006 suhu udara memiliki hubungan atas peningkatan prevalensi diare di Kota Palembang pada tahun 2000-2004. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang lemah antara peningkatan suhu dan prevalensi diare r=0,11, yang dapat diartikan bahwa peningkatan suhu
sebesar 1 C meningkatkan prevalensi diare sebanyak 1 per 1000 penduduk.
2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare