Sejarah Penerapan Teknologi Pertanian Padi di Kampung Ciburuy

bermasalah apabila tidak ada pengeras suara dari mesjid. Hal unik menurut Pak Haz adalah pemimpin dari penganut paham ASPEK tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Haz sebagai berikut: “Di Kampung Ciburuy ini penganut paham ASPEK-nya benar- benar tidak mengakses barang-barang elektronik yang memiliki pengeras suara, namun yang lucunya pemimpin paham tersebut mempunyai dan menggunakan HP. HP kan termasuk barang elektronik yang mempunyai pengeras suara”. Pak Haz 79 tahun Terdapat kelembagaan arisan yang hanya diikuti oleh kaum perempuan dan terdapat dua jenis arisan arisan dua mingguan dan arisan bulanan. Pada arisan dua mingguan, dikenakan uang arisan sebesar Rp.5.000,- per kali penarikan, sedangkan pada arisan bulanan dikenakan uang arisan sebesar Rp.50.000,-. Peserta arisan ini tidak banyak, hanya sekitar 10 sampai 20 orang dan hanya merupakan ibu-ibu yang memiliki pekerjaan saja. Terdapat juga kelembagaan kredit barang yang sudah berlangsung lama di kampung ini dan sudah banyak warga yang memanfaatkan kelembagaan ini. Semua jenis kebutuhan, seperti sandal, sepatu, baju, handuk, panci, piring, lemari, kursi, bahkan tempat menjemur pakaian dapat dipesan pada “Si Jangkung” tukang kredit dengan cara memesan dan dibayar secara kredit sebesar Rp.1.000,- . Si Jangkung pun memberikan cicilan yang rendah, tidak memaksa dan sering memberikan kelonggaran dalam proses pembayaran kredit, sehingga warga pun tertarik untuk memesan barang padanya.

4.3. Sejarah Penerapan Teknologi Pertanian Padi di Kampung Ciburuy

Pertanian non organik sudah mulai diterapkan di Kampung Ciburuy sejak tahun 1976 silam dan sudah terdapat kelompok tani dengan nama Gapoktan Silih Asih. Penerapan pertanian non organik pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan pertanian organik saat ini. Beberapa prinsip yang berbeda, seperti pada penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang disemprotkan minimal sebanyak tiga kali pada satu musim tanam. Kegiatan mempertahankan air macak-macak juga biasanya dilakukan pada masa pertumbuhan tanaman. Pada masa penerapan pertanian non organik, petani di Kampung Ciburuy tidak bisa terlibat dalam penentuan harga jual hasil panen mereka dan hanya sebagai penerima harga saja. Ketika penerapan pertanian padi organik, mereka sudah dapat menjadi penentu harga jual hasil panen mereka sendiri. Nilai-nilai yang terdapat di Kampung Ciburuy juga tidak mengalami perubahan. Para petani menganggap bahwa mereka bekerja di usahatani untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat luas, sehingga keamanan hasil panen mereka sangat dijaga kualitasnya. Sejak tahun 2001, yaitu adanya isu mengenai “Go Organik 2010”, Pak Haz berinisiatif untuk menerapkan pertanian padi organik secara bertahap bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan memproduksi beras organik sebanyak 300 kg dan diberi nama “Beras Lisung Kiwari”. Dinas Pertanian kemudian mensosialisasikan mengenai pertanian padi organik pada para petani dan cara penerapan budidaya padi organik yang sesuai anjuran, serta memberikan bantuan berupa pupuk dan benih padi organik. Hasil produksi beras organik tersebut kemudian dipasarkan ke Dinas Pertanian dan telah diuji laboratorium terbebas dari pestisida dan bahan kimiawi lainnya. Pak Haz mengatakan bahwa beras yang diproduksinya tersebut bukanlah beras organik melainkan masih beras semi organik karena penggunaan air untuk irigasi yang bukan dari mata air yang terbebas dari bahan kimiawi. Pak Haz dan para petani lainnya masih menggunakan urea dan TSP apabila tanaman padi menunjukkan gejala kekurangan kedua unsur tersebut dengan melihat warna daunnya. Pada tahun 2002, Lembaga Pertanian Sehat LPS mengunjungi Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari” untuk membeli beras organik hasil produksi Pak Haz yang sudah mengalami proses penggilingan dan membawa beras tersebut ke kelompok tani di daerah Dramaga untuk diayak dan dipasarkan dengan nama “Beras Sehat”. Enam bulan kemudian Lembaga Pertanian Sehat LPS mengunjungi Pak Haz kembali dan menyewa 2 ha lahan milik keluarga Pak Haz untuk memproduksi beras organik dengan membagikan lahan tersebut kepada 10 orang petani yang memenuhi kriteria LPS untuk menggarap lahan tersebut. Syarat-syarat tersebut, antara lain mustahik, produktif, dan mau mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, hasil garapan lahan sebesar 2 ha tersebut dibeli oleh LPS. LPS menerapkan aturan bahwa tiap kelompok tani harus menghasilkan produk padi organik sebanyak 6 ton per bulannya dan menggunakan benih, pupuk, maupun kebutuhan petani lainnya dari koperasi. LPS menyewa lagi 3 ha lahan sehingga berjumlah sebesar 5 ha dan dibagikan kepada 15 orang petani 1 orang petani memperoleh lahan sebesar 3.300 m² pada tahun 2004. Program kerja sama ini diberi nama Program Pemberdayaan Petani Dhuafa P3D. Tahun 2005 muncul Program Pemberdayaan Petani Sehat P3S dengan mengikutsertakan 149 orang petani dari 9 desa, seperti Desa Ciburuy, Desa Pasir Jaya, Desa Tugu Jaya, Desa Muara Jaya, Desa Pasir Buncir, Desa Ciderum, Desa Cibalung, Desa Cihelang, dan Desa Cisalada. Dari 149 orang petani tersebut, luas lahan garapan menjadi sebesar 40 ha. Dengan adanya program P3S tersebut, LPS memberikan bantuan dan pembinaan pada masing-masing 10 orang petani perwakilan dari tiap kelompok tani. Pembinaan yang dilakukan berlangsung selama 2 tahun tahun 2005-2007 dan kemudian LPS melimpahkan pada Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari”. Hasil produksi padi masih tetap dipasarkan oleh LPS. Tahun 2007 sampai sekarang, makin banyak petani yang menerapkan pertanian organik, sehingga hasil produksi berasnya dikemas dengan nama “Beras Sehat, Aman, dan Enak SAE. Luas lahan yang ditanami padi organik sebesar 170 ha dan Gapoktan SIlih Asih juga bermitra dengan Gapoktan lainnya yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, dan Kecamatan Caringin. Gapoktan tersebut adalah Gapoktan Harapan Maju, Gapoktan Maju Jaya, Gapoktan Tumeka, Gapoktan Bersaudara, Gapoktan Dewi Sri, Gapoktan Wanti Asih, Gapoktan Mekar Sejahtera, Gapoktan Tugu Jaya, dan Gapoktan Antanan. Hasil produksi dari tiga kecamatan lainnya kemudian diserahkan pada Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari untuk dipasarkan.

4.4. Ikhtisar