LPS menyewa lagi 3 ha lahan sehingga berjumlah sebesar 5 ha dan dibagikan kepada 15 orang petani 1 orang petani memperoleh lahan sebesar
3.300 m² pada tahun 2004. Program kerja sama ini diberi nama Program Pemberdayaan Petani Dhuafa P3D. Tahun 2005 muncul Program Pemberdayaan
Petani Sehat P3S dengan mengikutsertakan 149 orang petani dari 9 desa, seperti Desa Ciburuy, Desa Pasir Jaya, Desa Tugu Jaya, Desa Muara Jaya, Desa Pasir
Buncir, Desa Ciderum, Desa Cibalung, Desa Cihelang, dan Desa Cisalada. Dari 149 orang petani tersebut, luas lahan garapan menjadi sebesar 40 ha. Dengan
adanya program P3S tersebut, LPS memberikan bantuan dan pembinaan pada masing-masing 10 orang petani perwakilan dari tiap kelompok tani. Pembinaan
yang dilakukan berlangsung selama 2 tahun tahun 2005-2007 dan kemudian LPS melimpahkan pada Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari”. Hasil
produksi padi masih tetap dipasarkan oleh LPS. Tahun 2007 sampai sekarang, makin banyak petani yang menerapkan
pertanian organik, sehingga hasil produksi berasnya dikemas dengan nama “Beras Sehat, Aman, dan Enak SAE. Luas lahan yang ditanami padi organik sebesar
170 ha dan Gapoktan SIlih Asih juga bermitra dengan Gapoktan lainnya yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, dan
Kecamatan Caringin. Gapoktan tersebut adalah Gapoktan Harapan Maju, Gapoktan Maju Jaya, Gapoktan Tumeka, Gapoktan Bersaudara, Gapoktan Dewi
Sri, Gapoktan Wanti Asih, Gapoktan Mekar Sejahtera, Gapoktan Tugu Jaya, dan Gapoktan Antanan. Hasil produksi dari tiga kecamatan lainnya kemudian
diserahkan pada Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari untuk dipasarkan.
4.4. Ikhtisar
Desa Ciburuy, khususnya pada Kampung Ciburuy sudah mengalami modernisasi pertanian. Masyarakat sangat terbuka pada inovasi pertanian padi
organik dalam budidaya tani mereka, seperti penggunaan varietas benih padi yang selalu berbeda di tiap musim tanam. Meskipun di Kampung Ciburuy sendiri
mayoritas penduduknya memiliki ikatan keluarga, namun hubungan kerja pertaniannya tidak didasarkan atas ikatan-ikatan sosial, akan tetapi didasarkan
pada hubungan ekonomi uang. Bentuk hubungan kerja sama antara penggarap dan pemilik lahan biasanya menggunakan sistem paro sebagian maupun sistem
40:60. Tindakan-tindakan komunal dalam sistem produksi padi tampak sudah pudar. Anggota keluarga sudah tidak lagi dilibatkan dalam proses produksi. Selain
itu, terlihat pula waktu tanam masa tanam padinya yang makin beragam. Hal ini dikarenakan para petani harus memenuhi persyaratan produksi padi sebagaimana
yang telah ditentukan oleh LPS sebelumnya. Pak Haz sebagai tokoh masyarakat setempat sangat berperan dalam
modernisasi di kampung tersebut. Beliau yang sangat dominan dalam mengambil keputusan terhadap suatu inovasi pertanian dan telah menjadi early adopter
pengadopsi pemula dalam mengembangkan inovasi pertanian padi organik. Para petani di Kampung Ciburuy sangat mempercayai Pak Haz sebagai tokoh yang
dianggap memiliki pengetahuan luas mengenai pertanian. Tak jarang para petani meminta saran maupun bertanya pada beliau mengenai benih padi varietas apa
yang berkualitas baik jika ditanam dan mengenai permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi ketika melakukan budidaya taninya.
Beliau sangat selektif dan kooperatif terhadap pihak-pihak yang ingin bekerja sama dengannya dalam mengembangkan suatu inovasi. Masyarakat di
Kampung Ciburuy memiliki tingkat toleransi yang tinggi dalam menyikapi berbagai bentuk perbedaan yang tampak, seperti perbedaan ideologi, status sosial,
tingkat ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, kelembagaan-kelembagaan sosial yang berkembang di tengah masyarakat juga berjalan dengan baik untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
BAB V KARAKTERISTIK PETANI DI KAMPUNG CIBURUY