tinggi, begitu pula dengan jenis lamun yang mempunyai ukuran daun dan rhizoma yang lebih besar akan menyebabkan biomassanya lebih tinggi.
Nilai biomassa lamun kedua pulau tersebut sesuai dengan Kuriandewa 2009 yang menyatakan bahwa nilai rata-rata biomassa lamun pada umumnya
berkisar antara 1 gbkm
2
-2479 gbkm
2
. Gambar 9 di atas menjelaskan bahwa biomassa lamun yang berada di bawah substrat pada kedua pulau lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berada di atas permukaan substrat. Nilai ini menandakan bahwa bagian tumbuhan lamun yang berada di bawah subtrat lebih besar
dibandingkan dengan bagian atas permukaan substrat. Hal ini disebabkan oleh tumbuhan lamun lebih banyak menyerap nutrien dari substrat dibandingkan dari
kolom perairan. Menurut Erftemeijer 1993 in Dahuri 2003 menyatakan bahwa lamun mengambil ± 90 nutrien untuk pertumbuhannya melalui sistem perakaran.
Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis substrat pada kedua pulau yang betipe pasir sehingga dibutuhkan akar dan rimpang yang besar dan kuat untuk dapat bertahan
dari arus dan gelombang.
4.4. Transplantasi Lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Harapan 4.4.1. Transplantasi lamun di Pulau Pramuka
a. Tingkat keberhasilan unit transplantasi lamun di Pulau Pramuka
Upaya transplantasi lamun yang dilakukan di kawasan rehabilitasi Pulau Pramuka menggunakan dua metode yaitu metode Polybags dan metode Spring
anchor. Tingkat keberhasilan unit transplantasi adalah jumlah unit dari tiap metode pada waktu penanaman awal dan penanaman akhir pada interval waktu yang telah
ditentukan. Dari Tabel 16 dapat dilihat tingkat keberhasilan unit transplantasi lamun di Pulau Pramuka, yaitu metode Polybags sebesar 58 dan metode Spring anchor
sebesar 46,67.
Tabel 16. Persen keberhasilan unit transplantasi di Pulau Pramuka
Metode Jumlah unit transplantasi
Tingkat keberhasilan Awal
Akhir Polybags
50 29
58,00 Spring anchor
60 28
46,67
Metode Polybags memiliki tingkat keberhasilan yang lebih besar dibandingkan dengan metode Spring anchor. Hal ini terjadi karena pada metode
Polybags bibit lamun yang ditanam beserta substratnya yang diambil dari sumber donor lamun berada dalam polybags, sehingga bibit lamun lebih terlindung dan
kokoh. Disamping itu bibit lamun beserta substrat yang ditanam berasal dari daerah donor sehingga adaptasi terhadap substrat baru tidak diperlukan dan gangguan
terhadap pembenaman akar lebih sedikit. Sedangkan pada metode Spring anchor ditanam dengan cara menggali sebuah lubang kecil pada substrat yang dalamnya
kira-kira 30 cm, kemudian ditutup dengan substrat yang sama. Hal ini menyebabkan lamun yang langsung ditanam pada lubang tersebut sangat rentan terpengaruh
kondisi lingkungan perairan, khususnya pada saat kondisi arus perairan yang besar dapat menyebabkan lamun tersebut terangkat dari substratnya.
Tingkat keberhasilan beberapa jenis lamun yang transplantasi dengan menggunakan metode Polybags di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 10 dan
Gambar 11.
Gambar 10. Tingkat keberhasilan transplantasi lamun menggunakan metode Polybags
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Th Cs
Cr Th
Cs Cr
Th Cs
Cr Jun-10
Sep-10 Jan-11
SR
Keterangan : Th = Thalassia hemprichii
Cr = Cymodocea rotundata Cs = Cymodocea serrulata
Hp = Halodule pinifolia Hu = Halodule uninervis
Dari ketiga jenis lamun yang di transplantasi dengan metode Polybags dapat diketahui jenis yang tingkat keberhasilan tertinggi adalah Thalassia hemprichii.
Sedangkan pada kedua jenis lainnya mengalami penurunan yang sangat drastis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini diduga terjadi karena Thalassia
hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki daya tahan yang baik terhadap pencemaran dan dapat hidup dengan baik di substrat berlumpur maupun berpasir.
Gambar 11. Grafik unit, jumlah tanaman, dan jumlah daun lamun transplantasi menggunakan metode polybags
50 40
29 20
40 60
Unit
Unit Transplantasi
Juni 2010 September 2010
Januari 2011
77 142
71 34
17 24
9 50
100 150
Jun-10 Sep-10
Jan-11
T eg
a k
a n
Jumlah Tanaman
Thalassia hemprichii
Cymodocea serulata
Cymodocea rotundata
214 496
217 66
43 85
40 100
200 300
400 500
Jun-10 Sep-10
Jan-11
L em
ba r
Jumlah Daun
Thalassia hemprichii
Cymodocea serulata
Cymodocea rotundata
Pertumbuhan lamun transplantasi dapat dilihat dari jumlah unit, jumlah tanaman dan jumlah daun lamun transplantasi Gambar 11. Dilihat dari jumlah
unitnya, lamun tansplantasi mengalami penurunan yang berturut-turut dari bulan Juni, September 2010 sampai Januari 2011 yaitu 50, 40 dan 29 unit. Penurunan ini
terjadi akibat pengaruh dari kondisi lingkungan perairan di antaranya yaitu arus perairan, substrat dan kedalaman akar lamun dalam polybags yang terbenam ke
dalam substrat. Dilihat dari jumlah tanaman dan jumlah daun lamun transplantasi
membentuk pola yang sama Gambar 11, dimana pada Juni 2010 hingga September 2010 mengalami kenaikan dan dari September 2010 hingga Januari 2011 mengalami
penurunan untuk semua jenis lamun yang di transplantasi. Dari ketiga jenis lamun transplantasi, Thalassia hemprichii memiliki peningkatan yang paling besar
dibandingkan jenis lainnya pada Juni 2010 hingga September 2010. Hal ini karena pada bulan tersebut spesies ini mengalami pertumbuhan yang optimal. Menurut
Waycott et al. 2004 bahwa musim reproduksi Thalassia hemprichii terjadi pada Juni sampai dengan September. Penurunan jumlah tanaman dan jumlah daun lamun
transplantasi pada September 2010 hingga Januari 2011 untuk ketiga jenis tersebut, diduga karena pengaruh pola musim dan kondisi lingkungan perairan yang tidak
mendukung pertumbuhan lamun transplantasi. Tingkat keberhasilan jenis lamun Enhalus acoroides yang transplantasi
dengan menggunakan metode Spring anchor di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Tingkat keberhasilan transplantasi lamun Enhalus acoroides menggunakan metode Spring anchor
Transplantasi lamun Enhalus acoroides menggunakan metode Spring anchor dilakukan dengan empat kali pengamatan, dimana setiap pengamatannya memiliki
interval waktu tiga minggu. Dari pengamatan pertama ke pengamatan kedua terjadi penurunan tingkat keberhasilan sebesar 13,33. Penurunan ini terjadi karena pada
saat awal lamun tersebut membutuhkan adaptasi terhadap substrat baru. Pada pengamatan ketiga tidak terjadi penurunan, namun pada pengamatan keempat terjadi
penurunan yang sangat drastis, yaitu sebesar 40. Diduga penurunan ini terjadi karena adanya kompetisi untuk mendapatkan nutrien zat-zat hara yang tersedia
diperairan tersebut. Sebagian besar lamun transplantasi yang mati adalah lamun yang ditanam pada kawasan yang telah ditumbuhi lamun alami. Sedangkan lamun
transplantasi yang tersisa sebanyak 46,67, ditanam pada kawasan yang tidak terdapat lamun alami di sekitarnya.
100 86.67
86.67
46.67
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1 2
3 4
SR
Pengamatan ke-
Gambar 13. Grafik jumlah tanaman dan jumlah daun Enhalus acoroides menggunakan metode Spring anchor
Pertumbuhan lamun transplantasi dapat dilihat dari jumlah tanaman dan jumlah daun lamun transplantasi Gambar 13. Dari grafik tersebut sebenarnya dapat
kita lihat bahwa grafik jumlah tanaman dan jumlah daun lamun transplantasi membentuk pola yang sama dengan grafik tingkat keberhasilan Gambar 12. Ada
sedikit perbedaaan pada jumlah daun, yaitu terjadi peningkatan jumlah daun yang tumbuh di lamun tranplantasi pada pengamatan ketiga, sementara jumlah tanaman
pada pengamatan ketiga memiliki nilai yang sama dengan pengamatan kedua. Hal ini juga disebabkan oleh pemotongan daun yang dilakukan pada awal penanaman,
sehingga terjadi fluktuasi jumlah daun yang hidup. Pada awal perlakuan tumbuhan lamun ini melakukan penyesuaian terlebih dahulu dengan lingkungan yang baru dan
pemulihan pada bagian tubuh yang terluka akibat pemotongan, setelah beberapa waktu dapat tumbuh dengan perlahan dan stabil sampai pada pengamatan ketiga.
Hal ini berarti pada saat pengamatan kedua hingga pengamatan ketiga, lamun transplantasi telah dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik.
60 52
52 28
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
T eg
a k
a n
Pengamatan ke-
Jumlah tanaman
180 161
184
94 50
100 150
200
1 2
3 4
L em
ba r
Pengamatan ke-
Jumlah daun
b. Laju pertumbuhan lamun transplantasi di Pulau Pramuka