b. Laju pertumbuhan lamun transplantasi di Pulau Harapan
Laju pertumbuhan lamun transplantasi diketahui dengan cara mengukur pertumbuhan panjang daun. Pertumbuhan panjang daun yang dimaksud adalah
selisih antara panjang daun yang tumbuh waktu penandaan awal dengan penandaan akhir pada interval waktu yang telah ditentukan. Pengukuran pertumbuhan daun
lamun transplantasi dibedakan berdasarkan jenis lamun dan ukurannya Tabel 19.
Tabel 19. Laju pertumbuhan lamun transplantasi di Pulau Harapan mmhari Spesies
Laju pertumbuhan daun mmhari Rata-rata
Kisaran Thalassia hemprichii
0,89 0,18 - 2,22
Cymodocea serrulata 1,19
0,50 - 1,83 Cymodocea rotundata
0,86 0,39 - 1,50
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa jenis Cymodocea serrulata memiliki rata- rata laju pertumbuhan daun yang lebih besar dibanding dengan jenis lamun lainnya
yaitu 1,19 mmhari. Namun pertumbuhan daun yang paling tinggi diperoleh jenis Thalassia hemprichii sebesar 2,22 mmhari. Hal ini karena Thalassia hemprichii
memiliki morfologi tubuh yakni daun, rimpang, dan akar yang lebih besar dari jenis lamun lainnya. Ketiga jenis lamun tersebut di transplantasi menggunakan metode
Polybags. Kemampuan lamun untuk tumbuh pada setiap metode berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh lokasi, faktor lingkungan perairan, ketersediaan nutrien dan
waktu penanaman. Laju pertumbuhan lamun transplantasi baik di Pulau Pramuka maupun Pulau
Harapan memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Hal ini karena tingkat keberhasilan transplantasi lamun masih sangat beragam. Jika dibandingkan dengan
transplantasi lamun di Teluk Banten, setelah berumur 1 tahun menunjukan keberhasilan sekitar 60 untuk Enhalus acoroides dan sekitar 80 untuk
Cymodocea serrulata Kiswara 2009. Sementara waktu pengamatan transplantasi lamun baik di Pulau Pramuka maupun Pulau Harapan kurang dari 1 tahun.
4.5. Hubungan Antara Lokasi Penelitian dengan Beberapa Variabel Pengamatan secara Spasial dan Temporal
Berdasarkan hasil analisa hubungan antara lokasi penelitian dengan beberapa variabel pengamatan suhu, salinitas, kedalaman, kecerahan, DO, pH, orthofosfat,
nitrat, persen penutupan lamun, biomassa lamun, dan transplantasi lamun menunjukan adanya penyebaran informasi pada setiap lokasi pengamatan.
H :
τ
1
= τ
2
= 0 pulau tidak berpengaruh H
1
: min ada satu τ
i
≠ 0, i = 1, 2 pulau berpengaruh Tabel 20. Sidik ragam persen penutupan lamun
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung F tabel
Pulau 1
1965,46 1965,46
29,61 4,747
Transekpulau 4
965,00 239,00
3,60 3,259
galat 12
796,62 66,38
- -
Total 17
3718,07 -
- -
S = 8,14768 R-Sq = 78,57 R-Sqadj = 69,65 Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang
nyata, hal ini dibuktikan dengan nilai R-Sq = 78,57 . Hasil analisis data persen penutupan lamun yang diperoleh menunjukan bahwa pada Pulau F hitung F tabel,
berarti tolak Ho. Sehingga pada selang kepercayaan 95 dapat dikatakan pulau berpengaruh nyata terhadap penutupan lamun. Pada transek yang tersarang dalam
pulau diperoleh hasil F hitung F tabel, berarti pada selang kepercayaan 95 dapat dikatakan transek yang tersarang didalam pulau berpengaruh nyata terhadap
penutupan lamun.
Gambar 18. Distribusi spasial lokasi penelitian dengan komposisi jenis lamun dengan menggunakan Analisis komponen utama PCA
Berdasarkan gambar di atas, transek garis 3 di Pulau Pramuka dicirikan dengan Enhalus acoroides Ea, sedangkan transek garis 1dan 2 di Pulau Pramuka
dicirikan oleh Thalassia hemprichii Th, Cymodocea serrulata Cs, Halodule pinifolia Hp, Halodule uninervis Hu dan Cymodocea rotundata Cr. Namun
pada pulau harapan tidak dicirikan oleh spesies apapun, hal ini dikarenakan berdasarkan hasil persen penutupan lamun di Pulau Harapan memiliki nilai yang
sangat kecil dan pada ketiga transek garis lamun termasuk kedalam kondisi rusak KepMen LH No. 200 Tahun 2004.
Gambar 19. Analisa lokasi penelitian dengan beberapa variabel pengamatan dengan menggunakan Analisis komponen utama PCA
Hasil analisis komponen utama PCA memperlihatkan adanya dua kelompok habitat, yaitu Pulau Harapan dan Pulau Pramuka. Kelompok pertama
yaitu Pulau Harapan dicirikan oleh kedalaman, kecerahan, biomassa bawah substrat BB, suhu, salinitas, metode Spring anchor. Kelompok kedua yaitu Pulau Pramuka
dicirikan oleh biomassa atas substrat BA, persen penutupan lamun pada bulan September 2010 dan Januari 2011, dan metode polybags. Berdasarkan nilai SR
diketahui bahwa transplantasi dengan menggunakan metode polybags cenderung lebih baik diterapkan pada Pulau Pramuka dibanding Pulau Harapan, sedangkan
transplantasi dengan menggunakan metode spring anchor lebih baik diterapkan pada Pulau Harapan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1 Pada lokasi studi di Pulau Pramuka ditemukan enam spesies lamun alami yakni
Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, dan Halodule pinifolia. Sedangkan pada
perairan Pulau Harapan hanya ditemukan lima spesies lamun yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis,
dan Halodule pinifolia. 2
Dari semua jenis yang teramati di Pulau Pramuka dan Pulau Harapan, Thalassia hemprichii memiliki nilai persen penutupan yang paling besar.
3 Kondisi komunitas lamun alami di Pulau Pramuka berdasarkan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun, dapat dikatakan bahwa
komunitas lamun memiliki kondisi kurang kayakurang sehat pada transek garis 1 dan transek garis 3 dan tergolong miskin pada stasiun 2. Kondisi komunitas
lamun alami di Pulau Harapan termasuk dalam kondisi rusak berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 tentang kriteria
baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun dengan nilai miskin ≤ 29,9.
4 Tingkat keberhasilan unit transplantasi lamun di Pulau Pramuka dengan metode
Polybags sebesar 58 dan metode Spring anchor sebesar 46,67. Sedangkan tingkat keberhasilan unit transplantasi lamun di Pulau Harapan dengan metode
Polybags sebesar 2 dan metode Spring anchor sebesar 53. Hal ini karena tingkat keberhasilan transplantasi lamun masih sangat beragam. Jika
dibandingkan dengan transplantasi lamun di Teluk Banten, setelah berumur 1 tahun menunjukan keberhasilan sekitar 60 untuk Enhalus acoroides dan
sekitar 80 untuk Cymodocea serrulata Kiswara 2009. Sementara waktu pengamatan transplantasi lamun baik di Pulau Pramuka maupun Pulau Harapan
kurang dari 1 tahun.