pada  proses  metabolisme  dalam  tubuh  untuk  pertumbuhan  dan  berkembang  biak. Kandungan  oksigen  terlarut  di  perairan  juga  dapat  dijadikan  sebagai  indikator
pencemaran. Konsentrasi oksigen  yang terlalu rendah akan menyebabkan kematian pada  biota  yang  terdapat  di  air.  Rendahnya  kandungan  oksigen  disebabkan  oleh
pesatnya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan. Disamping itu  oksigen  juga  dibutuhkan  untuk  mengoksidasi  bahan-bahan  organik  dan
anorganik dalam proses aerobik Boyd 1982.
2.2.8. Nutrien
Ketersediaan  nutrient  menjadi  faktor  pembatas  pertumbuhan,  kelimpahan dan  morfologi  lamun  pada  perairan  yang  jernih  Hutomo  1997.  Ketersediaan  zat
hara  nutrien  di  perairan  padang  lamun  dapat  berperan  sebagai  faktor  pembatas pertumbuhannya Hillman et al. 1989 in Zulkifli 2000. Padang lamun yang tumbuh
pada  sedimen  kapur,  unsur  hara  fosfat  dapat  bertindak  sebagai  faktor  pembatas pertumbuhannya,  karena  terikat  kuatnya  oleh  partikel-partikel  sedimennya.  Selain
itu  ketersediaan  nitrat  di  perairan  diduga  sebagai  pembatas  pertumbuhannya Moriarty dan Boon 1989 in Zulkifli 2000. Dengan demikian, efisiensi daur nutrisi
dalam  sistemnya  akan  menjadi  sangat  penting  untuk  memelihara  produktivitas primer  lamun  dan  perifiton  sebagai  organisme  autotrofnya  Hillman  et  al.  1989  in
Zulkifli  2000.  Peningkatan  kandungan  nitrogen  bersama-sama  dengan  fosfor  akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air.
Senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah,  buangan  dari  hewan  dan  pelapukan  dari  tumbuhan  atau  dari  laut  sendiri.
Menurut  Saeni  1989,  sumber-sumber  fosfat  di  perairan  juga  berasal  dari  limbah industri,  hancuran  dari  pupuk,  limbah  domestik,  hancuran  bahan  organik  dan
mineral-mineral  fosfat.  Fosfat  yang  diserap  oleh  organisme  nabati  mikro  ataupun makrofita  berbentuk  orthofosfat  yang  terlarut  dalam  air  atau  asam  lemak  Alaerts
dan Santika 1984.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian  ini  dilaksanakan  pada  bulan  Juni  2010-Mei  2011  di  Lokasi Rehabilitasi  Lamun  PKSPL-IPB  Pulau  Pramuka  dan  Pulau  Harapan,  Kepulauan
Seribu,  Provinsi  DKI  Jakarta.  Pengamatan  terhadap  komunitas  lamun  di  kawasan rehabilitasi dilakukan pada bulan Juni 2010, September 2010, Januari 2011, dan Mei
2011.  Pulau  Pramuka  dan  Pulau  Harapan  merupakan  pulau  dengan  kepadatan penduduk  yang  tinggi.  Lokasi  rehabilitasi  Pulau  Pramuka  berada  di  bagian  timur
pulau,  dimana  lokasi  ini  berdekatan  dengan  tempat  pembuangan  akhir  TPA, pengerukan  pasir  untuk  pembangunan,  dan  beberapa  titik  pembuangan  limbah
rumah  tangga.  Lokasi  rehabilitasi  Pulau  Harapan  berdekatan  dengan  pemukiman penduduk, sehingga memungkinkan adanya pengaruh masukan limbah domestik.
Tabel 1. Posisi geografis lokasi rehabilitasi Pulau Pramuka dan Pulau Harapan
Lokasi Rehabilitasi Lintang
Bujur Pulau Pramuka
05
o
44’ 44,5” LS 05
o
44’ 44,9” LS 05
o
44’ 44,4” LS 05
o
44’ 44,8” LS 05
o
44’ 44,5” LS 05
o
44’ 44,1” LS 106
o
36’ 59,4” BT 106
o
37’ 00,7” BT 106
o
37’ 00,9” BT 106
o
36’ 59,8” BT 106
o
37’ 01,2” BT 106
o
37’ 00,1” BT Pulau Harapan
05
o
39’ 13,9” LS 05
o
39’ 15,3” LS 05
o
39’ 14,0” LS 05
o
39’ 15,5” LS 05
o
39’ 14,2” LS 05
o
39’ 15,7” LS 106
o
34’ 31,2” BT 106
o
34’ 31,1” BT 106
o
34’ 32,2” BT 106
o
34’ 32,0” BT 106
o
34’ 33,2” BT 106
o
34’ 32,9” BT