1 Teknik transplantasi lamun tanpa jangkar
Teknik ini termasuk menanam tanaman yang lengkap dengan substratnya dan tanaman yang telah dibersihkan dari substratnya. Beberapa teknik penanaman
lamun tanpa jangkar adalah turfs, plugs, dan biji. 2
Teknik transplantasi lamun dengan menggunakan jangkar Teknik ini bertujuan untuk menghindari tanaman hanyut terbawa arus. Cara
penanaman lamun dengan menggunakan jangkar, yaitu: tunas tunggal diikat dengan karet gelang pada sepotong kawat atau besi, dibawa ke lokasi penanaman, menggali
lubang dan setelah itu ditanam dan ditutupi dengan sedimen. Salah satu teknik penanaman lamun dengan menggunakan jangkar adalah TERFs Transplanting
Eelgrass Remotely with Frame system. 3
Metode Peat Pot Calumpong dan Fonseca 2001 Metode peat pot merupakan metode transplantasi lamun yang menggunakan
wadah dalam kegiatan penanaman, wadahnya ini dapat berbentuk kotak ataupun bulat dan akan terdegradasi secara alami, berukuran 8 x 8 cm Fonseca et al. 1994.
Dengan menggunakan metode ini lamun donor diambil dari daerah yang memiliki kepadatan lamun yang tinggi dengan menggunakan corer ataupun cangkul. Pada saat
penanaman pot lubang dipersiapkan terlebih dahulu, kemudian pot dibenamkan ke dalam lubang tersebut sedemikian rupa sehingga terkubur dalam substratnya yang
kokoh. Penggunaan corer dimaksudkan agar seluruh bagian lamun beserta substratnya dapat terangkat secara utuh.
2.2. Parameter yang mempengaruhi pertumbuhan lamun
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun
perkembangbiakan dari organisme tersebut. Perubahan suhu air dapat mempengaruhi proses-proses biokimia, fotosintesis dan pertumbuhan lamun,
menentukan ketersediaan unsur hara, penyerapan unsur hara, respirasi, panjang daun dan faktor-faktor fisiologis serta ekologis lainnya. Lamun dapat mentolerir suhu
perairan antara 20-36
o
C, tetapi suhu optimum untuk fotosintesis lamun berkisar 28-
30
o
C Phillips dan Menez 1988. Pada suhu di atas 45
o
C lamun akan mengalami stres dan dapat mengalami kematian McKenzie 2008.
2.2.2. Salinitas
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur, lamun akan mengalami kerusakan fungsional jaringan sehingga mengalami kematian
apabila berada di luar batas toleransinya. Beberapa lamun dapat hidup pada kisaran salinitas 10-45
‰ Hemminga dan Duarte 2000, dan dapat bertahan hidup pada daerah estuari, perairan tawar, perairan laut, maupun di daerah hipersaline sehingga
salinitas menjadi salah satu faktor distribusi lamun secara gradien Mckenzie 2008. Thalassia dapat tumbuh optimum pada kisaran salinitas 24-
35 ‰, namun dapat juga ditemukan hidup pada salinitas 3,5-
60 ‰ dengan waktu toleransi yang singkat
Zieman 1986 in Hemminga dan Duarte 2000.
2.2.3. Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan
lamun. Lamun hidup pada daerah perairan dangkal yang masih dapat dijumpai sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang masih baik Hemminga
dan Duarte 2000. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai
kedalaman 30 meter. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia,
sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah Hutomo 1997. Semakin dalam suatu perairan maka intensitas cahaya matahari untuk
menembus dasar perairan menjadi terbatas dan kondisi ini akan menghambat laju fotosintesis lamun di dalam air.
Penyebaran lamun berbeda untuk setiap spesies sesuai dengan kedalaman air. Batas kedalaman sebagian besar spesiesnya adalah 10-12 meter, tetapi pada perairan
yang sangat jernih dapat dijumpai pada tempat yang lebih dalam Hutomo 1987. Kiswara 1994 menyatakan untuk spesies lamun yang bersifat pionir seperti
Cymodoceae spp., Halodule spp., Syringodium spp. cenderung tumbuh di bagian
perairan dangkal, sebaliknya spesies yang bersifat klimaks seperti Pasidonia spp., cenderung tumbuh pada perairan dalam karena hal ini berkaitan dengan rhizoma dan
kebutuhan respirasi.
2.2.4. Kecerahan