Berdasarkan  hasil  pengamatan  yang  dilakukan  pada  ketiga  transek  garis terdapat  perbedaan  komposisi  jenis  lamun  yang  ditandai  dengan  penyebaran  jenis
lamun yang tidak merata. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti kandungan  nutrien  pada  substrat  yang  tidak  merata  sehingga  lamun  hanya  tumbuh
pada titik-titik tertentu dimana tersedia nutrien yang mencukupi dan dilihat dari pola penyebaran  jenis  lamun,  kemudian  arah  dan  kecepatan  arus  mempengaruhi
keberadaan  beberapa  jenis  lamun  karena  ada  jenis  lamun  yang  dapat  beradaptasi dengan  kondisi  arus  yang  cukup  besar  dan  ada  yang  tidak,  hal  ini  juga
mempengaruhi pola penyebaran dari lamun itu sendiri Dwindaru 2010. Pada  transek  garis  1  dan  transek  garis  3  ditemukan  lima  spesies  lamun,
sedangkan pada transek garis 2 ditemukan enam spesies lamun. Ketiga transek garis didominasi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii. Pada transek garis 2 jenis lamun
yang  ditemukan  lebih  beragam  yaitu  sebanyak  enam  spesies  dibandingkan  dengan kedua  stasiun  lainnya.  Keberagaman  spesies  lamun  pada  transek  garis  2  ini  dapat
disebabkan  oleh  kondisi  perairan  yang  lebih  terlindung  dari  perubahan  lingkungan dibandingkan dengan stasiun  lainnya.  Lamun-lamun pada stasiun  ini dapat  tumbuh
dan berkembang lebih optimal. Zonasi sebaran lamun di Pulau Pramuka  dapat dikatakan tergolong vegetasi
campuran  karena  lebih  dari  satu  jenis  lamun  yang  ditemukan.  Dari  keenam  jenis lamun  yang  ditemukan,  sebaran  lamun  di  pulau  ini  termasuk  kedalam  tipe  jenis
lamun  yang  tumbuh  di  daerah  dangkal  yang  selalu  terbuka  saat  air  surut  Kiswara 1992  bahwa  sebaran  lamun  dapat  dikelompokan  berdasarkan  genangan  air  atau
kedalaman.
c. Frekuensi Jenis Lamun Pulau Pramuka
Frekuensi jenis lamun adalah peluang ditemukannya suatu jenis lamun dalam suatu  kawasan  yang  diamati.  Nilai  frekuensi  masing-masing  jenis  lamun  yang
diamati dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata frekuensi jenis lamun di Pulau Pramuka No
Jenis LT1
LT2 LT3
1 Thalassia hemprichii
0,86 0,95
0,66 2
Cymodocea rotundata 0,32
0,18 0,16
3 Cymodocea serrulata
0,86 0,68
0,61 4
Enhalus acoroides 0,18
0,39 0,32
5 Halodule uninervis
0,02 0,07
0,05 6
Halodule pinifolia 0,27
0,43 0,18
Rata-rata 0,42
0,45 0,33
Dari  Tabel  7  diketahui  bahwa  spesies  Thalassia  hemprichii  memiliki  nilai frekuensi  jenis  yang  lebih  tinggi  jika  dibandingkan  jenis  lain  pada  transek  garis  2
dan  3.  Namun  pada  transek  garis  1  frekuensi  jenis  Thalassia  hemprichii  memiliki nilai  yang  sama  dengan  Cymodocea  serrulata.  Berdasarkan  hasil  pengamatan
diketahui  bahwa  spesies  Thalassia  hemprichii  memilki  peluang  besar  untuk ditemukan  di  semua  transek  garis  karena  memiliki  nilai  frekuensi  yang  tertinggi.
Sedangkan  spesies  Halodule  uninervis  juga  berpeluang  rendah  untuk  ditemukan pada setiap transek garis karena memiliki nilai frekuensi yang sangat rendah.
Hasil  pengamatan  di  atas  sesuai  dengan  hasil  penelitian  Dwintasari  2009 yang  menyatakan  bahwa  lamun  jenis  Thalassia  hemprichii  mempunyai  pengaruh
yang  paling  besar  dibandingkan  jenis  lamun  lainnya,  karena  lamun  jenis  ini  paling banyak dijumpai hampir di seluruh tipe perairan dan sangat baik tumbuh di kondisi
perairan  Pulau  Pramuka  yang  dangkal  dan  terbuka  saat  surut.  Disamping  itu, Rohmimohtarto  dan  Juwana  2001  juga  menyatakan  bahwa  Thalassia  hemprichii
merupakan jenis lamun  yang memiliki daya tahan  yang baik  terhadap pencemaran. Hal  ini  menandakan  jenis  Thalassia  hemprichii  adaptif  terhadap  gangguan
lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran.
d. Tinggi Kanopi Lamun Pulau Pramuka
Tinggi  kanopi  lamun  selama  pengamatan  di  Pulau  Pramuka  dapat  dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Tinggi kanopi lamun di Pulau Pramuka Bulan
Transek Garis
n Tinggi kanopi cm
Rata-rata SD
Minimal  Maksimal Juni
2010 1
11 16,85
± 14,26 7,2
54,7 2
11 20,41
± 17,01 5,3
65,3 3
11 7,97
± 6,08 5,0
17,7 September
2010 1
11 8,05
± 3,53 5,2
14,0 2
11 9,31
±  3,26 4,2
14,8 3
11 14,65
± 10,76 6,7
32,0 Januari
2011 1
11 9,91
±  4,62 5,7
15,4 2
11 12,09
± 3,03 6,5
16,5 3
11 17,64
± 15,31 8,0
51,0 Mei
2011 1
11 13,03
±  5,82 9,2
22,7 2
11 12,31
±  3,90 8,2
22,5 3
11 9,39
±  6,51 10,0
17,5
Keterangan : n : Jumlah transek kuadrat
SD  : Standar deviasi
Tinggi  kanopi  didefinisikan  sebagai  tinggi  di  atas  dasar  permukaan  laut, yaitu 80 dari tunas lamun Duarte 2001. Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa rata-
rata  tinggi  kanopi  yang  diperoleh  bervariasi.  Pada  transek  garis  1  dan  2,  kanopi paling  tinggi  terdapat  pada  bulan  Juni  2010  dan  yang  paling  rendah  pada  bulan
September 2010, sedangkan pada transek garis 3 kanopi paling tinggi terdapat pada bulan  Januari  2011  dan  yang  terendah  terdapat  pada  bulan  Juni  2010.  Tinggi
maksimal  dan  minimal  kanopi  yang  dapat  dicapai  lamun  berbeda-beda  tergantung
jenisnya.
e. Persen penutupan epifit pada lamun Pulau Pramuka