Perumusan Masalah Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN

Tanpa adanya perdagangan internasional, keseimbangan yang terjadi di negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana volume transaksi berada di Q A dan harga di P A . Di negara B, keseimbangan akan tercapai pada kondisi volume transaksi berada di titik Q B dan harga di P B , dengan asumsi harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan negara B untuk komoditas tersebut. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P B . Pada saat harga internasional P W sama dengan P A maka di negara B akan terjadi excess demand ED. Jika harga internasional sama dengan P B maka di negara A akan terjadi excess supply ES. Apabila terjadi perdagangan internasional antar kedua negara dengan asumsi biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional akan digambarkan oleh S W yang merupakan excess supply function dari negara A, dan fungsi permintaan akan digambarkan oleh D W yang merupakan excess demand function dari negara B, dan menciptakan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P W . Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor X dengan jumlah yang sama dengan yang diimpor negara B M. Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar Q W pada pasar internasional. Sumber : Tambunan, 2001 Gambar 2 Kurva Keseimbangan Perdagangan Internasional P P P Q Q Q P A P W P B Q A Q W Q B ES ED X M S W D W D A D B S A S B

2.1.1 Konsep Daya Saing

Menurut World Economic Forum WEF dalam Zuhal 2010, daya saing merupakan sekumpulan institusi dan kebijakan ekonomi yang menentukan produktivitas suatu negara guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada jangka medium. Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara atau ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Metodologi yang digunakan oleh WEF untuk menentukan daya saing global suatu negara adalah kombinasi antara analisis data sekunder dan primer yang meliputi sejumlah aspek yang secara teoritis dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat daya saing suatu negaraekonomi, dan dalam penghitungan dengan rumus-rumus tertentu masing-masing faktor tersebut diberi bobot-bobot tertentu yang besarannya didasarkan pada signifikansi dari pengaruh aspek yang bersangkutan World Economic Forum 2011. Ada tiga kelompok faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing sebuah negara World Economic Forum 2011. Pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, stabilitas ekonomi makro dan tingkat pendidikan serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kedua, faktor-faktor yang bisa meningkatkan efisiensiproduktivitas ekonomi seperti pendidikan yang tinggi dan pelatihan kualitas sumberdaya manusia, kinerja pasar yang efisien, kesiapan teknologi di tingkat nasional maupun perusahaan secara individu, serta luas pasar domestik. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses produksi di dalam perusahaan yang secara bersama menentukan tingkat inovasi suatu negara.

2.1.2 Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995 dalam kamus besar Bahasa Indonesia berpendapat bahwa daya saing ekspor merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar tersebut. Berarti, suatu produk dikatakan memiliki daya saing jika produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun mengalami guncangan. Daya saing ekspor juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produknya yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain Bappenas 2009. Esterhuizen et al 2008 mendefinisikan daya saing competitiveness sebagai kemapuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari penerimaan sumber daya yang digunakan. Daya saing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi pada pasar internasional kegiatan produksi tersebut tetap dapat menguntungkan Simanjuntak 1992. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Porter 1990 dalam Suprihatini 2005 mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: 1 kondisi faktor; 2 kondisi permintaan; 3 industri terkait dan penunjang; dan 4 strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditi yaitu dari teori keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan komparatif, yang dipopulerkan oleh David Ricardo pada tahun 1823, menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi yang kurang efisien mengalami kerugian komparatif. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil dari komoditi ini