negara, maka indeks daya saing ini akan menjadi indikator yang lebih baik dalam melihat keunggulan suatu komoditas. ECI dapat dirumuskan sebagai berikut
Amir 2000 dalam Saboniene 2009:
Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i
t = Tahun 2007-2012
t-1 = Tahun sebelumnya i
= Komoditi hortikultura yang diteliti Dilihat dalam rumus diatas, nilai ECI menunjukkan tren daya saing yang
dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain untuk suatu komoditas. Nilai ini menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk
bersaing dengan negara pesaing. Jika nilai ECI suatu komoditi lebih besar dari satu nilai ECI 1, komoditi tersebut menghadapi tren daya saing yang
meningkat di pasar ASEAN, sedangkan jika nilai ECI lebih kecil dari satu nilai ECI 1, komoditi tersebut menghadapi kemungkinan penurunan pangsa pasar di
pasar ASEAN atau daya saing yang melemah diantara negara-negara pesaing lain di ASEAN Hadianto, 2010.
4.2.4 Pengelompokan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing.
Hasil dari ketiga analisis diatas merupakan komoditi-komoditi mana yang berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan masing-masing kriteria. Oleh
sebab itu, hasil dari ketiga analisis tersebut perlu dikelompokan sehingga dihasilkan mana komoditi yang berdaya saing dan tidak berdaya saing
berdasarkan keseluruhan kriteria. Pengelompokan ini merupakan hasil dari diskusi peneliti dengan dosen pembimbing. Asumsi dalam pengelompokan ini adalah
ketiga analisis yang digunakan dalam penelitian memiliki bobot yang sama atau ketiga analisis memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan komoditi mana
yang memiliki daya saing atau tidak di pasar ASEAN. Pengelompokan hasil
analisis Revealed Comparative Advantages RCA, Acceleration Ratio AR, dan Export Competitiveness Index
ECI dimasukkan ke dalam matriks di bawah ini. Tabel 8 Matriks Pengelompokan Daya Saing Komoditi Hortikultura
Kriteria Keterangan
RCA AR
ECI +
+ +
Berdaya Saing +
+ -
Berdaya Saing +
- +
Berdaya Saing -
+ +
Berdaya Saing +
- -
Tidak Berdaya Saing -
+ -
Tidak Berdaya Saing -
- +
Tidak Berdaya Saing -
- -
Tidak Berdaya Saing Keterangan:
Revealed Comparative Advantages RCA +
: Komoditi berpeluang untuk dikembangkan -
: Komoditi tidak dapat dikembangkan Acceleration Ratio AR
+ : Komoditi dapat merebut pasar
- : Komodti tidak dapat merebut pasar
Export Competitiveness Index ECI +
: Komoditi menghadapi trend daya saing meningkat -
: Komoditi menghadapi penurunan pangsa pasar
4.2.3 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan data dan informasi hasil analisis. Analisis deskriptif pada penelitian ini juga digunakan untuk menjelaskan
hasil Indepth Interview dengan pakar mengenai strategi peningkatan daya saing ekspor hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Indepth Interview adalah teknik
wawancara mendalam dengan narasumber yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai perspektif narasumber terhadap kondisi kehidupannya,
pengalaman dan situasi yang dihadapi Taylor dan Bogdan 1998 dalam Rahayu 2008. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini merupakan
pertanyaan yang diajukan secara fleksibel, terbuka, tidak baku, informal, dan tepat sasaran. Teknik pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah teknik
pendekatan informan kunci, yaitu teknik yang mengumpulkan data melalui orang- orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga
dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi objek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat
dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut Rudito dan Melia 2008.
Pada penelitian ini, Indepth Interview dilakukan terhadap lembaga yang dianggap expert atau kompeten mengenai strategi kebijakan di sektor pertanian,
dalam hal ini Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PSEKP, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Wawancara secara mendalam dilakukan untuk menggali informasi mengenai permasalahan dan strategi pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia
di pasar ASEAN, khususnya bunga potong, alpukat, semangka, mangga, manggis, jambu biji, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Hasil Indepth Interview dan hasil
analisis RCA, ECI dan AR dijadikan dasar dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia di pasar internasional,
khususnya pasar ASEAN.
V GAMBARAN UMUM 5.1 Perkembangan Hortikultura Indonesia dan Negara-Negara ASEAN
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja dengan cara bercocok tanam. Indonesia juga memiliki keanekaragaman
komoditas pertanian. Kondisi iklim yang mendukung membuat musim buah- buahan, sayur-sayuran, dan bunga dapat berlangsung sepanjang tahun.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang terdiri dari 4 jenis komoditi, yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman
biofarmaka tanaman obat. Permintaan terhadap komoditi-komoditi hortikultura cukup meningkat karena komoditi-komoditi tersebut memiliki manfaat dan
kegunaan yang cukup baik bagi kelangsungan hidup manusia. Permintaan luar negeri lebih tinggi jika dibandingkan permintaan domestik. Hal ini menjadikan
hortikultura Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, khususnya untuk ekspor. Pengembangan dan pembudidayaan sektor hortikultura
akan membuat produksi hortikultura meningkat. Peningkatan produksi tidak hanya dapat memenuhi permintaan dan konsumsi domestik, melainkan dapat
memenuhi permintaan pasar ekspor internasional, khususnya pasar ASEAN, sehingga dapat menjadi sumber devisa sektor nonmigas bagi pendapatan negara
Indonesia. Perkembangan produksi hortikultura Indonesia, baik buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, maupun tanaman biofarmaka, terus meningkat dari
tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini diakibatkan oleh peningkatan luas areal tanam maupun areal panen, berkembangnya teknologi produksi serta
penerapannya, semakin baiknya bimbingan terhadap petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha, serta adanya penguatan dalam kelembagaan
agribisnis hortikultura Indonesia. Kementrian Pertanian 2013 menyatakan salah satu kendala ekspor
hortikultura Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur. Kebanyakan produk hortikultura Indonesia tidak bisa bersaing di pasar internasional karena
infrastruktur pertanian di Indonesia, seperti jalan umum, bandar udara, serta pelabuhan kapal laut, masih sangat minim sehingga sulit untuk mendistribusikan
komoditi hortikultura Indonesia ke luar negeri. Akses yang sulit mulai dari petani