III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Daya saing ekspor mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk ekspor yang dihasilkan negara itu relatif terhadap
kemampuan negara lain Bappenas 2009. Porter 1990 dalam Suprihatini 2005 mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung
pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: 1 kondisi faktor; 2 kondisi
permintaan; 3 industri terkait dan penunjang; dan 4 strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama, ditambah
dengan kesempatan serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, akan menentukan apakah suatu
produk memiliki daya saing di pasar atau tidak. Terkait penelitian ini, konsep daya saing menggunakan pendekatan daya
saing ekspor, yaitu RCA Revealed Comparative Advantages, AR Acceleration Ratio
, dan ECI Export Competitiveness Index. RCA digunakan untuk melihat spesialisasi produk yang diekspor, sedangkan kekuatan untuk merebut pasar
dianalisis dengan metode AR Acceleration Ratio dan tren daya saing komoditi hortikutura yang diolah dengan metode ECI Export Competitiveness Index.
Dalam RCA, variabel yang diukur adalah perbandingan antara kontribusi ekspor suatu komoditi terhadap total ekspor suatu negara dengan pangsa nilai produk
dalam perdagangan dunia. Dalam AR, variabel yang diukur adalah perbandingan antara ekspor komoditi suatu negara terhadap impor komoditi suatu kawasan,
sedangkan dalam ECI, variabel yang diukur adalah rasio pertumbuhan suatu produk dalam suatu negara dengan pertumbuhan produk tersebut di dunia
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Beberapa data di bab-bab sebelumnya sudah mendeskripsikan pentingnya peran sektor pertanian dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Salah satu
sub sektor yang memiliki prospek cukup baik, dilihat dari volume produksinya yang terus meningkat, adalah sub sektor hortikultura. Hortikultura Indonesia
berperan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang melalui perdagangan internasional. Walaupun kontribusinya belum
banyak, namun jika dikelola dengan baik, sub sektor hortikultura bisa menjadi sub sektor unggulan Indonesia di pasar internasional, khususnya di pasar ASEAN.
Beberapa produk hortikultura yang memiliki nilai ekspor cukup baik di pasar ASEAN adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka,
kentang, tomat, jahe dan temulawak. Jika dibandingkan dengan negara pesaing di ASEAN yang memproduksi hortikultura juga seperti Thailand, Malaysia, Filipina
dan Singapura, nilai ekspor dan volume ekspor komoditi hortikultura Indonesia masih tergolong kecil. Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana sebenarnya
kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Penelitian ini menganalisis kondisi daya saing komoditi hortikultura
Indonesia dengan melihat spesialisasi produk, kemampuan merebut pasar, serta tren daya saing dari komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Metode
yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantages RCA untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil hortikultura Indonesia yang dapat
dikembangkan, metode Acceleration Ratio AR untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau tidak, serta metode Export
Competitiveness Index ECI untuk mengetahui apakah tren daya saing komoditi
hortikultura Indoneisa meningkat atau melemah. Setelah didapatkan hasil berdasarkan masing-masing analisis tersebut, komoditi-komoditi hortikultura
yang diteliti dikelompokkan sehingga dapat diketahui mana komoditi hortikultura Indonesia yang berdaya saing atau tidak di pasar ASEAN. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dengan metode-metode tersebut, kita akan mengetahui kondisi serta posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia sehingga bisa dirumuskan
strategi serta kebijakan untuk meningkatkan daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN. Gambaran lengkap
mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia memiliki potensi komoditi hortikultura yang besar untuk pengembangan pasar ekspor,
dilihat dari produksi yang terus meningkat serta permintaan yang tinggi di pasar internasional.
Nilai dan volume ekspor produk hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar
ASEAN, masih rendah.
Analisis spesialiasi produk
Strategi peningkatkan daya saing hortikultura Indonesia.
Revealed Comparative Advantages
RCA
Analisis kemampuan merebut pasar
Analisis trend daya saing
Export Competitiveness Index
ECI Acceleration Ratio
AR
Komoditi hortikultura Indonesia yang memiliki daya saing dan tidak berdaya saing di pasar
ASEAN.
IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu time series dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Data
diperoleh dari beberapa sumber seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, United Nations
Commodity and Trade Database UNcomtrade, Food and Agriculture
Organization FAO serta literatur lain yang terkait.
4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed Comparative Advantages
RCA untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil hortikultura Indonesia yang dapat dikembangkan, metode Acceleration Ratio
AR untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau tidak, serta metode Export Competitiveness Index ECI untuk mengetahui apakah
tren daya saing komoditi hortikultura Indonesia meningkat atau melemah. Setelah itu, hasil dari ketiga analisis tersebut dikelompokkan sehingga dihasilkan
komoditi hortikultura Indonesia yang berdaya saing dan tidak berdaya saing di pasar ASEAN. Adapun pengolahan dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan software Microsoft Excel 2010.
4.2.1 Revealed Comparative Advantage RCA
RCA yang dikemukakan oleh Balassa 1965 merupakan salah satu alat ukur untuk menentukan tingkat kemampuan daya saing komoditas tertetu di pasar
internasional Basri dan Munandar 2010. RCA digunakan untuk mengukur spesialisasi ekspor yang dapat dikembangkan. Indeks ini menunjukkan
perbandingan antara pangsa pasar komoditas atau sekelompok komoditi suatu negara terhadap total ekspor negara tersebut dengan pangsa pasar komoditi
terhadap total ekspor dunia.
Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Xtj = Nilai ekspor total negara j ke pasar ASEAN
Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i At = Nilai ekspor total ASEAN
i = Komoditi hortikultura yang diteliti
Semakin mendekati atau lebih dari satu 1 nilai RCA suatu komoditi suatu negara, berarti komoditi tersebut berpeluang untuk dikembangkan, atau
negara tersebut harus berspesialisasi terhadap komoditi tersebut untuk dapat bersaing di pasar ASEAN Hadianto 2010.
4.2.2 Acceleration Ratio AR
AR menyatakan rasio antara kecenderungan ekspor komoditi i negara j ke suatu kawasan tambah 100 dengan kecenderungan impor komoditi i suatu
kawasan tambah 100. Apabila AR mendekati atau lebih dari satu 1 berarti komoditi dari negara tersebut dapat merebut pasar. Apabila AR kurang dari nol
0 atau mendekati -1 berarti ada yang merebut pangsa pasar pemasok sehingga negara tadi tidak bisa merebut pasar Hadianto 2010.
Secara matematis AR dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : X
ij
= Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN M
ib
= Nilai impor ASEAN untuk komoditi i i
= Komoditi hortikultura yang diteliti
4.2.3 Export Competitiveness Index ECI
Export Competitiveness Index ECI menunjukkan rasio pangsa ekspor
suatu negara di pasar dunia untuk suatu komoditi tertentu pada periode tertentu t dengan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk komoditi tersebut
dalam periode sebelumnya t-1. Amir 2000 dalam Saboniene 2009 menggunakan ECI untuk mengestimasi keberhasilan atau kegagalan dalam suatu
industri dalam rangka peningkatan pertumbuhan dalam menghadapi persaingan pertumbuhan pasar yang tinggi. Dengan memperhitungkan share dari pasar suatu
negara, maka indeks daya saing ini akan menjadi indikator yang lebih baik dalam melihat keunggulan suatu komoditas. ECI dapat dirumuskan sebagai berikut
Amir 2000 dalam Saboniene 2009:
Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i
t = Tahun 2007-2012
t-1 = Tahun sebelumnya i
= Komoditi hortikultura yang diteliti Dilihat dalam rumus diatas, nilai ECI menunjukkan tren daya saing yang
dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain untuk suatu komoditas. Nilai ini menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk
bersaing dengan negara pesaing. Jika nilai ECI suatu komoditi lebih besar dari satu nilai ECI 1, komoditi tersebut menghadapi tren daya saing yang
meningkat di pasar ASEAN, sedangkan jika nilai ECI lebih kecil dari satu nilai ECI 1, komoditi tersebut menghadapi kemungkinan penurunan pangsa pasar di
pasar ASEAN atau daya saing yang melemah diantara negara-negara pesaing lain di ASEAN Hadianto, 2010.
4.2.4 Pengelompokan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing.
Hasil dari ketiga analisis diatas merupakan komoditi-komoditi mana yang berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan masing-masing kriteria. Oleh
sebab itu, hasil dari ketiga analisis tersebut perlu dikelompokan sehingga dihasilkan mana komoditi yang berdaya saing dan tidak berdaya saing
berdasarkan keseluruhan kriteria. Pengelompokan ini merupakan hasil dari diskusi peneliti dengan dosen pembimbing. Asumsi dalam pengelompokan ini adalah
ketiga analisis yang digunakan dalam penelitian memiliki bobot yang sama atau ketiga analisis memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan komoditi mana
yang memiliki daya saing atau tidak di pasar ASEAN. Pengelompokan hasil