Latar Belakang Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN

Pasar ASEAN mendirikan kawasan perdagangan bebas atau disebut ASEAN Free Trade Area AFTA pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN Summit keempat di Singapura pada tahun 1992. ASEAN tidak hanya mendirikan kawasan perdagangan bebas untuk sesama negara anggota ASEAN saja, namun juga dengan negara lain diluar ASEAN yang ditunjukkan dengan adanya kesepakatan kawasan perdagangan bebas antara ASEAN dengan negara lain seperti CAFTA China-ASEAN Free Trade Area, NAFTA New Zealand- ASEAN Free Trade Area, dan sebagainya. Kehadiran AFTA telah menjadi ancaman bagi pelaku usaha dalam bidang pertanian, karena semakin banyaknya produk hortikultura dari luar yang masuk ke dalam negeri dan mengancam produk petani kita akibat penghapusan semua bea masuk impor Charina et al 2012. Kondisi ini merupakan ancaman bagi eksistensi pelaku pertanian skala kecil yang merupakan mayoritas usahatani negara-negara berkembang. Hal ini menyebabkan persaingan dalam perdagangan hortikultura semakin ketat ke depannya. Apalagi pada tahun 2015 nanti, negara-negara anggota ASEAN akan menerapkan program ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA 2015. Pada tangal 12 Juli 2012, Economic Research Institute for ASEAN and East Area ERIA menyampaikan laporan ASEAN Economic Community Blueprint Mid-Term Review kepada negara anggota ASEAN. Dalam laporannya, ERIA memberikan hasil kajian terhadap empat pilar MEA, yaitu Pasar Tunggal dan Basis Produksi, Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi, Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Merata, serta Kawasan yang Terintegrasi Penuh dengan Ekonomi Global. Salah satu penilaian ERIA dalam proses menuju MEA 2015 adalah telah diterapkannya tarif masuk 0, khususnya untuk negara- negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malayasia, Filipina, Singapura, dan Thailand Setkab RI, 2012. Pemberlakuan tarif 0 saat dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti menjadikan persaingan perdagangan antar negara anggota ASEAN semakin ketat, salah satunya adalah ekspor komoditi hortikultura Indonesia. Jika kita tidak melakukan perbaikan dalam usaha meningkatkan daya saing komoditi hortikultura, bukan tidak mungkin pasar komoditi hortikultura di ASEAN akan didominasi oleh negara-negara lain anggota ASEAN. Berdasarkan uraian diatas, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan komoditi hortikultura, namun yang menjadi pertanyaan apakah komoditi hortikultura tersebut bisa bersaing atau tidak di pasar ASEAN yang memiliki pesaing berat seperti Thailand dan Malaysia. Menurut data UNComtrade 2013, komoditi hortikultura unggulan Indonesia di pasar ASEAN adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Komoditas unggulan tersebut dipilih karena memiliki nilai ekspor yang cukup baik di pasar ASEAN. Untuk dapat bersaing di pasar ASEAN, tidak mungkin seluruh komoditi hortikultura yang ada di Indonesia dikembangkan, namun perlu adanya spesialisasi untuk mengetahui komoditi hortikultura mana yang berpotensi untuk dikembangkan agar bisa bersaing kedepannya. Untuk mengantisipasi perdagangan bebas di pasar ASEAN, perlu diketahui komoditi unggulan mana yang memiliki daya saing dan bagaimana strategi pengembangannya agar bisa bersaing di pasara ASEAN. Berdasarkan uraian tersebut, penting dilakukan penelitian mengenai daya saing ekspor komoditi hortikultura di pasar ASEAN.

1.2 Perumusan Masalah

Hortikultura Indonesia menjadi salah satu penghasil devisa negara yang potensial. Sulaefi 2000 menyatakan hortikultura merupakan komoditas yang mempunyai potensi dan peluang pasar yang sangat luas. Permintaan terhadap komoditas hortikultura mempuyai tren yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia karena komoditas hortikultura mulai dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada kenyataannya, daya saing komoditas hortikultura Indonesia masih rendah di pasar internasional. Indonesia lebih banyak mengimpor produk hortikultura dibanding mengekspornya. Tabel 4 menunjukkan neraca perdagangan hortikultura yang defisit setiap tahunnya. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam Gumbira- Sa’id 2011, menyatakan bahwa selama ini impor produk hortikultura berlangsung tanpa aturan khusus, dibalik daya saing produk hortikultura yang rendah. Hal ini menyebabkan produk hortikultura negara pesaing sangat mudah memasuki pasar Indonesia sehingga merusak pasar hortikultura di dalam negeri yang berimbas kepada ekspor hortikultura Indonesia. Tabel 4 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Hortikultura Tahun 2008-2012 dalam Ribu US Uraian Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Ekspor 433 920 379 739 390 740 491 304 541 915 Impor 926 044 1 077 463 1 292 988 1 686 131 1 893 327 Neraca Perdagangan -492 124 -697 724 -902 248 -1 194 827 -1 351 412 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 Dalam Tabel 5, kontribusi volume ekspor maupun nilai ekspor sub sektor hortikultura terhadap sektor pertanian secara keseluruhan paling kecil diantara sub sektor lain seperti tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Rata-rata kontribusi volume ekspor sub sektor hortikultura hanya sekitar 1.5 setiap tahunnya, sedangkan rata-rata kontribusi nilai ekspor sub sektor hortikultura sebesar 1.2 setiap tahunnya Badan Pusat Statistik 2013. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengembangkan sub sektor hortikutura ini agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik untuk peningkatan devisa negara kedepannya, salah satunya melalui pengembangan pasar ekspor seperti ASEAN. Tabel 5 Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Petanian Tahun 2008-2012 dalam Uraian Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Volume Ekspor - Tanaman Pangan 2.99 2.66 3.10 2.69 0.73 - Hortikultura 1.93 1.51 1.27 1.27 1.29 - Perkebunan 92.74 94.23 93.91 93.00 97.41 - Peternakan 2.34 1.60 1.72 3.02 0.57 Nilai Ekspor - Tanaman Pangan 1.19 1.39 1.47 1.34 0.43 - Hortikultura 1.48 1.65 1.20 1.13 1.42 - Perkebunan 93.41 93.68 94.40 93.83 96.59 - Peternakan 3.92 3.28 2.93 3.69 1.70 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 Salah satu tujuan ekspor komoditi hortikultura Indonesia adalah pasar ASEAN. ASEAN memiliki kesepakatan tentang kawasan perdagangan bebas yang didalamnya terdapat kesepakatan tentang komoditas pertanian, salah satunya komoditi hortikultura. Kesepakatan ini disebut ASEAN Free Trade Area atau yang biasa disebut AFTA. Dalam AFTA, hampir seluruh komoditas pertanian dijual secara secara bebas di pasar Asia Tenggara, salah satunya komoditi hortikultura Kementrian Perdagangan 2013. Perdagangan bebas menyebabkan perdagangan komoditi hortikultura di pasar ASEAN berjalan sangat ketat, apalagi pada tahun 2015 negara-negara di ASEAN akan menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA yang membuat hampir semua tarif masuk menjadi 0. Jika tidak dilakukan perbaikan untuk meningkatkan daya saing, Indonesia akan kalah dalam persaingan dan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi negara yang paling banyak mengimpor komoditi hortikultura di pasar ASEAN. Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN? 2. Strategi apa yang dapat mendukung peningkatan daya saing komoditas hortikultura Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. 2. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing komoditi hortikultura Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai daya saing ekspor ini menggunakan data time series yaitu nilai dan volume ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN. Penelitian ini juga melihat posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Hortikultura Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hasilnya. Jenis hortikultura yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah beberapa tanaman hias, buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat yang ada di Indonesia. Tanaman hias yang dianalisis adalah bunga potong. Buah-buahan yang dianalisis adalah alpukat, semangka, mangga, manggis dan jambu biji. Sayuran yang dianalisis adalah kentang dan tomat, sedangkan tanaman obat yang dianalisis adalah jahe dan temulawak. Tabel 6 Spesifikasi Komoditi yang Diteliti No. HS Code Komoditi 1 0603 Bunga dan kuncup bunga potong dari jenis yang cocok untuk karangan bunga atau untuk keperluan pajangan, segar, kering, dicelup, dikelantang,diresapi, atau dikerjakan secara lain. 2 080450 Mangga, Manggis, dan Jambu Biji 3 080440 Alpukat 4 080711 Semangka 5 071010 Kentang 6 070200 Tomat 7 091010 Jahe 8 091030 Temulawak Sumber : UNComtrade, 2013 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu, induvidu dengan pemerintah, atau antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain Mankiw 2006. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu negara atas negara lainnya Oktaviani dan Novianti 2009. Menurut Basri dan Munandar 2010, perkembangan teori perdagangan internasional cukup beragam, dimulai dari teori merkantilisme pada tahun 1613, teori Adam Smith tentang keunggulan absolut, teori David Ricardo tentang keunggulan komparatif, hingga teori Heckser-Ohlin yang merupakan teori modern tentang perdagangan internasional. Beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara, antara lain keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan Tambunan 2001. Dari teori tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perdagangan internasional terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri penawaran dan kelebihan permintaan di negara lain. Teori ini menggunakan konsep penawaran dan permintaan domestik untuk kasus dua negara yang terlibat perdagangan dengan satu komoditi perdagangan tertentu. Misalkan kondisi penawaran dan permintaan negara A negara eksportir terhadap komoditi i di pasar digambarkan masing-masing melalui S A dan D A , serta S B dan D B untuk negara B atau negara importir Gambar 2. Tanpa adanya perdagangan internasional, keseimbangan yang terjadi di negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana volume transaksi berada di Q A dan harga di P A . Di negara B, keseimbangan akan tercapai pada kondisi volume transaksi berada di titik Q B dan harga di P B , dengan asumsi harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan negara B untuk komoditas tersebut. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P B . Pada saat harga internasional P W sama dengan P A maka di negara B akan terjadi excess demand ED. Jika harga internasional sama dengan P B maka di negara A akan terjadi excess supply ES. Apabila terjadi perdagangan internasional antar kedua negara dengan asumsi biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional akan digambarkan oleh S W yang merupakan excess supply function dari negara A, dan fungsi permintaan akan digambarkan oleh D W yang merupakan excess demand function dari negara B, dan menciptakan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P W . Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor X dengan jumlah yang sama dengan yang diimpor negara B M. Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar Q W pada pasar internasional. Sumber : Tambunan, 2001 Gambar 2 Kurva Keseimbangan Perdagangan Internasional P P P Q Q Q P A P W P B Q A Q W Q B ES ED X M S W D W D A D B S A S B